34

1.9K 265 60
                                    

Shani mengedarkan pandangan ke sekeliling, memandangi sebuah tempat yang serba putih, banyak sekali bunga putih yang tumbuh di tempat ini. Shani tersenyum, tempat ini sangat indah.

Shani berjalan menyelusuri tempat ini. Sesekali tangannya terayun, mengusap bunga yang berjajar di sekitar dan menggapai salah satunya. Shani menghirup aroma bunga itu lalu kembali tersenyum, ia tak pernah mencium aroma bunga sewangi ini. Bunga apa ini? Kenapa sangat indah?

Shani berhenti saat melihat sebuah tempat yang menyorotkan cahaya. Ia sampai harus mengangkat tangan untuk menyamarkan cahaya yang masuk ke retina matanya, bunga dalam genggamannya jatuh begitu saja.

Tempat apa ini sebenarnya? Apa yang akan terjadi ketika ia berjalan ke arah tempat yang penuh dengan cahaya itu? Apa yang ada di sana? Sebuah bahaya atau tempat yang lebih indah lagi?

Shani mengayunkan langkahnya, tetapi sinar itu malah semakin menunjukan kuasanya. Langkah kaki Shani perlahan bergerak takut, ia menggeleng, tidak mau pergi ke tempat itu.

Shani buru-buru berbalik dan melangkah pergi. Sampai beberapa langkah ia berhenti ketika mendapati seorang perempuan berambut pendek sedang berbaring di sebuah kursi taman. Shani memicingkan matanya, memperhatikan orang itu dengan seksama.

"Kakak," gumamnya melangkah mendekati kursi itu. Shani begitu bahagia mengetahui bahwa di sini ada orang selainnya dan orang itu adalah Viny, kekasihnya.

Shani tersenyum seraya mengusap pipi Viny, "Kak, bangun. Ini aku"

Viny membuka kelopak matanya perlahan dan tersenyum ketika melihat Shani berdiri di depannya dengan pakaian serba putih. Viny bangkit, memberi ruang pada Shani untuk duduk di sampingnya.

"Kita di mana, kak?" Shani menggenggam tangan Viny kemudian tersenyum kepadanya. Shani diam cukup lama, memandangi Viny yang hanya diam menatapnya. "Kak?"

Viny tak menjawab, ia meraih dagu Shani dan mencium bibirnya dengan lembut. Shani menutup mata seraya mengalungkan sepasang tangan di leher Viny.




***



Shani terbangun dari tidurnya kemudian mengerjap, menyadari semua itu hanya mimpi. Mimpi macam apa itu? Shani memegangi perutnya yang entah kenapa sudah seminggu ini terasa sangat sakit, padahal sebelumnya ia tidak punya penyakit di perutnya.

Shani meneguk ludahnya dan duduk, terbatuk-batuk cukup lama. Ia sampai menekan dadanya yang terasa dihentak beberapa kali ketika batuknya semakin menjadi.

"Kak?" Shani memanggil Viny di sela-sela batuknya. Shani berdiri, berjalan gontai keluar dari kamar sambil terus memegangi perutnya. "Kakak? Kamu di mana?"

Shani melirik jam dinding yang menunjukan pukul dua malam. Ke mana Viny pergi semalam ini? Shani tak berhenti terbatuk-batuk seraya meringis saat merasakan sakit semakin menusuk perutnya.

"Kak Viny? Kak?" Shani membuka setiap ruangan apartemennya, tetapi ia tak menemukan Viny di sana, padahal sudah seminggu ini Viny menemaninya di sini.

"Kakak," lirihnya sudah tidak bertenaga lagi. Shani berhenti sejenak, menyadari pandangannya mulai kabur. Shani mengerjap beberapa kali sambil terus berjalan ke arah dapur dengan menyeret sepasang kakinya yang lemas.

Shani mengambil segelas air putih. Dengan tangan bergetar hebat, ia berusaha mendekatkan gelas itu ke mulutnya. Namun, belum sempat menempel, gelas itu jatuh begitu saja.

Shani mundur beberapa langkah dan jatuh berlutut. Lagi, ia kembali terbatuk-batuk, kali ini cukup lama sampai ia harus menopangkan satu tangan di lantai untuk menahan tubuhnya agar tak kehilangan kesadarannya. Shani menangkupkan tangannya yang lain di depan mulut berharap batuknya reda.

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang