19

1.8K 260 97
                                    

"Sakit?" Shani meniup perlahan luka di lengan Viny.

Viny mengangguk sambil sesekali meringis. Kondisinya sudah jauh lebih baik sekarang, Viny sudah bisa duduk, hanya saja beberapa luka belum kering. Untuk seseorang yang dikepung oleh belasan orang dan ditusuk dengan pisau, Viny bisa disebut orang yang sangat kuat karena bisa sembuh secepat ini. Apa semuanya karena gadis yang selalu menemaninya itu?

Shani tersenyum menggoda dan mengecup luka Viny, "Gimana?"

"Udah sembuh."

Viny tertawa kecil kemudian menarik tengkuk Shani dan menjatuhkan ciuman lembut di dahinya, sangat lama untuk sebuah ciuman. Lewat ciuman itu, Viny hanya ingin Shani tau bahwa ia beruntung bisa memilikinya. Viny menurunkan ciumannya pada puncak hidung Shani lalu menempelkan hidungnya di sana dan berbisik, "Aku gak pernah tau ada orang yang lebih beruntung dari pada aku yang bisa memiliki kamu."

Shani tak bisa menahan senyumannya. Mendengar semua ucapan itu, hatinya merasa sangat bahagia seolah ada kupu-kupu indah yang mengepakan sayap di dadanya.

Viny menggenggam tangan Shani dan mengecup kedua belah bibirnya, "Kamu cantik, terlalu cantik untuk orang yang kerjanya cuma berantem." Viny menyunggingkan senyuman manisnya dan memejamkan mata kemudian menjatuhkan ciuman di pipi Shani sangat lama sampai akhirnya, dahi Viny bersandar lemas di bahu Shani.

"Kenapa, kak?" Shani merangkul erat pinggang Viny karena khawatir Viny merasakan sakit lagi. "Kita balik ke kasur ya?" Shani mengusap punggung Viny.

Viny mengerang kecil ketika Shani menyentuh bekas tusukan Lala. Ia langsung mengeratkan pelukan ketika Shani hendak melepaskan pelukannya. Shani tak boleh melihat wajahnya yang kesakitan. Viny yakin, ia akan pulih dengan cepat.

"Maaf, gak sengaja." Shani mencium pipi Viny beberapa kali dan menenggelamkan wajah di lehernya. "Maaf kak."

"Gapapa." Viny mengusap kepala belakang Shani. "Aku gak mau tidur, aku mau peluk kamu." Viny menyandarkan pipinya di bahu Shani. Tatapannya mendadak kosong ketika ingat, sebentar lagi, setelah ia pulih, mungkin Kinal akan menyuruhnya untuk membunuh Shani.

Mata Viny terpejam erat ketika merasakan ada cairan yang merangsak ingin keluar. Andai saja permusuhan itu tak pernah ada, mungkin sekarang ia akan menjadi orang yang paling beruntung karena bisa memiliki Shani yang sudah dengan tulus mencintainya. Bagaimana kedepannya? Apa ia mampu membunuh orang yang ia cintai? Atau ia akan ikut mati?

"Ada masalah, ya? Aku tau setiap kali kamu tatap aku dengan senyuman manis, kamu selalu sembunyiin kesedihan lewat tatapan kamu. Jujur sama aku, apa yang ganggu pikiran kamu?"

"Gak ada, aku cuma takut kalo aku kehilangan kamu suatu saat nanti." Viny terus mengusap kepala belakang Shani.

"Aku gak akan pergi kecuali kamu yang menginginkannya atau kamu yang bunuh aku."

Viny tertegun mendengar itu, dadanya terhentak kuat tanpa alasan. Viny bahkan sampai membuka mulutnya karena tiba-tiba saja ia sulit bernafas. Kenapa Shani berkata seperti itu? Apa Shani tau bahwa sebenarnya ia adalah bagian dari mafia itu yang sudah lama berniat ingin membunuhnya?

Shani tertawa merasakan gerakan tubuh Viny yang berubah menjadi tegang. Ia melepaskan pelukannya dan menarik dagu Viny, "Becanda, lagipula, ke mana aku akan pergi selama kamu ada di samping aku?" Shani menutup matanya kemudian melumat bibir Viny. Lidahnya terjulur, mengusap setiap sudut bibir Viny dan mengigit pelan bibir bawahnya.

Setelah cukup, Shani melepaskan ciumannya dan kembali memeluk Viny karena rasanya, tak ada kata puas untuk memeluk Viny. Tubuhnya selalu haus akan dekapan hangat Viny. "Kak, aku selalu berharap."

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang