7

2.3K 288 42
                                    

Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, tetapi Lala masih berkeliling sendiri di Bali, membeli barang yang ia butuhkan dan ia inginkan. Langkah Lala terhenti ketika melihat sebuah rumah yang dikelilingi oleh kalur kuning polisi. Banyak sekali orang yang mengkerubungi rumah itu. Jika seramai ini, sepertinya ada pembunuhan atau sesuatu yang besar. Lala mengembuskan napas kasar, kenapa selalu ada kasus seperti itu?

Tanpa ingin tau apapun, Lala melanjutkan langkahnya. Namun tak lama, terhenti setelah mendengar suara panggilan dari salah satu polisi. Apa mereka mengenalnya? Lala memperbaiki letak kupluk yang sedikit merosot kemudian berbalik, menatap salah satu polisi yang berdiri tepat di depannya.

"Iya?" seru Lala. "Anda mengenal saya?"

"Siapa yang tidak mengenal anda? Detektif terkenal di negara ini." Polisi itu mengulurkan tangannya.

Lala menjabat tangan polisi itu dan tersenyum, "Selamat bertugas, Pak." Lala melepaskan genggaman itu.

"Ada kasus pembunuh rumit di rumah ini tiga hari lalu. Mungkin, kamu bisa membantu?" Polisi itu malah menawarkan tugas untuk Lala.

Lala berpikir sejenak, sebenarnya ia ke sini ingin berlibur. Namun, ia juga tak tak enak jika menolak permintaan polisi itu, Lala juga takut namanya jadi jelek apalagi ia belum berhasil memecahkan kasus pembunuhan berantai itu.

Lala akhirnya mengangguk dan mengeluarkan dompetnya, mengambil sesuatu dari sana, "Saya gak bisa bantu banyak soalnya waktu saya gak banyak tapi semoga kasus ini bisa terpecahkan dalam waktu singkat. Hubungi nomor ini dan kirim data apapun yang ada lewat email." Lala tersenyum sebelum akhirnya pergi meninggalkan rumah itu.

Lala berhenti ketika melihat cafe karena sepertinya ia butuh minum saat ini. Setelah memesan minum, ia duduk di salah satu kursi kemudian mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang. Tidak membutuhkan waktu lama, panggilannya tersambung.

"Kak Melody," sapa Lala. "Ada kabar buruk gak? Amel gimana?"

"Ngga ada kabar buruk. Amel sekarang jadi semakin bersemangat latihan, mungkin karna ada Erika kali ya."

"Ariel gimana? Masih menyendiri?"

"Dia minta kamar baru khusus buat dia karna gak mau sekamar lagi sama Amel. Lidya udah ngurus sih kamar baru buat Ariel cuma ya itu, Ariel gak ngasih akses buat Veranda sama Erika. Jadi mereka berdua gak akan bisa masuk ke kamar Ariel," jelas Melody.

Lala tertawa, "Ariel cemburu sama Erika. Menurut kamu, masuk akal gak sih kalo sebenernya Ariel cinta sama Amel?" Lala tertawa lebih keras lagi membicarakan kedua adiknya itu. Lala sempat tersenyum pada pelayan yang mengantarkan minuman kepadanya.

Melody ikut tertawa, "Yakali, gak mungkinlah, mereka sahabatan."

"Lah, Shani aja udah kek adek dari kecil tapi dia cinta sama Beby. Ah, ya, ada kabar dari mereka?" tanya Lala tiba-tiba teringat pada mereka. "Mata-mata kita gimana?"

"Jadi setelah Shani bunuh dua orang cowok itu, dia udah gak pernah ke club. Hpnya sempet aktif, dia bilang dia lagi ada di apartemen dan baik-baik aja. Dia gak akan pulang dalam waktu yang cukup lama, katanya."

"Beby?" Lala memindahkan ponselnya ke telinga sebelah kiri.

"Beby tinggal bareng cewek yang katanya dia tidurin waktu dia lagi mabuk. Gila gak sih dia?" Melody tak habis pikir dengan Beby. "Gimana bisa dia tidurin orang dan itu cewek asing yang baru dia kenal?"

Lala kembali tertawa, "Gak mungkin dia gitu. Kemungkinan terbesar sih menurut aku ceweknya ngasih sesuatu ke dia sampe dia gak sadar dan akhirnya tidurin cewek itu."

"Motifnya?"

"Mungkin dia suka sama Beby. Kamu tau kan dia cool? Cewek atau cowok pasti suka sama dia." Lala meneguk minumannya seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Matanya memicing ketika melihat satu orang gadis memakai hodie yang menutupi kepala dan sebagian wajahnya. Lala mengerjap, untuk apa dia memperhatikan orang lain?

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang