‹ Chapter 2 : Light Like A Fur ›

9.7K 919 37
                                    

Seokjin bangun dari tidurnya dan menoleh ke kanan dan ke kiri, dia baru ingat kalau dia sudah tidak di rumahnya. Seokjin menurunkan kakinya dari ranjang empuk nan lembut yang tadi siang dia pakai tidur. Dia menoleh ke arah jendela, nampaknya waktu sudah menunjukkan sore hari. Seokjin menyambar handuk nya dan masuk ke kamar mandi.

Setelah mandi, Seokjin turun ke lantai bawah mencari keberadaan dapur dari rumah besar nan mewah ini. Dia mencoba membalas budi Chanyeol yang sudah membebaskannya dari ayahnya dan mau menganggapnya seperti saudara sendiri. Bulan ini adalah bulan Oktober, dimana musim dingin mulai mendera dan bulan dimana sepupu nya menghilang bak ditelan bumi di hari ulang tahun sepupunya itu.

Seseorang yang sudah Seokjin anggap adik sendiri dan orang yang tulus menyayangi Seokjin selain ibu Seokjin dan Jungkook. Tidak banyak kenangan yang mereka toreh bersama, hanya tiga bulan sebelum hilangnya seorang Park Jimin, kesayangan Seokjin sebelum Jungkook hadir di dunia ini. Hanya hal-hal kecil yang dilakukan anak-anak biasanya, bermain dan bergurau riang. Tapi ada satu hal yang paling Seokjin ingat sebelum menghilang nya Jimin, yaitu ucapan Jimin di menit-menit akhir dirinya menghilang dan Seokjin yang tiba-tiba pingsan.

"Hyung, aku ingin selalu bersamamu. Dimanapun aku berada dan kau berada, aku akan selalu bersamamu, dihatimu. Apapun yang terjadi kita harus bertemu kembali dan membawa kesuksesan kita di tangan masing-masing. Berjanjilah padaku untuk bertemu denganku lagi. Jika tidak bisa, aku akan menjadikan itu bisa. Jadi, Hyung mau?" Ucap Jimin disahuti anggukan Seokjin dengan senyum indahnya.

Jimin tersenyum lebar dan memeluk Seokjin, beberapa menit kemudian seorang pria berjubah hitam masuk kedalam kamar Jimin lewat jendela yang terbuka dan langsung menyambar Jimin lalu meninggalkan Seokjin yang terkejut dan pingsan. Sebelum dia tidak sadar sepenuhnya, Seokjin melihat seorang pria dengan penampilan tak jauh berbeda dengan yang membawa Jimin, hanya saja pria itu lebih tinggi dan memiliki kulit agak kecoklatan dari pria yang membawa Jimin, juga bekas luka sayatan di lengan kiri pria itu yang membedakan pria itu dengan pria yang membawa Jimin pergi.

Seokjin juga tidak tahu siapakah gerangan, tapi Seokjin tidak pernah mengatakan hal ini pada siapapun dan menjadi saksi hilangnya Jimin. Seokjin juga tidak tahu kenapa dia sangat sulit ketika akan mengucapkan hal yang sebenarnya pada keluarganya. Tapi Seokjin tahu, pasti orang yang menculik Jimin memiliki sebuah kekuatan yang mampu membungkam mulutnya.

Seokjin membuyarkan lamunannya kala Chanyeol sudah berada di belakangnya yang juga sedang menuruni tangga. Seokjin berbalik setelah menginjak lantai dasar untuk bertanya pada Chanyeol dimana letak dapurnya.

"Hyung, dimana letak dapurnya? Aku akan memasak makan malam." Tanya Seokjin pada Chanyeol yang terkejut karena Seokjin yang tiba-tiba berbalik.

"Ah, kau bisa memasak?" Tanya Chanyeol balik.

"Tentu, kalau aku tak bisa kenapa ke dapur? Kan makin menyusahkan." Gerutu Seokjin.

"Tidak, kau tidak menyusahkan sama sekali. Malah keberadaan mu dan Jungkook disini memberikan ku kehangatan layaknya keluarga yang sesungguhnya. Jangan menganggap dirimu menyusahkan." Ucap Chanyeol pada Seokjin yang sedang memilin ujung sweater tebalnya seraya menahan tangis.

"Iya. Jadi, dimana dapurnya?" Tanya Seokjin lagi.

"Tak perlu memasak, sudah ada maid yang memasak makanan untuk kita." Jawab Chanyeol melangkahkan kakinya menuju sofa ruang tengah dan duduk disana.

"Ayolah Hyung, aku bosan. Dimana dapurnya?" Ulang Seokjin.

"Lurus, nanti belok kanan, dekat kolam." Jawab Chanyeol mengalah.

"Oke."

Seokjin menyusuri lorong panjang rumah Chanyeol yang penuh dengan lukisan tentang peperangan antara manusia dan apa itu? Manusia serigala? Werewolf? Entahlah, Seokjin tak paham dengan itu semua karena Seokjin bukan pecinta seni. Di rumah ayah Seokjin juga ada beberapa lukisan, tapi tak seindah milik Chanyeol sih.

Seperti instruksi yang Chanyeol berikan, Seokjin berbelok ke kanan dan melihat kolam renang dalam ruangan, lalu dapur ada di samping kolamnya. Apa yang diucapkan Chanyeol semuanya benar adanya. Beberapa maid sudah memasak sejumlah makanan, dan Seokjin jadi bingung sendiri karena dia tidak pernah memasak apa yang di masak para maid rumah ini.

"Ada yang bisa aku bantu?" Tanya Seokjin pada para maid.

"Tidak ada tuan, biar kami saja yang memasak, tuan bisa duduk disana sebentar sembari menunggu masakan ini matang." Ucap seorang kepala maid seraya menunjuk ke arah kursi panjang dekat gazebo rumah.

"Tapi aku ingin membantu kalian, beritahu aku bagaimana caranya dan aku akan melakukannya." Ucap Seokjin dengan tangan menggulung lengan sweater sampai sebatas siku.

Seokjin memulai acara memasaknya saat seorang pelayan memberi arahan padanya. Dan Seokjin mulai berpikir dalam kerjanya. Apa adik kelincinya itu sudah bangun atau belum?

Selesai memasak para pelayan memanggil Chanyeol dan Jungkook untuk makan malam. Sementara Seokjin masih tetap di dapur karena malas bolak-balik.saat Chanyeol dan Jungkook datang, Seokjin segera menyiapkan piring untuk mereka. Dan memulai doa sebelum makan.

Makan malam mereka di warnai dengan kebahagiaan dan kehangatan layaknya keluarga lengkap. Dan ini adalah pertama kalinya bagi Seokjin merasakan hal seperti ini. Hangat, nyaman, aman, seperti deskripsi keluarga yang sesungguhnya. Hari ini adalah hari dimana pertama kalinya bagi Seokjin merasa hidupnya sangat ringan layaknya bulu yang terbang lepas dari sang pemilik.

.

.

.

Tak terasa, Seokjin sudah tinggal di rumah Chanyeol selama sebulan. Dan sebulan itulah Seokjin menemukan cahayanya, menemukan kehangatannya, menemukan sumber kekuatan nya. Dan hal baru nan berharga lainnya. Jungkook pun demikian.

Seokjin tidak tahu, yang ada di sekitar rumah Chanyeol itu hutan asli atau hutan buatan. Karena dirinya merasa di intai jika sedang berada di luar rumah dekat perbatasan antara hutan dan tembok rumah Chanyeol. Dan Seokjin akan mendapatkan omelan Chanyeol ketika dia bertanya kenapa tak boleh ke hutan itu.

Sekarang, Seokjin nekat keluar diam-diam mendekat ke arah pembatas hutan. Dia mendudukkan dirinya di rumput rimbun bawah pohon beringin lebat di atasnya. Seokjin mengeluarkan apa yang dia bawa sedari tadi, yaitu foto Jimin dan dirinya. Seokjin mengelus wajah Jimin pelan.

"Aku merindukanmu jiminie. Sebenarnya kemana orang itu membawamu Jimin-ah? Kau dimana?" Monolog Seokjin dengan air mata merembes keluar dari kelopak matanya.

"Aku disini Hyung....."

"HYUNG-IE TOLONG!!!!!!!"

A/N

Chizy's heaven,
6 Oktober 2019, 00:00

Dikit ya, kita spoiler dulu huehehehehe......

Adakah yang membaca ini?
Tinggalkan vote karena vote itu GERATIS dan tinggalkan komentar jika ada yang salah dari karya ini.......

Alma Gemela [Namjin] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang