18

1.8K 253 65
                                    

"Siapa kak?" tanya Chika pada Kinal yang sedari tadi memandangi layar ponsel Viny. Chika bisa melihat wajah seorang gadis cantik muncul di sana, kontak itu bernama Shani. Siapa Shani?

"Pacar Viny, dia khawatir sama Viny," jawab Kinal menimang-nimang apakah ia harus mengangkat panggilan Shani atau tidak. Sebenarnya Kinal sama sekali tak peduli, tetapi ia juga tau Viny sangat mencintai Shani. Apa keberadaan Shani bisa membantu kesembuhan Viny?

"Angkat aja, dulu kak Viny pernah koma 'kan? Dia bisa sembuh karna kak Gracia. Sekarang mungkin pacar baru kak Viny bisa ngasih suntikan semangat yang sama." Chika mengingatkan Kinal. Ya, dulu Viny memang pernah koma ketika mendapatkan tusukan di dadanya saat ada perang kecil di Jepang dulu. Gracia selalu ada di samping Viny saat itu sampai Viny sembuh total. "Ah, ya, kak Gracia ke mana? Kok mereka bisa putus?"

"Mati," jawab Kinal singkat sambil mengangkat telfon Shani. "Iya, Shan."

"Loh, Kinal? Kak Ratu mana?" Suara Shani di sebrang sana terdengar sangat panik.

"Dia sakit," jawab Kinal. "Dia diserang sama belasan orang, punggungnya di tusuk."

"Di mana dia sekarang?!"

"Aku kirim alamatnya." Kinal mematikan panggilan itu kemudian berdiri, menatap Alex yang baru saja datang membawa bunga. "Pindahin Viny ke rumah sakit."

"Kamu serius?" Alex sedikit tak percaya Kinal benar-benar mau memindahkan Viny ke rumah sakit.

"Aku padahal udah bawa bunga in-" Alex menggantungkan kalimatnya ketika Kinal menarik bunga itu dan menginjaknya. Alex menatap nanar bunga yang sudah hancur itu dan bergumam pelan, "Dasar mafia."

"Siapin mobil sekarang!" Kinal mendorong bahu Alex kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa. "Aku akan ngelakuin apapun untuk kesembuhan Viny."

Chika tersenyum lalu menggenggam tangan Kinal, "Aku tau."

Kinal membalas genggaman Chika kemudian menatapnya. Ia tersenyum tipis, menarik sedikit dagu Chika dan mencium bibirnya. Kinal menekan tengkuk Chika, melumat habis bibir bawah dan atasnya. Sementara Chika hanya memejamkan mata.

"Buset," gumam Shania yang baru saja datang melihat ciuman panas antara Kinal dan Chika. Shania bingung, apa Kinal benar-benar mencintai Chika? Tidak, Kinal tak mungkin melupakan cintanya. Mungkin, Kinal hanya butuh sentuhan. Shania berdecih malas, "Dasar buaya."

Kinal melepaskan ciumannya kemudian mengusap bibir Chika yang sangat basah, "Aku denger ya, Shan." Kinal menatap Shania dari atas sampai bawah, "Kenapa? Mau juga?"

"Najis. Ah, aku mau pergi ya, Nal? Ntar malem pulang." Shania melangkah, mengusap dahi Viny kemudian menciumnya cukup lama. Saat nanti malam pulang, Shania berharap Viny sudah sadar. Siapa lagi yang akan ia godai jika Viny tak ada? Shania tidak mau kehilangan Viny secepat ini.

"Viny mau pindah ke RS umum, Shani harus tungguin dia." Kinal berdiri, berjalan mendekati ranjang Viny kemudian duduk di kursi, menggapai tangan Viny dan mencium punggung tangannya beberapa kali. "Aku yakin, keberadaan Shani pasti berpengaruh untuk kesembuhan Viny."

"Aku liat gimana dia abisin anak buah kita semalem. Nal, selama ada Shani, kita gak akan bisa menang." Shania mengkhawatirkan kejadian semalam. Masih sangat tergambar di benaknya bagaimana Shani menghabisi semua anak buahnya dengan cepat. Shani bahkan tau jika ada serangan di belakang punggungnya.

Kinal mengangguk, "Aku juga udah liat," ucapnya sambil menatap Shania. "Shani akan mati lebih dulu tapi aku takut, Shan." Kinal mengeratkan genggamannya. "Aku takut Viny kehilangan kebahagiaannya, aku takut kalo akhirnya Viny bunuh diri, aku gak mau." Tanpa sadar, air mata Kinal menetes. Kinal mencium kembali punggung tangannya.

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang