#22 Sparing Time

20.8K 3.3K 1.1K
                                    

"Sometimes you're ahead, sometimes you're behind." — Mary Schmich

"Ada tambahan?" tanya seorang perempuan dari balik konter di hadapanku yang merupakan pegawai minimarket bagian kasir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada tambahan?" tanya seorang perempuan dari balik konter di hadapanku yang merupakan pegawai minimarket bagian kasir.

Aku menggeleng cepat. "Enggak, udah, itu aja."

"Pakai plastik nggak?"

Kali ini, pertanyaannya tidak langsung kujawab. Perlu waktu beberapa detik untuk menyadari kalau barang yang kubeli cukup besar dan tidak muat kalau harus memaksa masuk ke dalam tas punggung kecilku ini. Akhirnya, aku memutuskan untuk memakai kantung plastik dan mengangguk menanggapi perempuan itu.

Oh, aku merasa bersalah pada bumi, tapi sungguh, menggunakan plastik tidak masuk ke dalam daftar rencanaku hari ini.

"Kartu membernya ada, Kak?"

"Nggak ada, Kak."

Aku merogoh dompetku, mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan untuk membayar dua botol air mineral berukuran satu setengah liter yang telah dibungkus oleh kasir minimarket itu ke dalam sebuah kantung plastik besar berlogo minimarket tempatku berada sekarang.

Minimarket ini terletak di seberang gedung olahraga yang sering digunakan untuk latihan khusus atau bahkan pertandingan besar oleh anak-anak UKM olahraga. Di sore hari begini, minimarket cukup ramai dikunjungi pelanggan. Selain karena letaknya yang strategis di sudut perempatan jalan, jam pulang kerja juga membuat beberapa orang yang pulang mampir sebentar. Ada yang belanja, mengambil uang dari mesin ATM di sudut minimarket, atau bahkan sekadar menumpang meneduh dari teriknya sore di luar.

Memasuki pertengahan Oktober seharusnya hujan mulai turun teratur, tapi sepertinya dia masih belum siap. Efeknya, suhu udara pun cenderung panas di sepanjang hari. Sinar matahari juga terasa menyengat kulit. UV-nya seolah semakin aktif menyerang manusia.

"Makasih," ujar seseorang di barisan kasir sebelahku yang baru saja menyelesaikan transaksinya sementara aku masih menunggu uang kembalian dari kasir di hadapanku.

Aku menoleh, bukan karena iseng karena rasa ingin tahuku tidak sebesar itu untuk repot-repot menengok demi orang lain di depan kasir yang berlainan. Kepalaku tergerak karena otakku merespon suara yang baru saja kudengar sebagai sesuatu yang pernah ada dalam memorinya dan menyuruhku untuk memastikan apakah memang benar dia orang yang pernah kutemui.

"Anne?" panggilku pada perempuan yang tingginya lebih kurang sama denganku dan hampir berlalu meninggalkan kasir sebelah.

Dia menoleh, menatapku dengan serius. Sinar matanya mendadak berbinar setelah menyadari kalau aku yang memanggilnya barusan.

"Wah, beneran Anne!" seruku, lalu aku mengambil uang kembalian yang diberikan oleh kasir di depanku.

Anne, aku bertemu dengannya dua tahun yang lalu dalam ajang olimpiade yang aku ikuti. Timnya berhasil meraih juara kedua saat itu. Perkenalanku dengannya bermula saat kami sama-sama berdiri di atas panggung untuk menerima penghargaan tiga juara teratas.

[1] Seminar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang