23

2K 266 117
                                    

"Kenapa kamu pengen tau properti kita? Gak biasanya kamu pengen tau semuanya." Melody membuka brankasnya, mengambil setumpuk sertifikat tanah dan beberapa perusahaan lainnya. Melody membuka beberapa berkas itu, melebarkannya di meja, "Semua udah atas nama Nabila, legal secara hukum."

Amel menatap Erika, seakan bertanya apa yang ia lakukan itu tepat. Erika mengedipkan kedua matanya perlahan, memberi isyarat agar Amel tidak ragu untuk mencari tau semuanya. Amel berdehem dan kembali menatap Melody, "Aku anak kandung Papa, kenapa Papa kasih semuanya buat kak Lala? Kalo umur aku gak cukup, kenapa Papa gak tunjuk kamu sebagai orang tertua di sini?"

Melody mengernyitkan keningnya semakin bingung, "Itu udah keputusan Papa, surat wasiat legal yang Papa tulis isinya semua properti dia akan jatuh ke Lala. Kita semua udah tau itu dan kita gak dirugikan 'kan? Kita semua masih dapet uang dari keuntungan semua perusahaan Papa tiap bulan."

"Tapi tetep dia yang paling gede 'kan kak? Gimana caranya agar semua harta Papa milik aku?"

"Pertama, Lala dengan rendah hati memberikan semua harta itu buat kamu tapi itu mustahil. Kamu cuma punya satu pilihan, yaitu bunuh Lala."

Tentu, itu bukan jawaban dari Melody. Namun, jawaban dari seorang gadis cantik yang sedari tadi duduk santai di sofa dengan ponsel di tangannya.

Amel termenung dengan pandangan kosong pada salah satu sertifikat tanah yang dengan jelas beratasnamakan Nabila. Lala adalah kakaknya, mana mungkin ia bisa membunuh Lala. Kematian Lala akan jadi kesedihan terbesar untuknya. Amel mengerjap dan buru-buru menyimpan berkas itu. Ia mengusap kasar wajahnya seraya menggeleng pelan. Tidak, ia tak boleh berambisi untuk menguasai harta yang memang sudah sepenuhnya hak Lala.

"Tutup mulut kamu, Ve," tandas Melody sangat tegas.

"Adik kita nanya, ya harus kita jawab." Veranda menyimpan ponselnya kemudian berdiri, melangkah mendekati Melody. "Jangan munafik, kalian semua berharap dia mati 'kan?" Veranda menatap Beby dan Shani yang sedang menatapnya tajam. "Apalagi kalian. Pertama, kalian ingin bebas. Kedua, kalian ingin nguasain semua kekayaan Mahardika Abiputra. Bener 'kan?"

"Kalian atau kamu?" Erika ikut bicara. "Dari awal kita tau seberapa besar kebencian kamu sama kak Lala dan berapa sering kamu ngomporin kita semua untuk bunuh dia." Erika memutarkan kursi putarnya dan berbalik, menatap Veranda dengan mata memicing. "Apa tujuan kamu sebenarnya?"

"Tujuan apa maksud kamu?!" Veranda tidak bisa mengontrol emosinya.

Lidya menutup berkas lanjutan dari kasus pembunuhan yang sedang ia baca lalu berdiri, berjalan mendekati Veranda dan menatap kedua bola matanya yang bergetar, tampak sangat emosi. Kenapa Veranda kembali seemosi ini? Padahal kemarin dan tadi pagi gadis itu sangat tenang. Veranda sudah diberikan obat dengan dosis yang sedikit dinaikan. Apa Veranda tidak meminum obatnya? Lidya melirik ke arah Beby dan Shani, melihat bagaimana tajamnya tatapan mereka pada Veranda.

"Selama ini kamu cari tau tentang keluarga ini 'kan? Tentang apa kelemahan mereka, bahkan kamu berani minta akses setiap kamar. Apa sebenernya tujuan kamu?" Erika berdiri tanpa merasa takut sedikitpun. "Kamu tinggi, jangan-jangan kamu yang ambil cincin aku dan nyimpen di sini buat tuduh aku."

Veranda lepas kendali, ia menarik kasar tangannya dari genggaman Lidya dan memukul keras wajah Erika, "Sekali lagi kamu berani bilang gitu, aku akan penggal kepala kamu!"

"Cukup!" Beby berdiri, berjalan mendekati Veranda dan berhenti tepat di depan Erika. "Erika bener, siapa kamu sebenarnya? Kenapa seorang penulis novel punya kemampuan sebanyak kamu?" Beby menunjuk tepat di depan wajah Veranda. "Apa yang menjamin, kamu bukan mata-mata mereka?!"

"Aku mata-mata?! Mana mungkin!" Veranda menepis kasar tangan Beby. "Jangan menuduh tanpa bukti."

"Bukti?" Kedua alis Beby terangkat tinggi. "Bukti ya?" Beby menekan tombol di dinding hingga tak lama, datang tiga anak buahnya, salah satunya Murad. "Penjarain dia di ruang bawah tanah. Sampe aku bisa buktiin kalo dia mata-mata atau bukan, dia gak boleh keluar."

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang