6. Menikah?

5.8K 341 4
                                    

Mereka bertiga saling berpandangan. Melirik satu sama lain. Setelah itu mereka mulai meluruskan pandangannya kembali.

"Berdasarkan surat keputusan hukum. Disini dijelaskan bahwa Bapak Antonio Bagaskara Aurelia mewasiatkan---"

"Tunggu dulu"

Perkataan pria berumur tiga puluhan itu terhenti kala Ana memotong ucapannya.

"Kalian itu siapa? Dan apa-apaan kalian datang-datang langsung berkata tentang surat wasiat grandpa?" Ana bertanya dengan raut wajah tidak percaya. Bagaimana bisa ada orang yang tiba-tiba datang kerumahnya dan berkata tentang surat wasiat kakeknya sedangkan dirinya tidak tahu apa-apa? Atau bahkan mungkin Mamanya dan Ara juga tidak tahu apa-apa? Atau apakah dia yang terlambat pulang jadinya informasi yang dia dapatkan hanya setengahnya?

Ana rasa tidak. Begitu ia melihat wajah kebingungan yang sama ditampilkan dari Mamanya dan Ara sama dengan dirinya, penuh keingintahuan. Ana yakin Mamanya dan Ara belum tahu apa-apa karena dua orang didepannya ini pasti belum memberitahukan apa-apa.

Pria berumur tiga puluh tahunan itu menghela nafas. "Baiklah, sebelumnya saya minta maaf karena belum memperkenalkan diri." Pria itu menarik nafasnya kembali "Perkenalkan nama saya Ferdinan Aryanto dan yang berada disebelah saya ini adalah Tuan Besar keluarga Abantara, Leonardo Abantara. Tujuan kami datang kesini adalah untuk membicarakan surat wasiat perjanjian antara Tuan Aurelia dengan Tuan Abantara"

"Grandpa punya wasiat perjanjian?" Tanya Ara.

"Ya"

"Apa isi wasiat perjanjiannya?"

Ferdinan dan Leonardo sama-sama saling berpandangan. Kemudian Leonardo menganggukan kepalanya tanda menyetujuinya. Ferdinan mengulurkan tangannya meraih kotak kacamata didalam tasnya. Setelah itu dia memakainya.

"Disini dituliskan bahwa 'Saya selaku kepala keluarga Aurelia, Antonio Bagaskara Aurelia. Menuliskan surat wasiat ini sebagai perjanjian tertulis dengan Bapak Leonardo Abantara. Bahwasanya saya akan menikahkan cucu saya yang bernama Anastasya Aurelia dengan cucu saudara Leonardo Abantara, jika cucu saya sudah genap berusia delapan belas tahun. Tidak perduli apapun rintangannya saya akan tetap menikahkan cucu saya dengan cucu saudara Abantara, karena perjanjian ini sudah terikat perjanjian darah' "

Pria tiga puluh tahunan itu menurunkan kacamatanya lalu meletakannya kembali kedalam kotak diiringi dengan melipat berkas yang tadi sudah dibacanya kemudian meletakannya diatas tas yang sudah tergeletak diatas meja.

Ana melebarkan matanya. Apa-apaan ini?! Bagaimana bisa mereka mengatakan bahwa kakeknya menuliskan surat wasiat perjanjian tentang pernikahannya tidak lebih tepatnya perjodohannya? Dan lebih parahnya lagi surat itu diiringi dengan perjanjian darah. Ini tidak mungkin, kakeknya tidak mungkin mengambil langkah ceroboh dengan menjodohkannya seperti ini. Mereka pasti berbohong.

Ana segera bangkit berdiri, menghiraukan tatapan kaget dari Mamanya dan Ara. Dia menunduk mengulurkan tangannya keseberang meja untuk mengambil berkas berisi 'wasiat perjanjian' kakeknya. Secepat kilat gadis itu mengambilnya. Setelah dapat dia menegakan kembali tubuhnya dan buru-buru membuka lembar berkas tersebut. Kali saja mereka salah membaca atau membawa berkas yang salah.

Kelerengnya bergerak kekanan dan kekiri membaca setiap kata yang tertera didalam berkas tersebut. Tak ingin tinggal diam Mamanya dan Ara juga ikut bangkit berdiri. Karena jujur saja mereka masih belum bisa percaya atas apa yang dikatakan pria yang bernama Ferdinan tersebut.

Makin lama kelerengnya bergerak kekiri-kanan hingga bawah tubuhnya makin merosot lantas terduduk kembali diatas sofa.

Bagaimana bisa kakeknya menjodohkannya seperti ini?

Invisible GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang