#25 Fever

22.8K 3.4K 887
                                    

"The way get started is to quit talking and begin doing." — Walt Disney

Kantin jurusan Johnny di jam istirahat siang begini padat pengunjung, sampai tidak satu pun bangku kosong terlihat hilalnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kantin jurusan Johnny di jam istirahat siang begini padat pengunjung, sampai tidak satu pun bangku kosong terlihat hilalnya. Semua bangku kantin sudah diakuisisi oleh mahasiswa-mahasiswa yang mayoritas berkacamata. Mereka menunduk, menatap layar laptop hingga kepala mereka membentuk sudut mendekati 45 derajat. Jemari mereka aktif bergerak di atas keyboard. Ada yang sibuk mengetikkan program, ada juga yang sekadar merampungkan pembahasan skripsinya untuk sesi bimbingan berikutnya.

Berbanding terbalik dengan kantin jurusanku yang sangat ramai dan berisik (bahkan di jam perkuliahan), di sini semuanya justru sangat tenang. Beberapa di antara mereka berkumpul dalam satu meja panjang yang memuat delapan bangku yang terbagi di kedua sisi meja, tapi tidak ada segelintir percakapan yang terdengar di sini. Mereka tenggelam dalam fokus mereka masing-masing.

Kalau dilihat sekilas, suasana kantin Johnny saat ini justru lebih pantas dianggap sebagai situasi ujian berbasis komputer. Atau mungkin perpustakaan khusus programmer yang senyap tanpa percakapan, hanya ada suara ketikan keyboard. Sesekali suara piring yang beradu dari dapur kantin terdengar samar-samar. Pokoknya, sangat tidak mencerminkan suasana kantin pada umumnya karena kelewat hening.

Terlalu serius.

"Kalian lagi debugging doang, kan?" tanya Johnny pada dua orang mahasiswa yang tampak fokus menatap layar laptopnya, disusul anggukan dari orang yang ditanya. "Minggir sana! Cari ilham ke perpus atau nggak ngecek bareng dosbing aja, gih! Gue butuh bangku buat ngerjain tugas negara. Enyahlah lo-lo pada dari sini!"

Dua orang itu memandangi Johnny dengan tatapan kesalnya seperti ingin mengomel, tapi urung karena tak lama kemudian salah satu dari mereka menepuk pundak yang lainnya seolah memberi kode, lalu beranjak dari duduknya, menyambar tas dari lantai, mengangkat laptop, dan berjalan meninggalkan bangku yang semula mereka tempati.

"Jahat banget lo, John!" Aku mengambil alih tempat duduk yang baru saja kosong ditinggal. "Gue jadi nggak enak nih sama mereka. Kalo ternyata mereka lagi urgent gitu gimana?"

"Biasa aja, Rin. Mereka cuma ngecek error di program mereka. Sama aja kayak lo ngecek tipo di pembahasan skripsi lo," kata Johnny sambil mengeluarkan laptopnya dari tas ke atas meja, menyusulku yang lebih dulu menyalakan laptop. "Di perpus bisa, di taman bisa, dan kalo emang mau, di emperan kelas juga bisa."

Aku mendengus pelan. "Kita juga sama sebenernya. Masukin nama peserta ke format registrasi kan juga bisa di perpus, di taman, di mana lagi kata lo tadi—oh, di emperan kelas. Dan malahan kita lebih fleksibel karena nggak perlu ketelitian ngecek error kayak mereka."

Johnny menghela napas panjang. "Ya udah, lo mau gue panggilin mereka berdua buat ke sini dan duduk lagi di sini, terus kita ngerjain di emperan kelas atau deket air mancur depan sana? Gitu?"

[1] Seminar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang