28

2K 286 98
                                    

"Mamaaa."

"Sssst diem, aku akan jaga kamu." Kinal memeluk erat tubuh Veranda yang bergetar hebat sambil membekam mulutnya ketika Veranda nyaris saja berteriak melihat orang tuanya dibunuh.

Tangan Kinal bergetar hebat, Kinal menutup mulutnya agar suara nafas kasarnya tidak terdengar sampai luar. Air mata sudah membanjiri pipi Kinal saat mengingat kedua orang tuanya yang sudah mati dengan cara sadis yaitu kepalanya terpenggal. Tadi Kinal langsung lari ke rumah Veranda untuk mencari perlindungan, tetapi ternyata mereka menyusulnya ke sini dan ikut membunuh orang tua Veranda.

Kinal menggeleng pelan ketika melihat supir Veranda ikut dibunuh saat hendak membela diri. Jika ia terus di sini, ia akan ikut dibunuh. Tidak, Kinal tidak mau mati di tangan mereka. Kinal segera memasukan pistol orang tuanya di saku

"Ki-kita pergi dari sini." Kinal menggenggam tangan Veranda kemudian menariknya ke arah jendela. Kinal menyuruh Veranda untuk meloncat terlebih dahulu, sedangkan ia berjalan mendekati meja rias orang tua Veranda dan mengambil lipstik di sana yang langsung ia gunakan untuk menulis sesuatu di cermin.

'Kami akan datang beberapa tahun lagi, keluarga kamu, akan mati dengan cara yang sama'



Kinal melemparkan lipstik itu dengan penuh emosi kemudian menoleh ketika pintu terbuka, di sana terlihat seorang pria berjas hitam dan dua orang anak buahnya. Kinal mengepalkan tangannya dan meludah tepat pada wajah Mahardika.

"Kinaaaal lariii!" Dari luar, Veranda menjerit histeris karena takut sesuatu buruk terjadi pada Kinal.

"Ow anak nakal." Mahardika tersenyum sinis kemudian mengusapkan tangannya yang penuh dengan darah ke pipi Kinal. "Kenang-kenangan dari orang tua kamu," lanjutnya seraya merampas pistol yang Kinal pegang lalu melirik ke arah tulisan di cermin. Mahadika tertawa puas. "Bisa apa kamu, anak kecil?"

"Aku bisa bunuh kamu." Kinal menatap Mahardika begitu tajam dengan nafas yang terengah-engah karena emosi. Kinal berusaha melepaskan tangannya saat tiba-tiba saja Mahardika menggenggam tangannya.

"Kinaaaaal!!!!" Veranda meloncat dari luar.

"Kamu lari Ve!!!" Kinal berteriak keras kemudian menatap Veranda, tetapi Veranda malah menggeleng. "AKU SURUH KAMU BUAT LARI! KAMU HARUS NURUT!!" bentaknya tajam.

Setelah melihat Veranda berlari, Kinal menatap tajam pada Mahardika yang masih menertawakannya. Kinal mengusap air matanya kemudian menunduk, Veranda sekarang di luar dan sendiri, hanya ia satu-satunya kerabatan Veranda yang Veranda punya, begitupun sebaliknya. Kinal harus keluar dari sini dan melindungi Veranda.

Kinal kembali menatap Mahardika, pria itu masih tertawa meremehkannya. Diam-diam, Kinal menggigit kuat tangan Mahardika dan mengambil alih pistolnya. Tanpa berpikir lagi, Kinal menembak kedua anak buah Mahardika, pelurunya berhasil menembus mata mereka. Kinal mundur beberapa langkah lalu menembak kaki kanan Mahardika dan buru-buru berlari.

"Kurang ajar!" Mahardika emosi dan segera mengejar Kinal. Ia berhasil menggenggam tangan Kinal, tetapi bisa Kinal tepis dengan mudah.

Kinal meloncat terpontang-panting keluar jendela sampai jatuh, dahinya membentur keras batu dengan sangat keras. Kinal mengambil batu cukup besar lalu ia lemparkan tepat pada kepala Mahardika yang hendak ikut meloncat. Mahardika mengerang keras dan reflek mundur.

"Aku gak main-main sama ancaman aku!" bentak Kinal keras sambil mengusap darah yang mengalir di dahinya. "Aku akan datang beberapa tahun lagi untuk bunuh keluarga kamu! Semua keluarga kamu akan mati satu persatu di tangan aku!!" Kinal kembali menekan pelatuknya, menembak lengan Mahardika sebelum akhirnya berlari kencang, melewati benteng belakang yang cukup tinggi.

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang