13

2K 259 67
                                    

"Shani!" pekik Beby panik melihat Shani digendong oleh Selim. "Dia gak mati 'kan? Eksekusinya gimana?"

"Amel tembak semua algojo kita." Selim membaringkan tubuh Shani dengan hati-hati di kasur lalu menatap Beby. "Dia pingsan setelah nyaris mati. Kalo Amel telat beberapa menit aja, kak Shani gak bisa kita selametin." Selim mengusap dahi Shani kemudian memejamkan mata, merasa sangat beruntung Shani tak jadi dieksekusi.

"Terus?" Beby duduk di samping Shani. "Lala?"

"Kak Lala gak bisa apa-apa lagi karna Amel ngancam akan bunuh diri kalo sampe Shani jadi dieksekusi." Selim menoleh ke arah pintu, melihat dua pelayan rumah ini membawakan dua nampan berisi makanan dan minuman.

Beby menyandarkan punggungnya yang lemas di ranjang dan menghela napas lega mengetahui itu. "Terus kita gimana?" tanyanya sambil menggenggam tangan Shani. "Kita akan dihukum?"

Selim mengangguk, "Kalian akan di sini sampe kak Lala ngasih perintah untuk lepasin kalian."

"Apa yang Lala bilang bener? Dia yang punya kuasa di sini? Bukan Amel?" tanya Beby masih ragu. Dulu, Selim paling dekat dengan Mahardika Abiputra, mungkin Selim tau segalanya.

Selim mengangguk, "Sebelum beliau dibunuh, aku tanya siapa yang akan gantiin dia kalo dia mati lebih dulu, dia jawab posisi dia untuk atur semua perusahaan dan rumah itu akan digantiin sama Lala."

"Kenapa bukan kak Melody atau Lidya?"

Selim menggeleng, "Aku gak tau, semua properti udah atas nama Lala." Selim menegakan punggung yang sebelumnya membungkuk.

"Jangan kabur, kak Lala aktifin listriknya. Jadi, kalo kalian berusaha kabur, kalian akan mati oleh tegangan listrik tinggi." Selim menatap Bali yang berdiri diambang pintu. "Jaga terus pintu dari luar, jangan biarin mereka keluar tanpa izin kak Lala." Selim berjalan keluar kemudian menutup pintu dan menekan tombol untuk mengaktifkan listrik.

"Selim, gimana kalo mereka kabur?" tanya Bali masih khawatir.

"Gak akan berani." Selim menepuk bahu Bali, berusaha untuk membuatnya yakin.

Selim berjalan melewati lorong gelap. Ruangan itu bukan penjara, ruangannya sama percis seperti kamar, ada kamar mandi. Hanya saja letaknya di ruang bawah tanah. Ruang ini dulu digunakan Mahardika untuk menghukum jika putri-putrinya membangkang.



***






Tiga hari berlalu, Lala masih mengunci mereka di ruang bawah tanah. Sekarang, Lala sedang berkimpul di ruangan bersama semua keluarganya untuk membicarakan apa langkah selanjutnya. Mereka sama-sama yakin, mafia itu tidak akan berhenti.

"Kita butuh Shani sama Beby," ucap Veranda menatap Lala serius. "Gita udah setuju kasih dua ratus muridnya 'kan? Hukum Shani dan Beby dengan latih mereka selama tiga bulan penuh di hutan tempat Shani latihan dulu. Mereka udah punya pasangan sekarang jadi cabut akses mereka agar mereka konstrasi sama pelatihan itu."

Lala diam, merenungi ucapan Veranda. Hukuman itu bukan hanya memberi efek jera pada mereka, tetapi sangat menguntungkan untuk keluarganya.

"Dua ratus orang ini udah terlatih," balas Lidya sedikit tidak setuju dengan hukuman seberat itu, Shani pasti akan kembali stres dengan hukumannya. "Kenapa harus dilatih lagi?"

"Lid, kamu tau kemampuan anak buah kamu?" Veranda menarik pandangan pada Lidya kemudian tersenyum meremehkan. "Maaf kalo kalimat aku kasar tapi mereka kalo diserang sama anak STM juga pulang-pulang bocor kepalanya. Mereka payah, mereka harus kembali dilatih."

"Oke," komentar Melody, "kalo ada pelatihan lagi aku setuju tapi kenapa harus sampe cabut akses?"

"Mereka bisa terus pacaran atau bahkan manggil pacarnya ke hutan untuk nemenin mereka, gimana kalo akhirnya mereka kabur dan gak kembali? Bener kata Beby, kita semua akan mati tanpa mereka."

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang