9. Marry Ghost

6.8K 426 7
                                    

Ana melihat dirinya sekali lagi dipantulan cermin besar miliknya. Ada sosok tubuh Mbah Marni juga yang sedang membantunya merias diri untuk melangsungkan pernikahan. Ana meringis pelan saat melihat hasil riasan tak sesuai apa yang dia inginkan. Riasannya terlalu tebal untuk vitur wajahnya yang masih terlihat lugu.

Matanya bergulir memandang jam dinding yang sudah menunjukan pukul 01.37 dini hari. Ana masih tidak percaya bahwa ia akan menikah pagi-pagi sekali. Saking paginya bahkan ayam jantan saja masih berlabuh dialam mimpinya.

Ana menarik nafasnya beras dan menghembuskannnya pelan. Setelah melalui rangkaian ritual-ritual yang menurut Ana 'nyeleneh'. Sampailah dipuncak acara yaitu periasan pengantin sebelum sampai kepelaminan.

Ana berfikir dia bisa bernafas lega karena ritualnya sudah berakhir. Namun nyatanya Ana salah, ritual itu bahkan belum dimulai sama sekali.

Ana melirik Mbah Marni yang sedang memasangkan sesuatu kesanggulnya. Wanita tua itu tampak sangat telaten dan hati-hati merias Ana.

Ana berkedip dua kali. Pernikahan ini benar-benar tidak bisa dimengerti oleh Ana sendiri. Tadi setelah selesai Mbah Narti 'menyabuninya'. Ana disuruh membersihkan diri lagi dibawah guyuran air dalam tong yang sudah disiapkan oleh Mbah Marni. Ana sebenarnya ingin menolak lantaran dirinya sudah kedinginan karena sudah berendam didalam bathrub terlalu lama ditambah Mbah Narti menyabuninya amat-amat pelan. Namun hal tersebut ia urungkan setelah melihat wajah Mbah Narti yang terlihat 'selalu' menyeramkan.

Ana disuruh duduk diatas lantai marmer kamar mandi yang dingin. Dan Ana hanya bisa mengikutinya tanpa perlawanan apapun, duduk manis diatas lantai marmer kamar mandi atas perintah Mbah Narti. Menghiraukan tubuhnya yang masih telanjang dan kedinginan yang seakan menusuk hingga sampai ketulang-tulangnya lantaran angin berdesir pelan.

Ana duduk membelakangi Mbah Narti yang sudah siap mengguyurkan air didalam tong ketubuh Ana menggunakan gayung kayu tradisional. Gayung kayu dengan bagian kepala menggunakan batok kelapa. Sedangkan tubuhnya disangga menggunakan kayu biasa yang dibuat tongkat kecil memanjang lalu ditusukan kebagain batok kelapa. Gayung yang zaman dulu biasa dipakai untuk memandikan seseorang yang sudah meninggal. Ana meringis saat melihatnya.

Dasar nenek gayung!

Ingin rasanya Ana menyumpah saat ini kepada wanita tua yang berdiri dibelakangnya lantaran ritual sialan ini tak kunjung selesai. Tidak tahu apa dirinya sudah amat sangat kedinginan!.

Mbah Narti mulai menyidukan air dalam tong dan mulai mengguyurkan airnya kepada Ana yang sudah gemetar menahan dingin. Bibirnya sibuk bergerak membaca sesuatu dengan terus mengguyur Ana tanpa ampun.

Ana hanya bisa memeluk lututnya akibat guyuran Mbah Narti yang tiada henti melanda tubuhnya. Bibirnya mulai membiru dengan gigi yang bergemelutuk hebat. Kulit-kulitnya pun sudah mulai mengkerut akibat kedinginan yang dirasakannya. Ana sudah tidak kuat. Jika ini terlalu lama ia bisa mati kedinginan!

Kepalanya sudah mulai pening. Pandangannya tampak memburam. Tubuhnya seperti mati rasa akibat kedinginan. Dan disaat sisa-sisa terakhir Ana akan pingsan. Mbah Narti menghentikan guyurannya tiba-tiba, dan langsung menarik tubuh Ana untuk berdiri.

Ana berusaha menyeimbangkan dirinya akibat tarikan Mbah Narti yang terlalu mendadak. Kepalanya terasa berputar akibat dihentak berdiri secara tiba-tiba.

Mbah Narti segera mengalungakan Ana menggunakan jubah mandi untuk membungkus tubuh Ana yang tampak bergetar hebat karena kedinginan. Tanpa sepatah katapun Mbah Narti membantu Ana untuk keluar kamar mandi untuk dipakaikan gaun pengantin. Ana sempat meliriknya sekilas. Kini kepalanya sudah tidak berputar lagi, namun dia masih bisa merasakan kedinginan itu menusuk tubuhnya. Ana merapatkan jubah mandi yang dikenakannya kemudian ikut melangkahkan kakinya keluar dibimbing oleh Mbah Narti yang selalu memegang kedua pundaknya.

Invisible GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang