Bag 14; Boku No Sakura

583 109 7
                                    

Setelah tadi pagi Luna dan Madam So berpamitan di sekolah, saat ini Luna memutuskan untuk graduate dari JKT 48 setelah hampir satu tahun menjadi member. Acara perpisahan Luna dengan member JKT 48 berlangsung haru, diiringi dengan lagu "Boku No Sakura".

Luna memeluk satu persatu teman-temannya dengan isak tangis. Rinbee dan Yunarita memeluk Luna sedikit lebih lama, ketiga cewek itu sudah berteman sangat lama. Banyak hal yang terjadi diantara ketiganya. Berkat Yunarita dan Rinbee, Luna jadi tahu apa arti teman yang sesungguhnya.

Soal Jeka, Luna tidak tahu bagaimana perkembangannya. Luna cemas tapi dia tidak mau mencari tahu. Dia takut tidak sanggup untuk meninggalkan Jeka saat keadaan cowok itu tengah terpuruk. Tadi di sekolah Jeka dan Jimi tidak ada, mereka masih menjalani pemeriksaan di kantor polisi.

Papa benar, Luna masih berada di separuh perjalanannya untuk menggapai masa depan. Saat ini ditempatnya berpijak Luna belum menjadi Luna yang sesungguhnya. Luna masih perlu mencari tahu jati dirinya yang sebenarnya.

"Luna, jangan pernah lupain kita, jangan sampai lost contact". Isak Rinbee yang gak mau melepaskan pelukannya barang sedikitpun.

"Kalau ada waktu luang, main ke Jakarta tengokin kita". Tambah Yunarita. Luna mengusap air matanya dan membalas pelukan kedua sobatnya ini. Dua orang yang selalu ada di samping Luna tanpa cewek itu minta.

"Iya itu pasti, saya gak akan pernah lupain orang baik kayak kalian. Udah dong jangan nangis lagi, nanti saya semakin berat buat pergi". Yunarita dan Rinbee langsung melepaskan pelukan di tubuh Luna. Keduanya mengusap air mata dan tersenyum kearah Luna.

Setelah menyalami satu persatu member yang lain, Luna dipersilahkan untuk mengucapkan salam perpisahan. Dengan tegar Luna menaiki podium dan menatap satu persatu teman seperjuangannya.

"Ada seseorang yang bilang jika perpisahan bukanlah akhir. Justru perpisahan merupakan awal dari sebuah pertemuan yang indah. Tuhan merencanakan sesuatu dibalik perpisahan ini. Suatu saat nanti kita semua pasti akan bertemu kembali dengan keadaan yang berbeda dan tentunya lebih baik lagi...".

"Saya memilih untuk menyudahi waktu belajar di JKT 48, karena saya sadar jika saya memiliki mimpi yang lain. Mimpi menjadi seorang psikolog yang hebat. Seperti lirik lagu Boku No Sakura dimana setiap orang berlari dengan tempo yang berbeda, kita semua bisa menjadi member JKT 48 tentu dengan perjuangan keras....".

"Namun setiap member memiliki kemampuan yang berbeda. Untuk itu ayo terus semangat kejarlah mimpi kalian, meski ditengah jalan terasa sulit menangislah tidak apa-apa. Tapi setelah itu bangkit dan lanjutlah berlari, hingga kalian sampai di garis finish sesuai dengan mimpi yang akan kalian raih...".

"Bunga sakura yang gugur dan meninggalkan ranting, tahun depan bersemi lagi. Meski saya keluar dan meninggalkan kalian semua, tapi di tahun depan pasti akan ada member baru yang menggantikan saya. Maka jadikanlah perpisahan ini indah. Saya Laluna Saraswati, resmi lulus dari JKT 48".

Prok... prok... prok...

Luna membungkuk hormat dan hendak kembali ke tempat duduknya, namun dia kaget kala mendapati Jeka berjalan menuju kearah stage sambil membawa sebuket bunga mawar merah. Cowok itu tersenyum dan mencium buket bunga itu sebelum mengulurkan ke arah Luna.

"Selamat atas kelulusannya". Jeka mengecup kening Luna lembut. Kemudian mengacak sekilas rambut cewek itu.

"Kamu kenapa disini?". Luna menatap Jeka heran setelah menerima bunga yang diulurkan oleh Jeka.

"Saya ingin melihat kamu, sebelum kamu benar-benar pergi". Jawab Jeka yang saat ini lebih tegar dari kemarin. Luna reflek berkaca-kaca, air matanya tumpah tanpa permisi. Jeka tersenyum lembut sebelum mengusap air mata yang mengalir di wajah Luna.

"Jangan nangis! Katanya mau jadi Psikolog yang hebat. Kamu belum mulai berjuang kok udah nangis. Luna harus kuat seperti kaktus, tetap berdiri kokoh dalam keadaan apapun. Menangis sesekali boleh tapi jangan keseringan, ingat kan kaktus akan mati kalau kebanyakan dikasih air?". Luna mengangguk dengan semangat sebelum menghambur ke dalam pelukan Jeka. Cowok itu bernafas lega, akhirnya Luna bisa lebih tegar menghadapi kenyataan.

"Dunia itu kejam Luna. Jadilah wanita yang kuat, tangguh menghadapai rintangan apapun". Luna mengangguk di dalam pelukan Jeka. Menghirup dalam aroma khas dari cowok itu, aroma yang selalu sukses membuat darah Luna berdesir. Jeka melepaskan pelukannya dan mengusap rambut Luna lembut.

"Jaga diri baik-baik, saya pasti akan selalu ingat sama perkataan saya tempo lalu. Hati-hati, saya akan selalu mendoakan kamu". Sekali lagi Jeka mengecup dahi Luna lembut sebelum kemudian berbalik untuk meninggalkan tempat itu.

"Jeka!". Panggil Luna, Jeka berhenti namun dia enggan untuk menoleh. Jeka takut jika sekali saja dia menoleh, dia gak akan pernah membiarkan Luna pergi. Memilih untuk mengepalkan tangannya kuat-kuat, Jeka terus berjalan tanpa menoleh ke belakang meskipun dia mendengar suara isak tangis Luna.

"Ini demi kamu sayang, percayalah".

🍬🍬

Luna menatap bunga-bunga pemberian dari Jeka. Sekarang mereka sudah mau berangkat ke Jogja. Bunga yang Jeka berikan sudah tumbuh subur dan semakin indah. Luna mengambil tanaman kaktus yang diberikan oleh Jeka, rasanya dia gak sanggup bawa kaktus itu karena Luna takut akan terus mengingat Jeka.

Disetiap sudut rumah ini seakan meninggalkan sebuah kenangan manis. Apalagi space khusus yang Luna buat demi menyimpan bunga-bunga yang diberikan oleh Jeka. Luna selalu merawatnya dengan sepenuh hati dan setiap dia menyiram bunga itu, dia akan teringat sosok Jeka.

Entah kenapa Luna mau menangis lagi, perpisahan ini nyata adanya. Sebentar lagi dia akan benar-benar tidak bisa bertemu Jeka untuk waktu yang lama, dan sebentar lagi dia akan memaksa otaknya untuk tidak mengingat tentang Jeka lagi.

"Luna, pindah bukan berarti gak bisa ketemu lagi. Mama yakin suatu saat nanti kamu pasti akan bertemu Jeka, kalau jodoh sejauh apapun kalian terpisah akan kembali bersatu". Luna janji ini adalah tangisnya untuk yang terakhir di hari ini. Luna udah banyak menangis dan itu karena satu orang yaitu; Jeka.

Meski berat, akhirnya Luna masuk kedalam mobil. Menatap kaktus kecil itu dari jendela mobil. Luna minta maaf sama Jeka, cewek itu gak bisa jaga kaktus itu kayak apa yang Jeka mau. Luna menatap langit yang cerah hari ini, harusnya hati Luna juga kayak gitu kan? Akhirnya cewek itu tersenyum kecil sebelum menutup kaca mobil.

"Jeka terimakasih untuk hari-hari indah yang kamu ciptakan demi membuatku bahagia. Perpisahan ini benar bukan akhir kan? Saya harap seperti itu, karena sampai kapanpun saya hanya ingin kamu yang jadi lelaki-ku". Batin Luna sambil menoleh ke kaca jendela, tanpa disangka Jeka sengaja menghantarkan kepergian Luna meski hanya di depan kompleks perumahaan. Cowok itu tersenyum manis dan melambaikan tangannya.

Melihat Luna-nya sudah benar-benar pergi, Jeka mendongak menatap langit yang cerah. Ah Luna-nya bahagia hari ini. Berarti dia juga harus bahagia kan? Ingat Jeka kebahagiaan Luna itu prioritasmu yang pertama. Jeka mengangguk dengan mantap, apa yang perlu dirisaukan jika Luna saja berpijak di bumi yang sama dengannya. Jarak itu bukan aral Jeka, justru dengan adanya jarak kalian akan jauh lebih dewasa. Saling mencintai tidak harus selalu bersama-sama setiap waktu. Luna tahu jika kamu mencintainya itu sudah cukup.

🍬🍬

Q: Akankah perpisahan ini hanyalah sementara?

A: Aku harap begitu, datanglah jika kamu sudah merasa pantas untuk mempersuntingku!

Chiclephobia (JJK-JEB)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang