21

1.8K 261 95
                                    

"Kenapa aku ditarik kaya gini?!" Erika berusaha berontak ketika dua orang penjaga rumah tiba-tiba saja datang, menyeret tubuhnya keluar dari kamar. Erika termenung sesaat, kenapa ia diperlakukan seperti ini?

Amel yang sedang memainkan ponsel jadi menoleh ketika ada algojo datang dengan baju serba hitam, wajahnya tertutup oleh kain hitam. Siapa lagi yang akan Lala eksekusi? Amel menyimpan ponselnya dan buru-buru berjalan ke arah ruang rapat. Dari arah bersebrangan, ia melihat Erika diseret oleh Batara dan Kasim ke ruang itu. Amel mempercepat langkahnya kemudian berhenti tepat di belakang Erika, memandang semua kakaknya -kecuali Beby- tengah berdiri, sementara Erika dipaksa berlutut di lantai.

"Ada apa ini?!" tanya Amel panik. "Kalian gak tau Erika pacar aku?!" Amel marah besar, ia menendang keras punggung Batara dan Kasim lalu menarik tangan Erika untuk berdiri. Amel langsung memeluk Erika.

"Tarik Amel," ucap Lala sambil memainkan cincin milik Erika yang belum diberikan pada pemiliknya. Batara dan Kasim buru-buru menuruti perintah Lala dengan menarik paksa tangan Amel dari jangkauan Erika.

"Lepas!" Erika menepis kasar tangan Batara sampai terlepas lalu duduk berlutut di lantai karena tau, mereka akan mengeksekusinya.

"Ngga!" Amel menggeleng panik ketika melihat algojo itu masuk ke ruangan. "Ada apa ini?! Apa kesalahan yang Erika buat?!" Amel menatap semua kakaknya satu persatu.

"Sekarang jujur sama kami, siapa kamu sebenarnya? Di belakang kamu ada orang yang siap pecut kamu kalo kamu gak jujur," jelas Lala maju beberapa langkah mendekati Erika dan melipat kedua tangan di depan punggung. "Apa alasan kamu nolongin Amel saat pertama kali kalian ketemu?"

Erika mulai meneguk ludahnya lalu memejamkan mata sejenak, berusaha mengontrol ekspresi wajahnya agar terlihat tenang meski sebenarnya, jantungnya berdegup kencang.

Lala menatap anak buahnya kemudian mengibaskan tangan kanannya perlahan, memberi sebuah isyarat.

Erika terjengit dan mengerang saat merasakan pecutan keras di punggungnya, "Dulu Amel takut liat aku, dia gak mau kenalan sama aku. Saat itu, aku pikir dia orang gila tapi aku yakin dia baik, makanya aku selametin dia." Tidak sempat bernafas lega, Erika kembali merasakan pecutan keras.

"Erika!!" Amel menjerit histeris dan berniat untuk berjalan mendekati Erika, tetapi kedua tangannya ditahan dengan kuat.

Lala tersenyum sinis lalu kembali bertanya, "Terus, kenapa kamu bisa menguasai ilmu bela diri dengan sangat cepat?"

"Aku gak tau, kak. Aku cuma lakuin apa yang kalian suruh pelajari." Erika memejamkan mata dengan mulut sedikit terbuka saat pecutan keras itu kembali ia rasakan.

"Kamu ambil surat perjanjian itu dari kami? Ini cincin kamu ketinggalan." Lala melemparkan cincin Erika ke pangkuannya. "Kamu adalah seorang penyelindap yang bodoh."

Erika menggenggam erat cincinnya. "Ini emang punya aku tapi ilang beberapa hari yang lalu. Iya 'kan, Mel?" Erika menatap Amel yang sudah menangis. "Jangan nangis, aku sedih liat kamu nangis. Hapus ya air mata kamu?" Erika berusaha tersenyum meski matanya sudah berkaca-kaca. Untuk kesekian kalinya, pecutan itu mendarat di punggung Erika, Erika kembali mengerang keras bahkan sampai menumpukan kedua tangan di lantai.

"Kenapa Erika diintrogasi dengan cara kaya gini?! Kamu sebut diri kamu detektif, Lala?!" Amel menatap tajam pada Lala kemudian melayangkan sendal jepit di kakinya ke arah Lala.

Lala menangkap sendal itu dan melemparnya hingga mendarat tepat di wajah Amel, "Berani kamu bentak aku?"

"Kenapa harus ngga?! Kamu bukan detektif, kamu adalah seorang penjahat!! Kamu penjahat!!" Amel memberontak, tetapi tenaganya kalah besar dengan dua penjaga yang menahan tangannya.

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang