Intertwined Heart

1.8K 239 36
                                    

Note : Chapter ini masih menceritakan dari sisi Xiao Zhan. Alasan saya membuat dua versi point of view adalah terkadang kita larut dalam pemikiran kita sendiri, sibuk berasumsi, padahal apa yang kita pikirkan terkadang tidak sama dengan apa yang sedang terjadi. Di satu sisi Wang Yibo sibuk menemukan lelaki cantiknya, bertarung dengan dilemma dan prinsipnya sebagai sang penakluk. Tapi dia tidak sadar, satu-satunya hal yang tidak bisa dikendalikan otak adalah perasaan. Semakin otak berusaha melupakan, semakin besar perasaan itu bergejolak. Dan di sisi lain ada si cantik dan baik hati namun si pesimis Xiao Zhan. Dia selalu menganggap diri tidak pantas dan rendah diri. Dia berusaha menolak perasaannya ke lelaki tampannya karena takut. Tapi semakin dia takut, maka semakin besar pula perasaan itu berkembang. Dia tidak pernah menyadari jika sebenarnya dirinya menarik, dan daya tarik itu yang sudah membuat si lelaki tampannya tergila-gila.

NB : Chapter ini penuh dengan situasi halu yang ga jelas dan mungkin bertele-tele, maafkan jika kurang berkenan di hati. Ditunggu komentar dan penilaiannya. Dan terima kasih untuk dukungan, komen, vote dan kebaikan hatinya untuk mampir. Hasil karya ini murni karena keisengan dan kehaluan saya tentang YiZhan yang sampai detik ini belum ada tanda-tanda sembuh, malah makin akut kayanya. Again, thank you soooooo sooooo much for your kindness, all sweet readers and Yizhan Loversss ❤❤❤❤


Sang pecinta tidak benar-benar pernah bertemu di suatu tempat karena mereka sudah berada bersama satu sama lain sepanjang waktu



"Xiao Zhan-ah, kenapa kau mematikan teleponku? Kau tidak tahu betapa khawatirnya aku menunggumu. Harusnya kau tidak selama itu, kan? Ketika aku menelepon Nie Ming Jue, dia mengatakan kalau kau sudah meninggalkan restoran selama beberapa jam, sementara Huai Sang bilang kau belum sampai. Ya ampun, Xiao Zhan, kau membuatku jantungan. Jika bukan karena lemas, aku pasti sudah menyusulmu. Aku tidak berani memberitahu Huai Kuan Ge karena pasti dia akan ijin tidak masuk kerja lagi dan mencarimu. Dia sudah terlalu banyak ijin tidak masuk. Kamu itu kemana sih?"

Zhuo Cheng Ge menodongku dengan rentetan pertanyaan. Suaranya benar-benar memekakkan telinga. Aku bertanya-tanya, apa dia tidak pernah kehabisan nafas berbicara secepat dan sepanjang itu. Aku berusaha menenangkannya dan menariknya duduk di sofa. Aku berusaha terlihat setenang mungkin. Sejak di perjalanan tadi, aku sudah berpikir keras tentang sandiwara apa yang akan kusampaikan pada Zhuo Cheng Ge. Akhirnya aku mengatakan jika aku bertemu dengan seorang ibu tua yang kecopetan dan terluka di pinggir jalan. Lalu aku menolongnya dan membawanya ke rumah sakit di sekitar sana serta menunggu sampai keluarganya datang untuk menjemputnya. Rumah Ibu Tua itu cukup jauh makanya aku agak lama menunggunya. Kurasa cerita ini cukup masuk akal.

Zhuo Cheng Ge menatapku sejenak. Aku menelan ludah gugup, menatapnya dengan ragu. Ini pertama kalinya aku berbohong padanya. Semoga dia tidak curiga dan menerima alasanku tanpa bertanya-tanya lagi.

"Apa itu benar?" dia bertanya singkat. Matanya masih memindaiku dengan seksama, persis seperti polisi yang sedang menginterogasi penjahat. Aku mengangguk cepat dan meyakinkannya dengan mengatakan kalau aku tidak pernah bohong padanya, kan. Ya, ini pengecualian. Jika aku tidak berbohong maka urusannya akan runyam.

"Baiklah, kau sebaiknya istirahat. Sudah lewat tengah malam. Besok biar aku saja yang mulai mengantar bunga lagi. Badanku sudah enakkan." aku dengan cepat bereaksi dan protes. Aku masih ingin mengantar bunga dan bukankah selama beberapa hari ini semuanya baik-baik saja. Ya,semuanya baik-baik saja kecuali perasaanku.

"Semua memang baik-baik saja. Tapi aku tidak bisa terus merasa tidak tenang di rumah."

Aku memberinya tampang cemberut dan mengingatkannya bahwa aku sudah dewasa dan bisa menjaga diriku. Aku meyakinkannya bahwa dia memang butuh seorang asisten. Dan aku masih sanggup membantunya tanpa harus mencari asisten lagi. Karena Zhuo Cheng Ge dan Huai Kuan Ge diam-diam sedang mengumpulkan uang untuk program bayi tabung lewat Ibu pengganti. Dan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tabungan mereka sudah terkuras untuk ke Milan dulu. Oleh sebab itulah Huai Kuan Ge bekerja lebih keras dengan mengambil beberapa pekerjaan freelance. Aku tahu mereka kelelahan. Aku sangat ingin membantu meringankan beban mereka. Ditambah lagi, aku juga ingin memiliki keponakan. Mereka pasti akan sangat lucu dan menggemaskan. Aku berusaha sebisa mungkin meyakinkan Zhuo Cheng Ge, memberinya tampang senelangsa mungkin, bersandar manja padanya, dan mengeluarkan semua senjata andalanku untuk membuatnya luluh. Zhuo Cheng Ge menghela nafas panjang.

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang