Ana mengeliat dalam tidurnya. Mengerang karena merasakan sesuatu. Berusaha untuk membalikan tubuh untuk mencari posisi yang nyaman. Kelopak mata itu malah terbuka sepenuhnya. Ana mengerjap beberapa kali. Jam berapa sekarang? Ana mengalihkan pandangannya menghadap jendela balkon yang masih terbuka. Menghantarkan hawa dingin malam yang menusuk lewat celah jendela balkon yang masih terbuka.Ana berkedip. Ternyata hari sudah mulai malam. Ana menengadah, memandang langit-langit kamar yang tampak gelap gulita karena Ana lupa menyalakan lampu utama kamar.
Ana bangkit duduk. Kemudian menyandarkan punggungnya disandaran kasur. Ana merenggangkan kedua tangannya kemudian melemaskan ototnya dan menguap lebar.
Ana menurunkan kaki jenjangnya untuk turun dari atas kasur. Tangannya terulur meraba kedepan agar tidak terpentok sesuatu atau pun terjatuh karena tersandung sesuatu. Ana mulai meraba-raba dinding kamar yang tampak gelap gulita. Ana tidak bisa melihat apa-apa kecuali sesuatu yang hanya disinari sinar rembulan.
Ana berkedip beberapa kali untuk bisa mengenali barang-barang disekitarnya karena terhalang gelap. Tangannya sibuk meraba-raba dinding agar menemukan stop kontak untuk menyalakan lampu utama kamar agar tidak gelap gulita.
Klik
Ana menekan tombol stop kontak saat tangannya sudah menemukan benda yang dicarinya. Seketika matanya terpejam saat insensitas cahaya yang terang benderang masuk kedalam kornea matanya. Setelah dipastikan dapat menyesuaikan, Ana mulai membuka matanya pelan-pelan, kemudian berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan kembali.
Saat sudah menyesuaikan,Ana melihat kesekeliling. Ternyata keadaannya masih sama saat Ana menjejakan kakinya pertama kali didalam kamar ini.
Ana kembali menguap lebar. Tangannya terulur kesamping untuk merenggangkan otot-ototnya yang masih kebas. Meliukan badannya kekiri dan kekanan agar tidak merasa pegal.
Klontang! Klontang!
Prang!Kegiatan meliukan bada kebawah terhenti. Ana kembali menegakan tubuhnya dan berkedip. Itu suara Bi Surti yang sedang memasak ya?
Ana menganggkat bahunya acuh. Ana menggelengkan kepalanya kekiri dan kekanan bermaksud untuk melakukan perenggangan otot leher. Namun, tiba-tiba matanya tidak sengaja menangkap jam dinding yang sudah menunjukan pukul setengah delapan lewat lima menit.
Ana kembali berkedip. Tadi Bi Surti bilang dia bekerja dari jam delapan pagi sampai jam empat sore. Lalu jika Bi Surti bekerja hanya sampai jam empat sore, terus yang klontang-klontang itu siapa? Masa tikus? Apartemen semewah ini ada tikusnya.
Ana menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin! Lalu yang berisik tadi siapa?
Apa jangan-jangan maling?!
Ana mulai panik sendiri. Ya ampun! Rumah sebagus ini bisa dimalingi?! Ya wajar saja sih! Namanya juga rumah mewah. Pasti selalu jadi incaran utama pelaku tindak kriminal.
Tidak boleh dibiarkan!?
Ana mulai melangkahkan kakinya keluar. Mulai berjalan mengendap-endap agar tidak terdengar oleh malingnya. Ana menempelkan punggungnya disekitaran dinding kemudian berjalan sepelan mungkin agar tidak ketahuan oleh malingnya.
Ana menuruni tangga secara perlahan. Badannya sedikit membungkuk disaat dia berjalan. Ana memasang telinganya lebar-lebar dengan pandangan was-was. Ada berapa banyak maling yang masuk kerumah?
Ana mengedip. Diundakan tangga terakhir, suara berisik itu semakin terdengar jelas. Ana memutarkan pandangannya, suara berisik itu berasal dari arah kirinya yang berarti arah menuju dapur. Jangan tanya Ana tahu dari mana, karena dia punya insting yang selalu mengatakan benar. Tapi, kenapa maling menujunya kedapur. Memang apa yang bisa dicari didapur sampai maling itu mau mencuri didapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible Ghost
Mystery / ThrillerKehidupan seorang Anastasya Aurelia harus berubah karena sebuah wasiat tertulis dari kakeknya. Dimana isinya adalah jika umurnya sudah mencapai 18 tahun dia akan dinikahkan dengan cucu salah satu sahabatnya yang sudah tertera didalam surat wasiat te...