16

1.7K 264 85
                                    

Tepat saat langkah Kinal sampai di ujung tangga, Kinal tersenyum melihat Chika berjalan mendekatinya dengan kepala yang tertunduk dalam. Kinal paham, hal yang terjadi semalam pasti membuat Chika malu, begitupun dengannya.

"Pergi ke kamar, nanti aku nyusul." Kinal menurunkan Feni dan membiarkan Feni berlari menuju kamarnya. Ia mengangkat dagu Chika agar menatap ke arahnya, "Kenapa nunduk?"

Chika menggeleng pelan, "Christy, Briel sama Fiony pengen jalan-jalan besok, kita boleh pergi gak?" Chika menggigit bibir bawahnya dan kembali menunduk takut.

"Boleh." Kinal menggenggam tangan Chika, menuntunnya menuju sofa. "Kamu kenapa takut?" tanyanya setelah duduk, tanpa melepaskan genggaman tangannya pada Chika.

"Semalem itu, kamu anggep aku apa? Maksud aku, apa kamu akan terus tidurin aku selama dia gak ada? Setelah dia kembali, kamu akan lupain aku?" Chika memejamkan matanya, pertanyaan macam apa itu? Ia merutuki dirinya sendiri. Jantungnya berdentum kuat. Jika tidak sedang duduk, mungkin ia tak mampu berdiri di atas kakinya.

Kinal diam selama beberapa detik. Jujur saja, Kinal menyesal telah melakukan itu apalagi setelahnya, Chika pasti mempertanyakannya. Bagaimana ini? Kinal tak bisa mencintai Chika, umurnya terpaut jauh sekali, lagipula ia sudah ada cinta di hatinya. Namun, ia juga tidak bisa menyakiti murid yang sudah ia anggap adik itu.

"Gak akan ada yang tau gimana ke depannya, aku bahkan gak tau apa aku masih bisa hidup atau ngga tapi untuk sekarang, aku akan selalu nemenin kamu." Kinal mencium punggung tangan Chika.

Chika baru bisa tersenyum kemudian memeluk Kinal. Hal yang ia khawatirkan setelah kejadian semalam yaitu Kinal kembali jadi orang yang dingin di depannya. Sekarang ia bahagia mengetahui Kinal tetap bersikap manis meski untuk cinta, ia tau Kinal tidak bisa mencintainya.

"Jangan takut sama aku, aku gak akan nyakitin kamu." Kinal mencium puncak kepala Chika dan mengeratkan pelukannya. "Sekarang aku harus dongengin Feni dulu sebelum dia tidur, aku tunggu kamu di kamar ya?" Kinal melepaskan pelukannya lalu tersenyum sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkan Chika yang sedang tersenyum-senyum sendiri.

"Kamu gila?!" Chrisy yang baru saja datang langsung menoyor kepala Chika. "Apa itu? Kamu pacaran sama kak Kinal? Kamu gak tau kalo pacarnya serem?"

"Kamu juga tau mereka udah lama gak ketemu," ucap Chika mendelik kesal pada Christy. "Lagian, kak Kinal macho, aku suka." Chika menyunggingkan senyumannya.

"Gak waras, dia guru kamu." Sekali lagi, Christy menoyor kepala Chika.

"Bawel." Chika memutar malas bola matanya dan tak sengaja, melihat Shania yang berjalan mendekatinya. Sebelum ia jadi korban, ia berlari cepat masuk ke kamar.

"Sialan," gumam Shania melihat Chika berlari begitu saja. Shania duduk di samping Christy dan mengusap pahanya yang tertutup piyama tidur, "Gimana di Jepang? Perusahaan kita lancar 'kan?"

Christy mengangguk, "Lancar, kak," jawabnya seraya memberikan senyumannya.

"Duit banyak dong? Aku pinjem ATM kamu dong, ATM aku disita Kinal."

"Tapi kak-"

"-Tapi apa?" Shania mulai meruncingkan matanya. "Kamu gitu ya sama aku."

Christy memaksakan senyumannya, "Ma-maksud aku, tapi ATMnya di kamar dan di kamar ada Fiony yang lagi-lagi, lagiiii-" Christy menggaruk telinganya, bingung mencari alasan apa. Jika ia memberikan ATMnya, uangnya bisa habis sampai ratusan juta oleh Shania.

"Lagi apa?" Alis Shania terangkat sebelah.

"Lagi mastrubasi," jawab Christy menunjukan cengirannya. "Dia 'kan udah lama putus sama Briel, mungkin jarang disentuh lagi."

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang