"Kau marah?"
Adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir Taehyung usai memberitahu Seokjin bahwa dirinya akan pergi ke Seattle, membereskan barang-barang Daeho sekaligus melihat apakah ada sesuatu yang ganjil di sana,
ーbersama Namjoon.
"Tidak. Kenapa aku harus marah?" Seokjin bertanya balik.
"Karena aku perginya bersama.... Namjoon-hyung?"
Gerakan Seokjin yang tengah membantu Taehyung mengepak pakaian terhenti, lantas ia berbalik menghadap adik tersayangnya tersebut dan bertanya dengan dahi terlipat, "Terus? Kalau kau pergi dengan sepupu Daeho itu, kenapa aku harus marah?" Seokjin terdiam sejenak, menggeleng kecil dan melanjutkan lagi pekerjaan yang sempat tertunda. "Ada-ada saja. Siapa juga yang marah," gerutunya sambil lalu.
Mendengar Seokjin, Taehyung tidak lagi berkomentar. Seokjin memang tidak pernah blak-blakan tentang perasaannya, karena Taehyung sendiri mengetahuinya diam-diam dari kilatan samar yang sering terbaca saat Seokjin bersembunyi, dulu.
Apa mungkin perasaannya sudah berbeda sekarang?
Dengan gerakan ragu, diambilnya handuk dan beberapa pakaian dalam, lalu yang lebih muda turut membantu sang kakak mempersiapkan barang yang akan dibawanya.
"Maaf aku tidak mengajakmu. Bukan tidak mau ditemani, tapi Hyung pasti akan kerepotan jika ijin bekerja dalam waktu lama. Mana kan tidak enak kalau biaya kita berdua nanti semuanya ditanggung sama Paman dan Bibi."
"Aku juga tidak mau sih sampai merepotkan Paman dan Bibi masalah biaya. Kalaupun harus pergi menemanimu, aku bisa kok pakai biaya sendiri."
Nah itu dia, Taehyung memutar bola mata. Ia tahu Seokjin begitu matang mempersiapkan finansial bagi mereka berdua, apalagi dia adalah tulang punggung keluarga. Dan lelaki itu juga pasti punya rencana tersendiri untuk masa depannya. Kalau tiba-tiba tabungannya berkurang hanya untuk menemani Taehyungーyang pasti jumlah yang akan keluar cukup banyak karena perjalanan mereka nanti tidaklah sebentarーTaehyung bisa rikuh malah ending-nya. (Walaupun Seokjin juga pasti tidak akan mempermasalahkan hal tersebut).
"Hm, iya sih... Tapiーya sudahlah, biar Namjoon-hyung saja yang menemani. Lagipula aku janji akan jaga diri di sana. Kau pasti mengkhawatirkan adik manismu ini, kan?"
Seokjin mendengus, menempeleng pelan kepala Taehyung, lalu tersenyum, "Awas kalau sampai macam-macam di sana. Jangan hambur-hamburkan uang Paman dan Bibi buat senang-senang. Ingat apa yang jadi tujuan utamamu."
"Hmm..." Kepala Taehyung terayun lucu. Sekali lagi Seokjin terkekeh dan menambahkan,
"Hyung akan susul jika kerjaan sudah beres. Seminggu cuti kurasa tidak akan ada masalah."
"Eh?" Bola mata Taehyung sontak melebar. "Wait.... mau nyusul? Duh, apa tidak buang-buang uang namanya? Lagipula kan sudah ada Namjoon-hyung?"
"Memang salah kalau mau menemani adik sendiri? Bagaimana kalau sepupu Daeho itu mengambil kesempatan untuk melakukan sesuatu terhadapmu?"
Jantung Taehyung seperti berhenti berdetak. Seokjin tidak pernah tahu apa yang pernah Namjoon lakukan padanya dulu, dia memang sengaja menyembunyikannya dari Seokjinーatau jangan-jangan.... Seokjin sebenarnya tahu?
"I-itu...."
"Bercanda," tawa Seokjin lepas ke udara. Renyah sekali suaranya, sampai-sampai Taehyung nyaris saja mengutuk kakaknya tersebut. Namun yang dilakukannya justru hanya menutupi kegelisahan dengan beranjak menuju kamar mandi, mengambil beberapa perlengkapan untuk dibawa ke Seattle dengan omelan yang membuat Seokjin terkikik gemas.