Chapter 2

2.3K 268 12
                                    

Cerita ini adalah hasil remake dari fiksi milik penulis HyagI_0z dengan judul yang sama.

Karakter hanya milik Tuhan, Keluarga, Orang Tua, SMEnt, dan dirinya sendiri.

Mohon maaf apabila ada kejadian atau nama yang serupa, bukan merupakan unsur kesengajaan.





"When you really know somebody you can't hate them. Or maybe it's just that you can't really know them until you stop hating them."

― Orson Scott Card, Speaker for the Dead via goodreads







Namaku Chittaphon Leechaiyapornkul, tapi orang-orang lebih sering memanggilku dengan sebutan Ten. Iya, Ten. Seperti pelafalan angka sepuluh dalam Bahasa Inggris. Nama panggilan yang cukup aneh, aku tahu itu. Tapi, jika ditanya mengapa mereka memanggilku begitu, sebenarnya aku pun sudah lupa alasannya. Usiaku kini 28 tahun. Dan tahun ini terhitung sudah hampir lima tahun aku menggeluti pekerjaanku sebagai salah satu anggota tim penyidik ahli di kantor polisi pusat Incheon.

Di negara ini, Korea Selatan, terdapat perbandingan antara omega dan alpha yang sangat mencolok. Hampir sebagian besar orang di sini beranggapan bahwa seorang omega tidak akan pernah bisa melakukan pekerjaan yang alpha lakukan. Seperti menjadi dokter, tentara, orang penting di pemerintahan, dan lain sebagainya yang penuh dengan aroma politik dan strata sosial tinggi yang mencerminkan keagungan seorang alpha. Terlebih ketika kau adalah seorang alpha dominan. Tak akan pernah ada yang bisa menggesermu dari posisi itu walau hanya sejengkal.

Sementara para omega dan mereka yang termasuk ke dalam golongan beta pun hanya bisa menggeluti pekerjaan sebagai pegawai biasa, beberapa yang beruntung bisa menjadi bagian dari pemerintahan, ya meski sudah jadi peraturan tertulis bahwa akan sulit bahkan tidak mungkin bagi mereka untuk menduduki posisi yang lebih tinggi dari para alpha.

Huh, apa-apaan itu.

Namun bagi mereka yang kurang beruntung, tak jarang para omega itu terpaksa bekerja sebagai seorang penghibur di rumah bordil karena tidak bisa menemukan pekerjaan yang layak.

Dan tentu saja aku juga diperlakukan demikian dengan statusku yang sebagai seorang omega. Mereka selalu memandangku sebelah mata, sinis, begitu datar, dan hal-hal menyebalkan lainnya.

Mereka bilang kalau aku ini merepotkan, memperlambat kinerja mereka karena feromon yang selalu kukeluarkan setiap masa heat-ku tiba. Tak tahu saja mereka, kalau selama ini mereka pun selalu mengeluarkan feromon yang baunya bermacam-macam.

Huft, betul-betul.

Jika aku boleh membandingkan, menurutku negara ini agak berbeda dengan negara asalku, Thailand. Di sana, orang-orang sudah mulai tidak begitu memperdulikan gender kedua seseorang. Selama mereka bisa mengerjakan tugasnya dengan baik, maka itu tak akan jadi masalah.

"Jika begitu, mengapa kau malah mencari kerja di sini? Kenapa tidak di Thailand saja?" tanya seseorang saat aku membicarakan perbedaan antara dua negara beda benua tersebut.

Sebenarnya, aku juga ingin bekerja di Thailand. Karena keluarga besar dan teman-temanku ada di sana. Tapi karena ayah dipindahtugaskan ke Korea Selatan sewaktu aku masih berusia 10 tahun, mau tak mau aku harus ikut. Dan di sinilah aku sekarang.

Tak mudah bagiku untuk berada di posisi dan pekerjaanku saat ini. Orang-orang seringkali mengatakan berbagai macam hal yang tak enak didengar, seakan-akan apa yang kulakukan selama ini tak ada harganya. Apalagi jika aku sudah mendekati masa heat-ku, banyak orang akan menutup hidungnya saat berada di dekatku karena mereka merasa aroma feromon yang aku keluarkan membuat mereka terganggu.

"Hey! Feromonmu sangat mengganggu, bisakah kau berhenti mengeluarkan itu!?"

Padahal aku sudah mengonsumsi suppressant dan mengenakan scent collar untuk menahan agar feromon yang aku keluarkan tak begitu kuat. Namun faktanya, semakin dekat dengan masa heat, aroma feromon seorang omega akan semakin kuat. Karena alasan yang sama itu lah aku seringkali mengambil cuti beberapa hari sampai aroma feromon di tubuhku tidak terlalu kuat. Atau kalau aku tidak bisa melakukannya, aku hanya akan mengambil jam istirahatku untuk sekedar memuaskan diri dan kembali bekerja setelahnya.

Memang merepotkan, tapi itu adalah hal terbaik yang bisa kulakukan mengingat statusku sebagai seorang omega.

Dan selama masa heat-ku berlangsung, aku selalu menghubungi Jinseok untuk sekedar tidur bersama sembari berpelukan atau hubungan badan jika sakit yang kurasa tak kunjung reda.

Tapi sekarang, rasanya aku sudah tidak bisa melakukan itu dengan Jinseok. Karena sekarang aku sedang mengandung.

Ya, aku akui itu memang karena kecerobohanku. Tapi nasi sudah menjadi bubur, menyesal pun kini tak ada gunanya.

"Apa?! Kenapa tiba-tiba sekali!?" protes Jinseok saat kukatakan kalau aku ingin mengakhiri hubungan simbiosis mutualisme kami.

"Kudengar kalau kau sedang menjalin hubungan dengan seorang omega wanita dari tempat kerjamu, jadi aku tidak ingin mengganggu hubungan kalian."

"Ya, memang benar sih," Jinseok mengusap tengkuk lehernya dan aku bisa dengan mudah melihat rona merah yang kini mewarnai wajahnya.

"Kalau begitu, kita selesai."

"T-tapi apa yang akan kau lakukan untuk mengatasi heat-mu nanti?"

"Tidak perlu khawatir, aku bisa cari alpha lain."

"Kau yakin?"

"Apa aku terlihat seperti sedang bercanda?"

"T-tidak, tapi-"

"Sudahlah, terima kasih untuk waktumu selama ini," ujarku sambil tertawa dan mengibaskan tanganku di depan wajahnya.

Mungkin berat rasanya kalau harus melepaskan seorang alpha baik seperti Jinseok hanya dengan alasan seperti itu. Tapi rasanya lebih baik daripada dia tahu kalau sedang mengandung anak dari alpha yang kubenci. Mungkin dia akan menertawakanku dengan begitu keras.7

"Baiklah, jaga dirimu. Jangan berkencan dengan alpha mesum."

"Baik," aku mengangguk. Tanpa ia beri tahu pun aku sudah mengerti tentang hal itu.

"Aku tak akan membiarkanmu berkencan dengan alpha mesum! Kalau itu terjadi akan kuikat kau!" ancamnya dan aku hanya terkekeh sambil melambaikan tangan.1

Pagi ini adalah pagi terakhir aku melihat Jinseok. Mungkin besok hingga seterusnya, kami tidak akan pernah bertemu lagi. Karena aku telah diikat oleh seseorang. Dan berdasarkan kabar yang aku dengar dari banyak orang, setelah seorang omega dipilih dan diikat oleh seorang alpha, maka omega itu akan selamanya berada dalam kungkungan alpha tersebut, mengingat sifat alami dari seorang alpha yang begitu protektif dan terkadang cenderung posesif pada pasangannya.

Selain itu, alasan lain yang membuatku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Jinseok adalah karena setiap kali aku menatap Jinseok, aku merasakan ada sesuatu yang tak benar dalam hubungan kami. Entah apa itu.

"Oh! Sudah pukul sembilan rupanya," ucapku sembari menatap jam tangan yang melingkar di lenganku.

Ternyata obrolanku dengan Jinseok memakan banyak waktu namun hanya menghasilkan banyak kalimat tak berguna.

Pukul sepuluh nanti aku harus sudah berada di kantor. Itu artinya aku harus segara bersiap dan berangkat bekerja.

Sebenarnya aku malas pergi ke mana pun, terlebih di saat morning sickness-ku semakin menjadi seperti ini. Rasanya seperti setiap kali aku mencium aroma apa pun kurasa aku akan muntah saat itu juga.

Aku―

Seperti aku harus pergi ke dokter untuk mengaborsi kandunganku.

[Remake] My MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang