Cinta memang aneh, namun memiliki banyak cerita indah di dalamnya.
-Surrender-
***
Prilly mengulas senyum terbaiknya kala retinanya melihat raut bahagia yang terpancar dari wajah cantik adiknya. Hari ini merupakan hari pertama Syifa kembali bersekolah setelah beberapa hari rawat inap di rumah sakit. Ia harus banyak terimakasih kepada sosok pria yang merangkul pinggangnya dengan erat ini. Karena dia, adiknya disekolahkan di SMA ternama dengan biaya yang astagfirullah membuatnya usap dada. Sekolah baru adiknya kali ini berbeda jauh dari sekolah adiknya yang lama.
Sebenarnya Prilly tidak setuju dengan pendapat Ali yang akan memindahkan adiknya ke sekolah ternama dimana hanya anak sultan yang berani sekolah di sekolah yang Ali rekomendasikan ini. Tapi, sekali lagi Prilly ingatkan pada dirinya sendiri jika Ali lah yang berkuasa atas hidupnya. Sehingga pendapatnya bagaikan angin lalu bagi Ali.
Namun, Prilly cukup senang melihat pancaran bahagia dari retina adiknya. Adiknya sangat antusias memperkenalkan diri di depan teman-teman barunya. Sedangkan ia dan Ali menatap adiknya dari kejauhan dengan alasan, Ali malas berhadapan dengan orang-orang yang jauh dibawahnya. Sebut saja Ali kelewat angkuh dan sombong, sayangnya Ali tetaplah Ali, pria sukses dengan sejuta kesuksesan.
"Ayo pulang, " gumam Ali yang semakin mengeratkan rangkulannya di pinggang Prilly.
Prilly ingin menolak, sayangnya ia kalah cepat dengan Ali yang kembali membuka suara.
"Pulang sekarang juga! Guru-guru disini natap kamu dan aku gak terima!" Geram Ali sembari menatap sinis salah satu guru laki-laki yang lewat di hadapannya dan Prilly.
Prilly menelan ludahnya kasar. Yang Ali katakan memang benar. Tapi, apa salahnya jika ia berlama-lama disini untuk mengawasi adiknya?
"Aku takut Syifa kembali drop."
Entah mendapat keberanian darimana, tiba-tiba saja Prilly menyerukan suara hatinya yang sukses membuat rahang Ali mengetat.
"Pulang sekarang! Jangan pancing aku untuk berbuat kasar," ujar Ali dingin.
Mendadak, Prilly merinding. Dengan berat hati ia mengangguk. "Iya, kita pulang sekarang," pasrahnya.
Ali tersenyum puas. Tanpa melihat situasi, Ali mendaratkan ciuman mesra di pipi Prilly yang sukses membuat Prilly menegang. Ini bukan satu atau dua kali Ali menciumnya, baik di tempat umum maupun tidak. Tetapi, kenapa Prilly masih saja tersipu?
***
"Lho, ini kan bukan jalan menuju rumah," heran Prilly yang memberanikan diri menyerukan keheranannya.
"..."
Prilly menghela nafas panjang. Ali tidak meresponnya. Boro-boro merespon, melirik saja tidak. Ali memang selalu seperti ini, menjadikan Prilly sebagai wanita terpenting namun ucapannya saja tidak pernah dihiraukan. Terkadang, Prilly risih namun jika tidak mengingat kebesaran hati Ali yang membiayai sekolah adiknya, mungkin sekarang ia berontak dan lari sejauh-jauhnya dari Ali.
"Kamu bawa aku ke kantor?" Prilly terkejut ketika mobil mewah yang Ali kendarai memasuki parkiran kantor yang khusus untuk para petinggi.
Ali menoleh singkat padanya. "Iya. Membiarkanmu sendiri di rumah sangat tidak baik."
"Sendiri? Aku di rumahmu bersama puluhan pembantumu," gumam Prilly pelan.
Ali menatap Prilly tajam yang sukses membuat Prilly menunduk takut. Dengan gerakan tiba-tiba, Ali mengapit pipi Prilly dan mengarahkan wajah Prilly agar menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender
Ficção AdolescentePasrah. Satu kata yang mewakili semua perasaan Prilly dari tindakan Ali yang kuasa diatas segala-galanya yang menyangkut tentang dirinya. Ali yang kejam namun begitu menyayanginya sampai tidak bisa membedakan mana cinta dan obsesi. Hidup dalam kepas...