Chapter 1

5.1K 320 10
                                    

Cerita ini adalah hasil remake dari fiksi milik penulis HyagI_0z dengan judul yang sama.

Karakter hanya milik Tuhan, Keluarga, Orang Tua, SMEnt, Label V, dan dirinya sendiri.

Mohon maaf apabila ada kejadian atau nama yang serupa, bukan merupakan unsur kesengajaan.









"Karena untuk menjadi lebih baik selalu butuh pengorbanan; Entah kau yang mengorbankan sesuatu, atau kau yang akhirnya dikorbankan." - Tuanwidi via kumpulanpuisi






"

Sudah kuduga."

Aku memegang perutku yang masih datar. Ini sudah ke sekian kalinya aku mencoba menggunakan alat penguji kehamilan. Karena sejak dua bulan lalu, hampir setiap pagi aku merasakan hal tidak nyaman pada tubuhku. Maka dari itu, di suatu hari setelah selesai bertugas, aku membeli satu kotak test pack hanya untuk memastikan rasa penasaran yang diam-diam menggerogotiku.

Dan hasilnya pun tetap sama, positif, itu artinya aku memang sedang mengandung.

Sejak dua bulan lalu nafsu makanku menurun drastis. Aku yang sebelumnya senang sekali dengan makanan cepat saji, sekarang hanya dengan mencium aromanya saja sudah membuatku ingin muntah. Bahkan akhir-akhir ini aku sering terbangun hanya untuk mengeluarkan isi perutku di kamar mandi. Awalnya, aku pikir kalau badanku tidak enak karena kurang istirahat, ternyata aku mengalami hal yang berada di luar dugaan.

"Huft."

Aku mendesah di depan cermin wastafel kamar mandi. Mengusap wajahku yang sudah seperti mayat hidup, kemudian mengigit bibir bawahku dengan pelan, "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Kalau dihitung sejak heat terakhirku, artinya anak ini sudah berusia hampir tiga bulan.

"Kenapa aku tidak sadar hal sepenting itu?" gumamku sambil mendesah lagi.

Ding

Dong

Suara bel yang begitu nyaring memaksaku kembali kepada kenyataan. Kulemparkan test pack terakhir yang kugunakan ke tempat sampah lalu berjalan untuk melihat siapa yang datang pagi-pagi begini. 

Ya, ini baru pukul tujuh pagi, hanya orang iseng yang datang untuk bertamu sepagi ini.

"Hei Ten! ke mana saja kau? Aku sama sekali tidak bisa menghubungimu. Kau baik-baik saja?" tanya orang tersebut secara bertubi-tubi sembari memaksa masuk padahal aku baru membuka setengah daun pintu. Begitu sampai di ruang tengah, seseorang yang berjenis kelamin pria ini ini berkacak pinggang sambil memandangku sinis.

Namanya Lee Jinseok. Aku bertemu dengannya saat aku sedang mencari pasangan untuk masa heat-ku di klub malam.

Aku dan Jiseok, yang seorang alpha, sama-sama cocok dan tidak ingin punya keterikatan, akhirnya aku selalu menemuinya setiap kali heat-ku tiba.

"Maaf, aku tidak enak badan beberapa hari ini."

"Benarkah? Bagaimana dengan heat-mu?"

Aku lupa. Aku sama sekali tidak memberitahu Jinseok soal semua ini, padahal setiap kali masa heat-ku tiba aku selalu menghubunginya hanya untuk sekedar berhubungan badan. Siapa pun tahu kalau saat heat seorang omega tiba, tidak akan ada yang bisa menahan atau meredakannya kecuali obat khusus, yaitu supressant, yang diberikan oleh dokter spesialis sementara aku belum bisa menemukan obat yang cocok untuk menekan feromon yang kukeluarkan saat masa heat itu datang.

Dan saat itu terjadi, Jinseok adalah orang pertama yang akan selalu aku hubungi.

"Kau mengunci diri lagi di kamar ini?"

"Huh?"

Iya, aku memang pernah melakukan itu. Mengurung diriku di kamar dan menghabiskan masa heat-ku sendirian, mencoba tidak keluar sama sekali hingga semua itu berakhir.

Tapi kadang, itu semua tidak pernah berhasil. Heat-ku bisa jadi lebih buruk kalau tidak disalurkan dengan baik. Dan sialnya, aku sampai saat ini belum memiliki mate atau punya pasangan tetap untuk itu, tapi setelah bertemu Jinseok setahun lalu, setidaknya aku punya alpha yang bisa kuandalkan.

Meskipun Jiseok sering jadi pasanganku setiap heat-ku tiba, tapi dia bukan pasanganku. Katakanlah kalau kami hanya teman seks dan tidak pernah terikat untuk apa pun, mungkin Jiseok juga tidak tertarik denganku karena terakhir kudengar kalau dia sedang dekat dengan seorang omega sejak beberapa bulan terakhir. Dan mungkin ini adalah saatnya bagiku untuk mengakhiri hubungan simbiosis mutualisme di antara kami. Meski sejauh yang kutahu hanya aku yang selalu membutuhkan dia.

"Kau yakin tidak apa-apa?" Jinseok mengibaskan tangannya di depan mataku.

Dia memang bukan pasanganku, tapi dia termasuk salah satu alpha baik yang pernah kutemui.

"Tidak, kau pulang saja. Bukankah ini masih jam kerjamu?"

"Aku ambil cuti setengah hari pagi ini. Kupikir kau sakit karena akhir-akhir ini kudengar pekerjaanmu semakin banyak sejak insiden pengeboman di Stasiun Daejeon sebulan lalu."

"Iya, tapi aku tidak bertugas di sana."

"Benarkah? Kupikir kau ikut mengurus kasus itu, karena kepolisian daerah ini kan sedang sibuk mengurus kasus itu."

"Tidak," jawabku singkat, "kepala bagian divisi ku memang menawariku masuk jajaran penyidik, tapi aku menolak. Karena kesehatanku sedang tidak baik akhir-akhir ini."

"Eh? Kau bilang kalau kau tidak apa-apa tadi?!" Jinseok berseru seraya memegang kedua pundaku, tapi segera kusingkirkan tangan pria itu lalu berjalan ke kamar.

Kurasa aku tidak perlu menawarinya makanan ataupun minuman untuk sekedar basa-basi. Biasanya kalau dia datang kemari, kami hanya melakukan seks seperlu kami lalu pergi tanpa meninggalkan jejak apapun lagi.

Dan sekarang karena dia sudah dapat jawaban yang dia inginkan, kurasa dia akan segera meninggalkan tempat ini.

Tapi kurasa aku salah.

Jinseok mengikutiku masuk ke dalam kamar, menyentuhkan tangannya ke dahiku seolah sedang mengukur suhu tubuh. 

"Apa yang kau lakukan?"

"Kau yakin kau sedang baik-baik saja?" 

Itu pertanyaan ketiga yang kudengar pagi ini dari orang yang sama.

"Sudah kubilang aku tidak apa-apa," aku menyingkirkan tangannya yang masih setia menempel di dahiku, "Kenapa kau tidak segera kejar kereta? Bukannya kau bilang kalau kau hanya ambil cuti setengah hari?"

"Iya, tapi aku tak ingin kau sakit."

"Aku memang seorang omega, tapi bukan berarti aku ini selemah perempuan. Aku tak butuh dikasihani." 

Aku menepis satu lagi tangan Jinseok yang berada di pinggangku dan kembali memintanya untuk kembali ke kantornya. Tapi pria itu malah menatapku dengan raut wajah khawatir dan sepasang alis yang saling bertautan.

"Kau sendiri? Apa kau mengambil cuti hari ini? Bukankah kau bilang kalau kepala divisi mu itu orang yang keras?"

Kepala divisi.

Qian Kun.

Aku menatap ke dalam mata Jinseok sementara sebelah tanganku kugunakan untuk menyentuh perut datar di mana ada segumpal darah yang mulai berkembang di sana.

"Jinseok," kuambil perhatian pria di hadapanku ini, "mari kita sudahi saja hubungan alpha dan omega ini."

___________

[Remake] My MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang