17

1.8K 269 76
                                    

"Kalo dia gak sembuh, aku akan penggal kepala kalian!" Kinal mendorong tubuh Eirat, salah satu Dokter dari lima Dokter yang selalu ada di rumahnya. Ya, ada rumah sakit khusus di ruang bawah tanah yang Kinal bangun untuk mereka dan anak buahnya. Terlalu beresiko jika ia memakai jasa rumah sakit umum untuk pengobatan, tidak ada yang boleh tau identitas mereka yang sebenarnya.

"Makasih, Riko!" Alex menepuk bahu Riko cukup keras karena tadi, hanya Riko yang sadar jika jari tangan Viny bergerak, pertanda Viny masih hidup. Sementara yang lainnya tidak sadar karena sibuk menangis, termasuk Kinal yang tak berhenti memeluk Viny.

Kinal mengusap air mata yang masih tersisa di pipinya, "Aku tau, Viny gak akan mati dengan mudah," ucapnya menatap Chika lalu tersenyum, bersama dengan air matanya yang kembali menetes. Kinal mengembuskan napas berat kemudian memasrahkan tubuhnya pada Chika.

"Iyaa, aku pikir kak Viny udah gak ada." Chika memeluk Kinal begitu erat. Ekor matanya bergerak, melihat Zee dan Ratu datang dengan wajah panik.

"Gimana kak Viny?!" tanya Zee pada Alex.

"Dia akan sembuh," jawab Alex bersandar di dinding sebelum akhirnya terduduk lemas di lantai, "dia akan sembuh." Alex menangkupkan sepasang tangannya di depan wajah. Kejadian tadi, benar-benar membuatnya shock, melihat semua orang menangis dan melihat Viny terbaring seperti itu.

"Kak Viny diserang sama belasan orang," ucap Riko yang paling tenang di sini, "dia bisa bunuh mereka semua, dengan posisi dia pingsan di samping pintu mobil, itu artinya dia ngerasa semua orang udah mati dan dia berusaha pergi. Kalo aku liat dari luka tusukan di punggung, kayanya dia diserang dari belakang."

"Ada orang yang dia ampuni." Kinal melepaskan pelukannya pada Chika lalu menatap Zee. "Dia adalah salah satu putri angkat keluarga Mahardika Abiputra yang bikin Viny mikir dua kali buat bunuh dia."

Bola mata Zee bergetar takut melihat tatapan Kinal setajam itu, ia menunduk dalam dengan kedua tangan yang bertautan erat, berusaha menahan rasa takut itu.

"Orang itu udah pasti Lala! Viny gak mungkin mikir dua kali untuk bunuh orang kalo orang itu gak ada hubungannya sama orang yang dia sayang!" Kinal mendorong keras tubuh Zee. "Kalo kamu nurut sama aku, kalo kamu bunuh dia dari awal, semuanya gak akan kaya gini!"

"Kak, cukup." Chika menahan tangan Kinal yang hendak memukul Zee kemudian menarik tangannya agar menjauh dari Zee. "Kamu tenang yaa?" Chika kembali memeluk Kinal dengan sangat erat. "Kendaliin emosi kamu, dia adek kamu," bisiknya.

Shania mengepalkan kuat tangannya, berusaha menahan emosi. Tidak, ia tak bisa menahan emosinya lagi. Shania menghapus air matanya kemudian menatap Riko, "Siapin dua puluh lima orang, kita serang mereka malam ini." Shania melirik jam yang menunjukan pukul sebelas malam. "Ratu, Chika ikut aku."

"Kak, maaf aku gak bisa ikut," ucap Zee. Tidak mungkin ia menunjukan wajahnya di depan Lala. Zee juga tidak bisa langsung marah pada Lala karena tak ada yang tau siapa penyerang itu sebenarnya. Bisa saja dugaan Riko dan Kinal salah.

"Jaga Viny aja." Shania menatap Alex yang baru saja berdiri. "Kamu ngga, di sini diem jaga mereka."

"Gak ada yang boleh pergi malem ini," ucap Kinal tak setuju.

"Kenapa? Aku punya hak untuk ambil keputusan, kita bunuh semua anak buah mereka sampe gak ada yang tersisa sedikitpun." Shania menarik pandangan pada Ratu. "Ajak Briel sama Fiony. Mereka harus tau apa akibatnya kalo ngelanggar perjanjian yang mereka buat sendiri."

Chika mengangguk, melepaskan pelukannya pada Kinal lalu mengayunkan langkah. Namun, baru saja berjalan dua langkah, tangan Kinal kembali menggenggamnya. Chika menoleh pada Kinal, "Kenapa?"

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang