Teruntuk kamu,
Seseorang yang pernah melengkapi hidupku. Seseorang yang menerbangkanku setinggi angkasa, kemudian menjatuhkanku hingga remuk redam. Seseorang yang kukira sungguh, namun ternyata hanya singgah.
Jika kutahu kita akan berakhir, seharusn...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
•••
Seluruh angannya membiru, terbang pelan menuju angkasa, lalu hinggap di awan. Dan Micha mendapati dirinya menatap ke atas langit, memantulkan warna melewati matanya.
Ah, rupanya langit sedang berbahagia hari ini.
Tentu saja, ada Mark Lee di sini. Dunia tak punya alasan untuk bersedih jika ada Mark Lee.
Burung-burung dengan malu mengintip Mark dan Micha dari balik dahan. Dan pohon itu. Berdiri sendirian, terlihat bodoh. Menatap iri pada Micha yang ditemani oleh Mark.
Sudah berapa lama, ya? Mungkin satu minggu, Mark mendekati Micha. Merayap pelan, mencoba untuk memasuki hati Micha.
Tapi, Mark Lee itu bodoh. Sampai saat ini, dia tidak berani menelepon Micha. Padahal, dia sudah punya nomor telepon gadis itu. Ah, Mark. Seharusnya kamu lebih berani.
"Mark, kamu melamun, ya?"
Mark terhempas kembali ke dunia nyata. Gadis itu penyebabnya. Intonasi cerianya yang terdengar hangat di telinga Mark, dengan mudah menghancurkan seluruh dunia fantasi yang dia cipta.
"Ah iya, maaf," kata Mark.
Senyum itu lagi, Mark berdebar melihatnya. Gadis di sampingnya ini sangat cantik.
"Bersantai di bawah pohon seperti ini ternyata menyenangkan," celetuk si gadis yang katanya suka tersenyum.
"Biasanya aku ke sini dengan teman-temanku," sahut Mark.
"Lalu, mana mereka?"
"Kutinggalkan."
Sebuah kerutan tercipta di kening Micha. "Mengapa?"
"Supaya bisa bersamamu."
Sudahlah, jantung Micha lelah berdetak kencang. Rasanya, jantung itu ingin menubruk tulang rusuknya sendiri dan melompat keluar. Mark Lee, jangan katakan hal seperti itu.
"Kamu meninggalkan teman-temanmu demi aku?" tanya Micha. Matanya mengedip lucu, dan bintang di sana kembali mengerling.
"Kamu kan juga temanku."
Sebentar, suara retakan apa itu? Oh, hati Micha rupanya.
Mark melirik Micha, memperhatikan reaksi si gadis. Dapat! Kena kamu, Micha. Mark telah mendapat respon yang dia inginkan.
"Tapi, semoga saja nanti bukan begitu lagi, ya?" Mark berkata tiba-tiba.
Sepertinya, otak Micha telah berhenti bekerja sedari tadi setelah Mark menatapnya. Gadis itu menelengkan kepala, terlihat kebingungan.
"Mark, apa maksudmu?"
Mark pura-pura tidak mendengar. Dia malah celingak-celinguk, berusaha menutupi rasa malu. Mark hampir saja membongkar rahasianya sendiri. Bahwa dia tertarik dengan gadis itu.
"Wah, sepertinya ada yang berbicara, ya?" Mark pura-pura bodoh.
Micha mendecak sebal. "Hei, Mark Lee! Jangan pura-pura tidak melihat, ya!"
"Hiiiiy ada yang berbicara tapi tak ada orangnya!"
"Mark Lee!!!"
Dan suara tawa Mark mengudara, membawanya masuk ke telinga Micha. Suara tawa itu, ingin dia dengar selama beratus-ratus tahun. Suara tawa itu, dialah penyebabnya.
Bolehkah Micha berbangga?
"Harusnya kamu melihat wajah kesalmu itu," kata Mark. Matanya mengerling jenaka.
"Kalau aku tidak bersikap menyebalkan," kata Mark, terdengar agak serius, "kamu pasti akan bosan denganku."
Dan, terkunci.
Micha mengunci mata Mark dengan tatapannya. Lembut, teduh. Tak ada yang bisa mendeskripsikan seindah apa galaksi yang terperangkap dalam bola mata Micha. Mark terseret, tersedot ke dalam lubang hitam. Tak ada jalan keluar.
Dan senyum Micha, menghempaskan seluruh kewarasan Mark sampai ke ujung jurang paling dalam.
"Percayalah, Mark." Micha bersuara, hampir-hampir seperti bisikan. "Kamu tidak membosankan."
"O-oh ... " Kehilangan kata-kata, Mark Lee. Terlihat bodoh. Kini, burung-burung menertawakan Mark Lee diam-diam. Terhibur melihat Mark Lee dibuat terpaku oleh seorang gadis cantik. Si gadis yang katanya suka tersenyum.
Dan dia, tersenyum lagi.
"D-dusta." Hanya itu yang dapat Mark katakan.
Micha mengerjap pelan. Bintang di matanya bersinar lebih terang.
"Aku sedang tidak berdusta, Mark."
Memang benar. Kali itu, Micha sedang tidak berdusta.
"Apa kamu selalu seperti ini, Micha?"
"Seperti apa?"
"Membuat jantung orang lain berdegup kencang."
Micha meloloskan kekehan kecil. "Tidak, hanya kepada kamu, Mark."
Mark memotret Micha dalam kepalanya, agar dia bisa selalu mengingatnya. Berusaha tak melewatkan satu detail kecilpun dari gadis itu. Rambut panjangnya. Kedua matanya. Hidung, telinga, bibir. Seluruh figur Park Micha.
Pada akhirnya, Mark menampilkan senyumnya. "Sudahkah ada yang mengatakan padamu, kalau kamu terlihat sangat cantik?"
Kata-kata Mark kala itu,
akan Micha ukir selamanya di dalam hati.
•••
mark udah bisa ngalus guys
btw gimana part ini? comment apapun pendapat kalian ya. makasih❤
btw lagi, ini terinspirasi dari kisah nyata...........