24

2K 265 70
                                    

"Kak Melody keluar dan kalian biarin dia sendiri?!" Shani berdiri dari sofa, menatap tajam pada semua orang yang ada di sini, termasuk pada Veranda yang baru saja keluar dari ruang bawah tanah. Shani memejamkan matanya sejenak, berusaha meredam emosinya. "Lala bunuh tiga dari mereka dan kalian pikir, mereka gak akan dateng untuk bales dendam?"

"Percaya kamu sama aku sekarang? Kalo sodara kamu itu bodoh." Veranda tersenyum sinis kemudian mengusap kelopak matanya yang lelah dan bersandar di sofa. Sedari tadi ia tak berhenti berusaha untuk tetap tenang meski entah kenapa rasanya sangat sulit.

Shani tidak menanggapi pertanyaan Veranda dan memilih untuk mulai melangkah, "Aku akan susul dia."

"Aku ikut." Lidya berdiri.

Shani menahan bahu Lidya yang hendak berjalan keluar dari ruangan, "Kamu penyebab dia keluar, dia gak akan mau pulang kalo kamu ikut. Aku akan pergi sendiri." Shani mendorong pelan bahu Lidya dan buru-buru berlari cepat keluar rumah.

Lala berdiri, menekan salah satu tombol yang akan langsung terhubung ke ruangan Selim, "Kak Melody sama Shani keluar, ikutin mereka, sekarang," perintahnya tegas. Lala kali ini melemparkan tatapan tajam pada Lidya, "Kamu Lid, bisa-bisanya kamu nyakitin dia."

"Itu urusan pribadi aku, kamu gak berhak ikut campur." Lidya melangkah menuju salah satu meja dan mengambil berkas dari sana. "Sidik jari pemuda yang kita tangkap kemarin sama percis dengan sidik jari  yang ada di tubuh beberapa korban sebelum ini. Polisi sudah memvonis bahwa dia pembunuh berantai itu. Tinggal nunggu beberapa sidang dan dia udah pasti akan dihukum seumur hidup atau dieksekusi." Lidya sedikit menghela napas berat dan duduk di kursi.

"Tapi?" Lala bisa membaca keraguan Lidya.

"Veranda nemuin hal janggal dari penyelesaian kasus ini, Veranda yakin kalo laki-laki itu cuma disuruh jadi kambing hitam agar kasusnya ditutup dan sekarang, pembunuh itu masih berkeliaran di kota ini."

***

Ratu tersenyum miring, "Kamu lagi. Aku tadinya mau ke rumah kamu dan membunuh siapapun yang aku lihat tapi kamu mempermudah niat aku dengan datang sendiri. Apa yang bikin kamu keluar tengah malam? Apa kamu tau malaikat maut akan jemput kamu?"

Melody berjalan mendekati Ratu tanpa merasa takut sedikitpun, "Kamu mau bunuh kita semua?" tanyanya. Melody berhenti tepat di depan Ratu, ia bisa melihat kedua bola mata Ratu memerah, matanya sembab. Di balik emosi yang bisa ia lihat lewat tatapannya, ia juga bisa melihat kesedihan besar.

Melody mengembuskan napas dalam dan menurunkan pistolnya. Ini semua salah Lala, mereka tentu akan marah besar melihat kematian tiga anggotanya sekaligus, apalagi salah satunya adalah seorang anak kecil.

"Kenapa diturunin lagi?" tanya Ratu menggeleng sekilas. "Angkat, kak Kinal gak ajarin aku untuk tembak seseorang yang gak bersenjata. Kita hanya akan lawan seseorang yang pegang senjata. Angkat!" Ratu sampai menarik tangan Melody untuk mengangkat senjatanya.

Melody tiba-tiba saja tersenyum lalu menatap Ratu, "Kamu sendiri?" Melody melirik ke arah belakang Ratu, memastikan gadis kecil itu benar-benar datang sendiri.

Ratu mengangguk, "Iya, aku sendiri. Aku mau bales dendam karna kalian bunuh dua sahabat aku dan satu adik aku." Mata Ratu mulai berkaca-kaca.

"Berapa umur kamu?" Kali ini Melody tidak menurunkan tangannya, pistolnya tetap terarah pada Ratu.

"18 tahun."

"18 tahun tapi kamu udah berani dateng ke rumah aku? Kamu gak tau berapa puluh orang yang jaga rumah itu? Kamu akan mati."

Ratu menggeleng, "Aku gak takut, kalopun aku harus mati malam ini, gapapa, yang penting aku udah berusaha bela keluarga aku sendiri." Ratu panik saat Melody kembali menurunkan pistolnya. "Angkat!!" Ratu melangkah, menaikan tangan Melody.

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang