•PROLOGUE•

18.7K 1K 26
                                    

Seokjin berjalan mondar mandir, jam sudah menunjukkan waktu dini hari dan ayahnya tak kunjung pulang. Dia sangat hapal dengan kebiasaan ayahnya yang satu ini, pulang larut malam, mabuk-mabukan, sampai dirumah membanting apapun yang ada di hadapannya dan mengamuk tak jelas. Tapi, meski begitu tak ada rasa benci kepada ayahnya terselip dalam hatinya. Dia menyayangi ayahnya walau tak pernah mendapat kasih sayangnya.

Seokjin menatap lekat keluar. Mengamati eloknya rembulan malam menghayal wajah ibunya ada di sana, berharap bisa menggapainya dan menunjukkan itu pada adiknya yang tertidur pulas. Pipinya basah, Seokjin menghapus air matanya. Sungguh, dia sangat rindu ibunya. Orang yang sangat tulus menyayangi nya walau hanya lima tahun saja.

Dia melihat ayahnya dari kejauhan membawa dua koper di kedua tangannya. Dapat dia rasakan kalau ayahnya sedang bahagia karena senyum yang lama tak pernah ditunjukkan padanya muncul di setiap langkah ayahnya. Ini adalah pertama kalinya, ayahnya tidak mabuk saat pulang kerja. Seokjin tentu saja girang melihat ayahnya berhenti mabuk-mabukan dan tersenyum padanya.

"Akhirnya kau berguna juga jinnie~ tidak membuatku pusing~ dan melupakan kecacatanmu yang menjadi kutukan itu~ sekarang aku bebas~ hahahahahaha~" nyanyi ayahnya dengan suara barithone yang selalu digunakan untuk membentaknya.

"Sekarang kemasi barang-barang mu dan adikmu, dan temui aku disini!" Titah ayahnya pada Seokjin yang balas tersenyum.

Seokjin berlari ke kamar nya dan mengemasi barang-barang nya, tak lupa ke kamar adiknya untuk membangun kan namja pemalas itu. Dia membantu adiknya menata dan memasukkan baju kedalam koper berwarna hitam dengan cepat. Seokjin memasukkan semua yang diperlukan kedalam tas kecilnya termasuk obat-obatan yang selalu dia konsumsi.

"Jungkookie!! Cepat sedikit cuci mukanya!! Appa pasti sudah menunggu di ruang tamu!!" Teriak Seokjin dengan tangan yang bergerak menutup resleting koper.

Jungkook datang dengan pandangan tidak suka, "sebenarnya ada apa Hyung? Jangan senang dulu. Belum berarti kalau pria brengsek itu memiliki niat baik menyuruh kita mengemas barang-barang. Pasti dia merencanakan sesuatu yang buruk pada kita, aku yakin itu." Ucap Jungkook seraya memicingkan matanya.

"Jangan berprasangka buruk dulu jungkookie. Mungkin beliau ingin kita ikut berpindah dengannya. Siapa tahu beliau berubah." Tutur Seokjin pada adiknya yang masih saja memberikan raut wajah tak suka.

Akhirnya Seokjin dan Jungkook turun kebawah menemui ayah mereka dengan tangan membawa koper masing-masing. Dapat mereka lihat, ayah mereka menghitung uang dari kedua koper yang tadi dibawa pulang ayah mereka. Jungkook yang sudah memiliki firasat tidak enak pun menyembunyikan dirinya dibalik badan kakaknya yang tinggi walau tubuh keduanya hampir sama. Sedangkan Seokjin tersenyum pada Jungkook berupaya menenangkan dongsaeng nya yang masih belum menghilangkan prasangka buruk itu.

"Appa, kami sudah mengemasi barang-barang. Kita akan kemana?" Tanya Seokjin kepada ayahnya yang mulai berhenti dan meletakkan uang-uang itu kembali dalam koper berwarna hitam di depannya.

"Bukan kita. Tapi kalian. Aku takkan ikut~" jawab ayah Seokjin dengan santainya seraya mengeluarkan tottebag kecil dan memasukkan beberapa gumpalan uang di dalamnya. Seokjin yang tak tahu apa-apa memilih diam dan mengusap-usap  punggung tangan Jungkook yang mendingin.

"Ambil ini. Kau akan pergi ke Desa Hevn dengan naik kapal, setelah ini aku akan mengantarmu ke Pelabuhan Dymn. Jika sudah sampai akan ada supir yang menjemputmu mengenakan pakaian serba hitam. Kau harus menurut pada nya, terutama kau Jungkook!" Ucap ayahnya panjang lebar dengan tangan yang mengulurkan tottebag nya pada Seokjin. Seokjin hanya mengangguk dan mengambil tottebag yang diulurkan ayahnya.

"Ayo berangkat!" Suruh ayahnya seraya menyeret koper kedua putranya.

Seokjin dan Jungkook berjalan menuju mobil dan duduk di kursi penumpang. Jungkook mengedipkan matanya beberapa kali dan merembeslah air matanya. Dia takut jika tidak bisa kembali ke rumah karena feeling nya yang mengatakan itu. Jungkook menghapus genangan air matanya dan menggenggam erat tangan kakaknya. Apapun yang terjadi dia akan selalu di samping kakaknya, karena kakaknya lah harta satu-satunya.

Ayah mereka masuk kedalam mobil dengan senyum merekah dan mengelus rambut kedua putranya untuk terakhir kalinya. Sesaat dia merasakan sayang pada kedua anaknya, tapi sayangnya itu tertutupi sebuah fakta yang membuatnya malu dari publik dan dipecat dari jabatannya sebagai penasihat raja."kalian harus jadi anak baik disana." Seokjin dan Jungkook mengangguk bersamaan lalu ayah mereka mulai mengemudikan mobilnya menuju Pelabuhan Dymn.

"Appa, kenapa banyak sekali uangnya?" Tanya Seokjin pada ayahnya yang melirik dari kaca spion tengah.

"Untuk kebutuhanmu nanti bersama adikmu." 'untuk terakhir kalinya' jawab ayahnya singkat.

"Kita kesana untuk apa  Pa?" Tanya Seokjin lagi.

"Nanti kau tahu sendiri." Tutur ayahnya pelan.

Seokjin menutup mulutnya dan turun dari mobil yang sudah sampai di pelabuhan ini. Angin malam yang dingin membuat badan Jungkook menggigil, Seokjin yang melihat itu melepas coat nya dan memasangkan itu di tubuh adiknya berupaya untuk menghangatkan badan adik tersayangnya.
Ayahnya mengulurkan dua tiket kapal padanya dan merengkuh Seokjin dan Jungkook. Entahlah, ada rasa menyesal yang terselip di dada pria tua mantan penasihat raja itu.

Seokjin dan Jungkook tentu terkejut atas sikap ayahnya yang merengkuh mereka tiba-tiba. Ayah Seokjin melepaskan pelukannya dan mengusap kepala kedua anaknya untuk terakhir kalinya. Suara teriakan seseorang bahwa nahkoda akan mengemudikan kapal membuat ayah Seokjin menghentikan usapan nya, berganti mendorong mereka berdua memasuki kapal. Seokjin dan Jungkook menatap sendu ayahnya lalu segera mencari tempat duduk dalam kapal yang sebentar lagi akan berlabuh.

"Hyung, firasat ku mengatakan kalau kita takkan kembali kesini lagi." Ucap Jungkook tiba-tiba seraya menyenderkan kepalanya di bahu kiri Seokjin.

Seokjin mengulas senyum teduh dan menepuk punggung tangan adiknya," ya, mungkin saja appa akan kesana juga." Timbal Seokjin menenangkan.

"Tidak mungkin dia mau menyusul kita. Pasti ada apa-apanya dia baik kepada kita tadi." Sela Jungkook dengan bibir mencebik jengkel sekaligus tak percaya.

"Kau tak boleh seperti itu kookie, dia appa kita. Kau tak boleh berpikir buruk padanya. Seberapa besar kerasnya dia pada kita, pasti untuk kebaikan kita juga." Nasihat Seokjin pada Jungkook yang mulai menguap. Seokjin juga memejamkan matanya, dia sudah sangat mengantuk karena sudah sangat malam.

"Selamat tidur kookie." Tutup Seokjin di balas anggukan kepala dari Jungkook.

Mereka berdua tertidur pulas. Mengistirahatkan badan sejenak, melepas penat pikiran dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang masih di duga-duga dan belum tentu terjadi. Menyisakan sepi dengan gemericik air yang beradu kepakan sayap burung yang berimigrasi. Meninggalkan kota kelahiran, dan datang ke kota asing. Tanpa tahu rahasia apa yang di sembunyikan kota itu, Seokjin dan Jungkook datang kesana. Secara tidak langsung, mereka menutup jalan mereka untuk kembali pulang.

.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Chizy's heaven, 22 Oktober 2019.

Alma Gemela [Namjin] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang