•••
Segala hal di dunia ini, semu bagi Micha.
Entah sejak kapan Micha merasa begitu, dirinya tak tahu. Dirinya tak paham. Dirinya merasa hampa. Meskipun Micha sudah berusaha mengisi kekosongan hidupnya. Namun, hampa semakin terasa. Sehingga Micha membiarkan saja hidupnya seperti itu. Tersenyum tanpa arti.
Dan ketika Micha menyerah berusaha mengisi kekosongan itu, Mark malah secara sukarela datang.
Micha harus bersyukur atau bagaimana?
Setiap hari, dia merasa lelah. Seakan energinya tersedot habis. Belajar dan bekerja sehari-hari. Malam yang seharusnya digunakan untuk tidur, malah menjadi malam panjang yang membuatnya terjaga. Micha baru bisa tidur pada pukul tiga atau empat dini hari. Lalu bangun lagi pada pagi harinya.
Apa yang dilakukannya di kampus setelah itu? Tentu saja tersenyum.
Sekali lagi, senyum tanpa arti.
Dan, mari kita bicarakan Mark lagi. Ini benar-benar klise, Micha akui. Perlahan-lahan, Mark mengisi hari-hari Micha. Mengubah senyumnya menjadi sedikit lebih berarti.
Setidaknya, di depan Mark, dia tak perlu berbohong.
Micha memandang seisi cafe yang sudah hampir kosong. Sebentar lagi waktunya pulang. Para pekerja lain juga sudah selesai membereskan semuanya. Hanya tinggal menunggu pelanggan terakhir yang Micha kenali itu. Namanya Liliana, kakak tingkat Micha di kampus.
Karena merasa tak ada pekerjaan lain lagi, Micha menghampiri gadis yang lebih tua darinya itu.
Liliana tersenyum pada Micha. "Ah, maaf ya aku membuat pekerjaan kalian menjadi lebih lama."
"Tidak apa-apa, kok," sahut Micha. Senyum senantiasa terpatri di bibirnya. "Kakak pasti ingin bersantai, kan?"
Liliana mengangguk. "Benar sekali. Ternyata magang melelahkan juga, ya," katanya.
Micha hanya tersenyum.
"Aku sudah selesai," kata Liliana. Dia kemudian membereskan barangnya, dan berdiri. "Sekali lagi, maaf merepotkan kalian, ya. Aku pulang dulu. Dah, Micha!"
"Dah!"
Setelah Liliana keluar, Micha bersiap diri untuk pulang. Dia menyampirkan tas kecil ya di bahu, lalu berpamitan dengan rekan-rekan kerjanya.
Micha berdiri di luar cafe, menghirup napas dalam-dalam. Demi Tuhan, Micha sangat lelah.
Malam ini, langit terlihat lebih gelap dari biasanya. Ke mana bintang-bintang yang biasanya mengiringi langkah Micha? Kali ini, hanya ada awan kelabu.
Ah, jangan menangis dulu ya, langit. Aku masih belum tiba di flatku.
Micha terus berjalan, berusaha cepat sebelum hujan mengguyur kota. Micha tak perlu memakai bus karena flatnya hanya berjarak lima belas menit dengan berjalan kaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love We Had ▪ Mark Lee✔
FanfictionTeruntuk kamu, Seseorang yang pernah melengkapi hidupku. Seseorang yang menerbangkanku setinggi angkasa, kemudian menjatuhkanku hingga remuk redam. Seseorang yang kukira sungguh, namun ternyata hanya singgah. Jika kutahu kita akan berakhir, seharusn...