16. Planning

7.4K 352 25
                                    

"Akhhh... "

Sreet!!!

Bruk!!!

Prang!!!

"SIALAN! SIALAN! SIALAN! DASAR TIKUS KECIL SIALAN!"

Seorang wanita tengah mengumpat, memaki dan menyerapahi hingga dadanya naik turun karena emosi. Mata wanita itu berkilat-kilat penuh amarah. Tangannya terkepal menahan dendam yang sudah menggerembul didalam dadanya. Berusaha meredam emosinya, namun nyatanya tidak bisa. Tangannya terulur menggapai vas bunga diatas meja lalu melemparkannya kedepan kaca meja rias, hingga membuat kaca yang tadinya utuh menjadi hancur berkeping-keping. Matanya mendelik garang dengan bibir mendesis penuh kedengkian.

"Akh... !"

Sekali lagi wanita itu mengamuk. Melemparkan semua barang-barang yang berada didekatnya kemana saja, hingga membuat benda-benda itu hancur berkeping-keping, berserakan dilantai.

Dadanya masih naik turun dengan emosi. Penampilannya sudah tidak serapi tadi. Dengan maskara yang luntur menodai bagian bawah matanya, lipstik merah menyalanya yang sudah melenceng kemana-mana, juga sanggul rambutnya yang sudah benar-benar kacau.

"Cukup Marina!"

Seseorang mengerentupsinya. Wanita itu mendongak, memandang dari pantulan cermin rias yang sudah tidak berbentuk. Disana, wanita itu bisa melihat seorang pria dengan kemeja hitam yang sedang melihat kearahnya dengan bersedekap. Tatapan pria itu dingin namun sedikit lembut. Dengan lengan kemeja yang sudah digulung sampai siku. Pria itu juga tampak sama berantakannya seperti dirinya.

"Apa menurutmu, dengan caramu melakukan semua ini akan menyelesaikan masalah yang terjadi?"

Wanita itu terdiam. Nafasnya masih naik turun tidak beraturan karena terlalu emosi. Mata wanita itu masih berkilat dengki dengan tatapan permusuhan yang begitu ketara. Mengepalkan tangannya karena amarah yang sudah sampai dipuncak ubun-ubun, bersiap untuk meledak kapan saja.

Melihat balik pria itu dari pantulan cermin rias yang retak, kemudian sang wanita mendesis sinis. "Ini semua itu salahmu!". Sang wanita berbalik, telunjuknya menuding. Berjalan mendekati pria yang hanya mampu berdiri diambang pintu karena ruangan itu sudah berubah menjadi tidak berbentuk. Wanita itu maju, mengabaikan pecahan kaca yang berserakan yang mampu sewaktu-waktu melukai kaki telanjangnya. Mata wanita itu berapi-api dengan keinginan membunuh yang begitu ketara.

"Ini semua itu salahmu!". Wanita itu menuding tepat didepan hidung pria yang hanya mampu berdiri diambang pintu dengan bersedekap. "INI SEMUA SALAHMU! SALAH PAPAMU! DAN SALAH KALIAN SEMUA!". Wanita itu berteriak murka. Dadanya terlihat naik turun kembali dengan cepat menandakan bahwa dia benar-benar emosi sekarang.

Sang pria mendekat, mencoba memegang sang wanita yang terlihat ingin kembali membanting barang-barang. "Ya. Ini semua memang salahku karena aku kecolongan. Salah Papaku dan salah semua orang. Tolong untuk kamu tenang lebih dulu dan kita cari solusinya sama-sama". Sang pria berbicara, berusaha untuk mendekati sang wanita yang masih tetap terdiam dengan dada yang terus naik turun.

Sang wanita mengabaikannya, memilih untuk pergi mendekati ranjang dan duduk diatasnya. Diusianya yang sudah lanjut membuat dia mudah lelah apa lagi tadi sehabis mengamuk besar.

Sang pria mengikuti, duduk disampingnya kemudian terdiam menunggu sang wanita bersuara. "Ini semua salah kamu! Dari awal aku sudah bilang untuk mengawasi si Tua Bangka itu, namun kamu mengabaikannya dan terlalu meremehkannya! KAMU LIHAT APA YANG TERJADI?! LIHAT SEKARANG"

Si wanita mulai kembali emosi. Dadanya kembali naik turun. Kulit wajahnya yang mulai timbul kerutan makin terlihat jelas. Bibir merah polesan lipstik merah darah itu mendesis dengan tatapan nyalang.

Invisible GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang