Part - 09

772 120 36
                                    

Dalam tidurnya, Taehyung memimpikan Kim Daeho. Lelaki tampan itu tengah berada di maze garden, begitu mencolok di antara hijaunya tanaman dengan celana khaki dan pakaian putih yang berkibar.

Wajah pucatnya tampak keruh. Ia tersenyum tapi tidak sepenuhnya tersenyum, membuat Taehyung bertanya-tanya dalam hati,

ーapa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu, Kim Daeho?

Taehyung tidak akan mempermasalahkan jika memang Daeho menyukainya lebih dari sekadar sahabatー

ーoke, mungkin sedikit mempermasalahkan, karena Taehyung juga tidak tahu apa yang Daeho sukai dari dirinya, tapi bukankah hal itu bisa dibicarakan baik-baik?

Apa benar hanya karena itu? Hanya karena menyukai Taehyung, tidak ingin mengecewakan Taehyung, lantas Daeho memilih untuk menjauh dan mengakhiri hidup?

Ini tidak masuk akal, sungguh, Taehyung berbisik dalam hati. Tidak mungkinーKim Daeho tidak selemah itu. Taehyung kenal Daeho sejak lama. Dia punya pribadi yang kuat dan justru yang paling sering mengajarkan Taehyung untuk positive thinking.

Lalu.... kenapa?

Saat dirinya hendak menyambut uluran tangan Daeho, sesuatu yang dingin menyentuh pipinya perlahan. Taehyung membuka mata beberapa jam setelah ia tertidur dan mendapati Namjoon berjongkok di sampingnya.

"Bangun baby bear, ini sudah siang."

"Emh?"

"Hoseok sudah datang. Dia sedang mengutak-atik laptop milik Daeho sekarang."

Mata Taehyung menyipit, coba untuk menyesuaikan pandangan dengan jumlah cahaya yang masuk. Ia ingat, kemarin Namjoon sudah berjanji untuk menghubungi salah satu sahabatnya di Seattle, yang kebetulan paham betul akan masalah komputer.

Lelaki muda itu merenggangkan badan sejenak. Tertidur di sofa sungguh membuat persendiannya pegal luar biasa.

"Ah, Hoseok...hyung ya?" Dilihatnya Namjoon mengangguk seraya menarik selimut milik Taehyung, "sudah dari tadi?"

"Lumayan, sudah satu jam yang lalu," jawab Namjoon. Selimut milik Taehyung dilipat dan diletakkan pada lengan sofa, "Dia ada di ruang tamu sekarang. Mau ikut melihatnya bekerja?"

Kepala Taehyung terayun. Setengah menyeret langkah ia lantas membuntuti Namjoon yang mampir sejenak ke dapur untuk menyiapkan snack karbo dan minuman hangat bagi sang tamu.

"Kemarin kau belum cerita padaku Tae, apa yang terjadi di rumah Jimin?"

"Huh?"

Namjoon mengerling padanya sekilas, kemudian beralih mengiris sebatang classic baguette tapi pisaunya tidak mau tembus. Ia berdecak pelan, "Matamu bengkak sewaktu aku jemput. Sepanjang jalan kau hanya diam, dan begitu sampai rumah kau langsung tidur seperti orang mati. Aku,"

Jeda sejenak, Taehyung buru-buru merebut pisau dari tangan Namjoon sebelum lelaki itu berakhir mengiris jarinya sendiri, "aku khawatir melihatmu seperti kemarin, Tae. Maaf kalau kau risih karena aku terlalu ikut campur, hanya sajaー"

"Tidak ada apa-apa, Hyung," potong Taehyung. Cuilan baguette gagal potong milik Namjoon disajikan dalam sebuah piring keramik kotak. Taehyung memotong baguette yang satu lagi lebih rapi, "Aku dicakar Choonhee, ingat?" Dia memiringkan leher, membiarkan Namjoon melihat bekas cakar sepanjang lehernya, "ーdan ini sakit. Makanya kemarin sempet nangis."

Air muka Namjoon tampak ragu, "Yakin hanya karena itu?"

"Yakin," Taehyung memasang senyum tipis. "Lagipula jangan remehkan aku, Hyung. Begini begini aku juga pandai berkelahi, tahu. Kalau memang Jimin usil sekali pun, dia juga yang nantinya bisa babak belur."

ClairvoyantWhere stories live. Discover now