10. Malam Pertama

9.3K 397 5
                                    


Ana melangkahkan kakinya masuk lebih dalam kedalam ruangan tersebut. Kelerengnya sibuk bergulir meneliti setiap sudut ruangan yang ada didalam ruangan itu. Sungguh kamar ini begitu rapi dan bersih untuk ukuran kamar seorang laki-laki.

Ana mendudukan dirinya ditepi ranjang. Tangannya terulur menyentuh kelopak mawar yang ditabur diatasnya. Seketika juga dia melebarkan senyumnya. Tempat ini benar-benar luas. Mungkin ukurannya bisa 5 kali lipat dari ukuran kamarnya. Bau maskulinnya pun begitu terasa, khas laki-laki dewasa.

Ana menyapukan matanya menatap kesekeliling. Warna dinding dominasi kamar ini berwarna hitam dan biru tua. Sekilas seperti sedang memandang langit dimalam hari. Benar-benar menakjubkan.

Ana mengalihkan pandangannya kekiri. Seketika itu juga ia dihadapkan oleh jendela balkon yang mengarah keluar. Ana bangkit berdiri lantas berjalan mendekati balkon yang pintu kacanya tampak terbuka. Ana menghentikan langkahnya saat sudah sampai diujung balkon. Tangannya terulur memegang penyangga ujung balkon. Ana mendongakan kepalanya lantas menyengga dagunya menggunakan satu tangan yang diletakan diatas penyangga balkon.

Kelerengnya memandang langit malam yang tampak indah disinari bulan purnama. Senyumnya seketika itu juga terbit. Ana memejamkan matanya menghirup angin malam yang tampak dingin. Wajah cantiknya tampak lebih cantik karena terkena sinar bulan purnama yang tampak sempurna dilangit malam sana. Meskipun tidak ada bintang satupun yang menemaninya, namun bulan itu tampak mengagumkan.

Entah sudah berapa lama Ana berdiri disana, berdiri diam menikmati sinar rembulan yang menerpa wajah cantiknya. Ana membuka matanya, memeluk kedua bahunya dan mengusapnya pelan saat dirasa angin berhembus semakin dingin.

Ana berbalik masuk kedalam kamar kembari setelah menutup pintu balkon. Dia lelah, ingin beristirahat sebentar. Jam sudah menunjukan puku 03.15 pagi. Tidur beberapa jam saja bisa kan ya. Dirinya benar-benar lelah setelah tadi melakukan serangkaian ritual 'aneh' hanya untuk melangsungkan pernikahan. Laki-laki yang berstatus menjadi suaminya pun entah dimana sekarang. Ana hanya ditinggalkan sendiri didalam sebuah kamar yang besar ini. Tapi terlepas dari itu Ana bersyukur setidaknya dia tidak perlu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri hari ini. Dirinya benar-benar butuh istirahat.

Ana membuka pintu lemari yang ukurannya tiga kali lipat dari pada ukuran lemarinya dengan tiga pintu geser. Disana ada begitu banyak pakaian wanita yang masih baru, dibuktikan dengan bandrol harga yang masih tertera diujung setiap pakaian.

Ana mengulurkan tangannya, mengambil piyama bergambar doraemon dengan corak dominasi warna gelap. Dirinya memandang sebentar piyama itu, kemudian terkekeh geli. "Doraemon..." gumamnya. Setelah itu Ana melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur.

Tak butuh waktu lama Ana mengganti pakaiannya. Kini Ana sedang bersiap untuk istirahat. Ana menurunkan sangulnya, menggerai rambutnya lalu membersihkan sisa make up yang melekat diwajah berisinya.

Setelah dirasa sudah selesai Ana melangkahkan kakinya mendekati ranjang. Menyibakan beberapa kelopak bunga mawar, lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang berukuran besar.

Menarik selimut lantas menaikannya sampai dada. Setelah itu matanya terpejam untuk istirahat sejenak.

.

.

.

.

.

.

Entah sudah berapa lama Ana tertidur. Ana tidak tahu, yang pasti saat ini Ana merasakan seperti ada sesuatu yang sedang meneliti wajahnya.

Seperti sebuah telunjuk dingin yang sedang menelusuri setiap inci wajahnya. Mulai dari dahi, lalu turun kerahang dan berakhir didagunya. Ana merasakan seperti dagunya terangkat keatas. Ana mulai mengerutkan kening saat dia merasakan hidungnya diterpa sebuah hembusan nafas dingin seseorang. Ana mulai panik.

Invisible GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang