Sejak ditinggal oleh Taehyung, Seokjin jadi benar-benar gila kerja. Hari ini dia membersihkan seluruh ruangan rumah berturut-turut, mengangkut pakaian kotor dan mencucinya dengan mesin, menyetrika seluruh pakaian kering, membersihkan tegel persegi di dapur dengan spons karet, dan masih banyak lagi.
Seokjin terus menyibukkan diri sampai tidak ada pekerjaan lagi, dan rumah jadi sebersih saat dia dan Taehyung menempatinya pertama kali.
Ternyata sepi sekali kalau Taehyung tidak di rumah ya, keluh Seokjin dalam hati, dipandanginya televisi namun tidak ada keinginan untuk menghidupkan sama sekali. Setelah merebahkan tubuh yang terasa remuk pada sofa, ia tidak tahan untuk meraih ponsel dan menghubungi seseorang.
"Taetae?" Seokjin sudah siap mengomel padahal sambungan baru terangkat, "sudah beneran lupa sama Hyung, ya? Tidak pernah menelepon lagi, tidak mengirim pesanー"
"Ah? Seokjin?"
Mulut Seokjin mendadak beku,
"Ini Namjoon. Maaf aku lancang mengangkat panggilan darimu. Taehyung sedang tidur dan aku tidak tega membangunkannya."
Tidur? Bukannya di sana sudah siang ya?
Dahi Seokjin berkerut dalam, "Ah, tidak apa-apa, Namjoon-ah. Maaf mengganggumu, tapi apa adikku baik-baik saja? Beberapa hari lalu saat kau cerita juga dia sedang tidur kan?"
Ada jeda cukup lama yang membuat Seokjin jadi gelisah tanpa sebab. Dia bahkan bisa mendengar deru napas Namjoon tertahan sejenak.
"Dia... tidak apa-apa. Hanya kurang tidur, danー"
"Dapat penglihatan, ya?" sela Seokjin. Tidak tahu kata-kata apa yang tengah disusun Namjoon, tapi Seokjin mendapat feeling pasti ada sesuatu yang membuat Taehyung belakangan jadi sering tidur seperti yang beberapa hari lalu pernah diceritakan Namjoon. Suatu kebiasaan bagi Taehyung ketika pikirannya terlampau lelah, maka ia akan jadi lebih sering tidur dan durasinya juga bisa sangat lama.
"Um, ya," aku Namjoon, "maaf baru memberitahumu, Jin. Bukannya mau bohong atau apa, tapi Taehyung mewanti-wantiku untuk tidak membuatmu khawatir."
Decakan samar keluar dari bibir Seokjin. "Anak itu," keluhnya, "kalau seperti itu caranya malah aku jadi kepikiran, Namjoon-ah. Apa lagi yang dilihatnya sekarang?"
Cerita Namjoon lantas diawali secara detail pada Seokjin tentang bagaimana Taehyung melihat Daeho yang begitu frustasi di depan laptop. Minus pada kenyataan bahwa Daeho sebenarnya jatuh cinta pada Taehyung, tentu saja, karena Seokjin bisa-bisa kena serangan jantung nanti. Dan ketika cerita sampai pada kesimpulan bahwa ada kelompok-kelompok tertentu yang mendukung Daeho untuk bunuh diri, Seokjin mendadak pusing sebelah kepala. Bisa dia bayangkan betapa hancurnya perasaan Taehyungーanak itu pasti tengah tertekan hebat saat ini.
"N-Namjoon,"
"Ya?"
"A-aku akan ke sana minggu ini."
Di seberang sana, Namjoon melebarkan mata, kaget. "Seokjin? Maaf, bukannya aku mau mengaturmu atau bagaimana, tapi kalau Taehyung yang kau khawatirkan, kau tidak perlu cemas. Bukannya kau sendiri bilang sedang banyak pekerjaan di kantor?"
Seokjin mengubah posisi tidurnya menjadi posisi duduk. Dipijatnya kepala yang terasa pusing. "Masalah pekerjaan bisa kuatur, Joon. Tapi adikku saat ini yang terpenting. Semakin sering dia dapat penglihatan atau memaksakan diri untuk melihat sesuatu, maka itu bisa menguras energinya. Dia itu sedikitーspesial. Dan aku tidak mau kalau dia sampai sakit di sana. Kau.... mengerti maksudku kan?"
"Akuーtahu," hembus napas Namjoon terdengar berat. Lelaki itu seperti bingung mau berkata apa, dan Seokjin sudah buru-buru menyela lagi.
"Maaf Namjoon-ah. Bukannya aku tidak percaya padamuーaku percaya kau sangat menjaga Taehyung, tapi aku tahu bagaimana adikku. Dia satu-satunya yang kumiliki sekarang, dan sudah jadi kewajibanku untuk memastikan kondisinya secara langsung."