20. Rasa Pilu

1.7K 254 21
                                    

  Akhir-akhir ini, Micha merasa dingin.

  Perasaan tersebut merayap pelan di seluruh tubuh Micha. Gadis itu tahu, perasaan tersebut nyata adanya.

  Dan Micha pun sadar, ada yang berubah dari Mark.

  Tak terasa, hubungan mereka sudah hampir satu tahun. Sebulan lagi adalah hari jadi mereka. Seharusnya, mereka berdua antusias untuk menyambutnya.

  Namun entah mengapa, Mark seakan tak bisa Micha gapai lagi.

  Semuanya begitu cepat dan tak dapat Micha mengerti. Selama hampir satu tahun, mereka bertemu setiap saat. Menghabiskan waktu berdua.

  Mungkinkah Mark bosan?

  Micha menghembuskan napas lelahnya. Dipandanginya Mark yang berjalan di sampingnya.

  Mark menoleh kepadanya. "Ada apa?"

  Micha menggeleng, tak tahu harus berkata apa.

  "Ah, ngomong-ngomong, nanti malam aku tidak bisa pulang bersamamu," kata Mark. "Bosku Jung Jaehyun memerintahkan kami lembur hari ini."

  "Tidak apa-apa," sahut Micha. Mark tersenyum kecil. Mereka akhirnya saling terdiam.

  Inilah yang Micha maksud dengan tidak bisa menggapai Mark lagi. Selama satu bulan belakangan, Mark memang berubah. Micha tak bisa menyangkalnya.

  "Tapi kamu akan mengantarku pulang kan setelah kelas berakhir nanti?" tanya Micha tiba-tiba.

  "Ah, maaf," jawab Mark. "Aku akan pergi dengan Lucas, Hendery, dan Xiaojun."

  Sesuai perkiraan Micha, Mark tidak bisa melakukannya. Akhir-akhir ini, Mark lebih sering menghabiskan waktu dengan teman-temannya.

  Micha tidak menyahut lagi. Dan Mark juga tidak berkata apa-apa.

  Setelah kelas berakhir, Mark langsung berdiri dari tempat duduknya. Ketiga temannya menghampiri Mark.

  "Micha, aku pergi dulu, ya," pamit Mark. "Hati-hati untukmu."

  Micha tersenyum. "Selamat bersenang-senang." Tanpaku.

  Dan setelahnya, Mark segera pergi bersama teman-temannya. Meninggalkan Micha yang bahkan tidak tahu harus berbuat apa.

  Di belakangnya, Micha bisa mendengar para mahasiswi berbisik-bisik.

  "Aku perhatikan sekarang Mark kelihatan agak jauh dari Micha."

  "Aku juga bisa melihatnya. Mereka seakan berjarak."

  "Wajar saja. Micha kan gadis yang biasa saja. Mungkin Mark bosan dengannya."

  "Ah, benar juga. Mark terlalu bagus untuk Micha."

  Micha tak tahan lagi. Gadis itu kemudian bangkit dan pergi dari sana. Para mahasiswi tadi memandang Micha dengan cemoohan.

  Micha menghembuskan napasnya setelah berada di luar gedung kampus. Seharusnya Micha merasa marah. Namun, gadis itu tidak bisa melakukannya.

  Alih-alih merasa marah, Micha menyetujui perkataan teman-teman sekelasnya tadi.

  Mark terlalu banyak menghabiskan waktunya dengan Micha. Bisa saja Mark benar-benar bosan padanya, kan? Lagipula, mereka benar. Micha adalah gadis yang membosankan. Tidak ada spesialnya sama sekali.

  Micha sudah sering mendengarnya sehingga dia terbiasa. Namun, bukan berarti Micha tidak merasa sakit.

  Faktanya, Micha sangat ingin menangis.

  Dia teringat dulu Mark akan melindunginya dari cemoohan orang-orang. Sekarang, Mark pasti sedang bersenang-senang dengan teman-temannya. Micha tidak ingin menganggu Mark.

  Micha memutuskan untuk pulang saja. Masih ada empat jam lagi sebelum kerja paruh waktunya. Micha merasa sepi berjalan sendirian.

  Biasanya, Mark tidak akan membiarkan suasana sepi di antara mereka. Mark akan membicarakan apa saja. Bahkan, Mark sering mengomentari hal apapun yang melintas di matanya.

  Seperti ketika melewati sebuah taman. Mark akan berkomentar mengenai bunga-bunga di sana. Atau ketika melewati gedung-gedung, Mark akan mengagumi betapa tingginya gedung-gedung tersebut.

  Sekarang, Micha sendirian.

  Micha mencoba maklum. Mungkin akhir-akhir ini Mark ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Itulah mengapa Micha tak ingin mengganggu mereka.

  Setetes air jatuh ke atas kepala Micha. Gadis itu mendongak dan mendapati langit menggelap. Tetes-tetes air berjatuhan semakin deras.

  Ah, hujan rupanya.

  Micha menghembuskan napasnya, teringat bahwa dia dan Mark sering kehujanan di jalan. Namun, mereka akan saling tertawa.

  Kali ini, Micha ingin menangis.

  Gadis itu mencoba menahan tangisnya. Biarlah hujan ini yang mewakili air matanya. Biarlah tetes-tetes air ini sampai kepada Mark, walaupun pemuda itu takkan menyadari bahwa itu adalah perwujudan rasa pilu di hati Micha.

•••

ehehehe

The Love We Had ▪ Mark Lee✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang