32

2.1K 277 71
                                    

Keheningan menyapu, mungkin bertahan selama dua degupan jantung sebelum akhirnya disusul kegempara ketika suara dari dua tembakan yang berbeda menggema. Suara teriakan terdengar begitu keras saat dua pihak sama-sama maju dan battle di tengah lapang.

Beby mundur beberapa langkah, membiarkan seluruh anak buahnya maju terlebih dahulu. Ia masih harus menemukan suaranya yang hilang entah ke mana. Beby menopangkan satu tangannya di pohon kemudian menunduk, berusaha bernafas dengan tenang hingga tak lama, ia nyaris saja ambruk jika Selim tidak segera menahannya.

"Kak Beby kenapa?!" tanya Amel yang memperhatikan Beby dari monitor. Ia panik melihat tubuh Beby sudah lemas bahkan sebelum Beby mengangkat senjatanya.

Shani mengusap kelopak matanya lalu bersandar lemas di kursi dan berkata, "Kak Beby lawan pacarnya."

"Apa?!" Lidya sangat terkejut. "Jadi Beby punya hubungan sama salah satu anggota mafia itu?" Lidya menatap Shani dan menggeleng tidak percaya. "Mana mungkin?!"

"Mereka ketemu di club malem, kak Beby gak tau kalo pacarnya mafia dan kayanya pacarnya juga gak tau kalo kak Beby musuhnya." Shani memperhatikan CCTV yang mengarah pada Shania. Shania tampak mundur cukup jauh dari lapang dan memeluk Riko begitu erat.

"Shania kenapa?!" tanya Viny panik pada Riko.

Riko sedikit meringis mendengar suara cempreng itu dari earphone. Riko mengusap kepala belakang Shania, "Aku gak tau." Riko memandangi anak buahnya dari belakang. Mereka bertempur menggunakan tangan kosong, itu lebih baik, tetapi pastinya akan memakan waktu cukup lama.

"Aku mau bicara sama Shania," ucap Kinal.

Riko menempelkan salah satu earphonenya di telinga Shania.

"Kamu takut? Berentiin. Biar aku yang akan maju." Kinal melirik gelisah pada jam yang menunjukan pukul setengah tujuh pagi. Untuk sampai ke hutan itu memakan waktu dua jam. Jika Shania mundurpun, sepertinya ia tak punya waktu untuk maju.

Shania menggeleng dan mengeratkan pelukannya pada Riko, berusaha untuk menggapai ketenangannya meski mustahil. Bagaimana mungkin ia bisa tenang jika orang yang ia hadapi adalah Beby? Bagaimana mungkin ia bisa kuat jika harus menghadapi orang yang ia sayangi?

"SHANIA!! JAWAB PERTANYAAN AKU! KAMU BISA ATAU NGGA?!" teriak Kinal. Kinal sampai reflek berdiri, dadanya naik turun pengaruh dari emosinya. Jika Shania sampai kalah, itu tentu akan sangat merugikannya. Kinal tak mau jika harus di penjara seumur hidup.

"Aku bisa, kamu diem anjing!!" bentak Shania tak terima mendengar ucapan Kinal yang seakan meremehkannya. Ia melepaskan earphone itu kemudian mundur, mendorong sedikit tubuh Riko yang menghalangi pandangannya pada puluhan anak buahnya. Beberapa dari mereka sudah mundur pertanda berhasil membunuh musuhnya.

"Payah!" pekik Shani emosi melihat anak buahnya mati dalam waktu yang sangat singkat. Shani berdiri, memperhatikan rekaman CCTV dari sisi yang lain. Tanpa sadar, Shani memukul lemari dengan sangat keras sampai menghasilkan suara gaduh. Bagaimana mungkin mereka bisa kalah? Shani meremas wajahnya frustrasi.

Erika tersenyum tipis memperhatikan semua anak buah Kinal yang terlihat sudah sangat terlatih. Mereka sangat kuat hingga bisa mengalahkan beberapa dari anak buah Beby dalam waktu singkat. Erika yakin, pihak Kinal akan menang dalam fight pertama ini.

"Siapa mereka?!" Gita berjalan, mendekati monitor itu agar bisa CCTV dengan seksama. Mata Gita memicing, memperhatikan wajah mereka satu persatu. Gita mengembuskan napas kasarnya lalu menunduk, "Kita akan kalah karna sebagian dari mereka bukan anak didik aku."

"Kok bisa?!" Lidya menggebrak meja dengan sangat keras.

"Aku udah cek sebelum berangkat, aku udah pilihin anak didik aku yang terbaik untuk fight pertama dan siapa mereka? Beberapa anak didik aku gak ada, sebagian hilang." Eli menggeleng tidak mengerti kenapa bisa setengah dari anak didiknya berganti.

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang