1. Adaptasi

32.9K 904 13
                                    


Aku memasuki ruangan kelas. Rasa gugupku semakin bertambah saat semua manusia disana menatap kearahku. Mungkin karena mereka tau kalau aku anak baru.

Ku edarkan pandanganku untuk mencari bangku yang kosong.

Sebenarnya barisan belakang belum ada yang mengisi tetapi aku memutuskan untuk duduk bersama seorang wanita berkacamata dengan rambut yang diikat dibawah dan betampang pintar.

Sepertinya dia orang baik. Aku akan mencoba berteman dengannya.

"boleh duduk bareng?" wanita itu mendongkak menatapku. Dia mengangguk sambil tersenyum. Aku mengulurkan tangan untuk berkenalan dengannya. "Debia" diapun menjabat tanganku "Salsa"

Tak lama dari itu bel berbunyi dan seorang gurupun masuk. Dan salsa bilang dia adalah wali kelas di kelas ini, namanya pak Haris. "assalamualaikum"

"waalaikumsalam" jawab seluruh murid.

"kali ini kita kedatangan murid baru. Debia silahkan maju kedepan dan perkenalkan diri kamu pada teman-teman" ku tarik nafas dalam-dalam dan ku hembuskan lagi. Hanya berusaha untuk menghilangkan rasa gugupku sebelum aku maju kedepan.

"selamat pagi teman-teman. Perkenalkan, nama saya Debia Miesie Maheswari, kalian bisa memanggil saya debi atau bia. Saya pindahan dari Bandung" hanya seperti itu perkenalan dariku, aku tidak tau harus berbicara apa saat di depan tadi.

Waktu belajarpun dimulai. Pak Haris adalah guru Bahasa Indonesia di sekolah ini. Kata salsa sih dia terkenal kilernya. Suasana kelas menjadi hening saat semua murid sedang menulis materi yang terpampang di papantulis.

Tak lama dari itu aku mendengar suara grusak-grusuk dari pintu belakang kelas. Saat aku menengok ke belakang ada tiga orang siswa yang sedang mengendap-endap sambil membungkukan badannya.

"terlambat lagi!" ketiga pria itupun menghentikan gerakannya, Masih dalam posisi menunduk. Tidak habis pikir Pak Haris bisa memergoki mereka bahkan saat sedang sibuk menulis materi di papan putih itu.

"ehehe macet pa" ujar salah satu pria berambut ikal itu.

"macet dimana? Dikantin?!" pak Haris memulai membalikan badannya dan terlihatlah wajah tegas nan berwibawanya. "lari keliling lapang 12 putaran"

"gak di butelin aja pa jadi 10" kali ini ujar pria berambut hitam dengan poni berantakan yang menutupi jidatnya. boleh juga-eh.

"mau dibuletin? 20 keliling. Sekarang!" dan ketiganyapun melongo.

"lo si pake minta di buletin segala" ucap pria satunya lagi sebelum mereka menghilang meninggalkan kelas.

Ternyata masih ada juga anak yang tidak menaati peraturan. Dulu sih saat sekolah di Bandung jarang sekali ada anak yang tidak menaati peraturan. Mungkin karena sekolahku dulu sangat ketat. Terlambat 3 kali saja orang tua bisa dipanggil.

Karena kegugupanku tadi sekarang aku malah jadi ingin buang air kecil. Aku tipe orang yang paling tidak bisa menahan pipis. Dari dulu aku adalah ratunya.

"Sa. Toilet dimana ya?" tanyaku pada Salsa.

"toilet dilantai satu bi. Deket musola. Taukan? Apa mau dianterin?" tawarnya.

"ga usah, aku tau ko musolah nya." Akupun meminta izin pada pak guru lalu beranjak pergi ke toilet.

Saat dalam perjalanan aku melihat tiga pria tadi. Aku mengernyit bingung, Bukannya mereka di suruh lari keliling lapang ya? Kenapa malah asik bermain game di teras musolah.

Tanpa sengaja tatapanku bertemu dengan pria berambut ikal tadi. Bisa ku tebak tatapannya menandakan 'dia masih asing denganku'. Akupun segera pergi meninggalkan mereka. Dan kali ini aku berani menggaris bawahi bahwa meraka murid-murid nakal di sekolah.

Waktu istirahat pun tiba. Semua murid sudah keluar dari kelas. Akupun beranjak ke kantin dengan Salsa.

Kami memesan 2 mangkok baso dan 2 gelas es jeruk. Dari kejauhan aku bisa melihat salah satu murid nakal berambut hitam berantakan itu. Dia sedang membantu ibu kantin melayani setiap pembeli. Anaknya kali ya-batinku.

"hey" aku terlonjak kaget saat 2 murid nakal lainnya ada disini. Aku tidak tau namanya siapa tapi salah satu dari pria itu dengan tidak sopannya menyeruput minuman milik Salsa.

"beli sendiri kenapa sih val" ucap Salsa sambil mendelikkan matanya. Orang yang disebut 'val' itu hanya menyengir tanpa dosa. Sedangkan cowo kriting yang satu ini dengan cepatnya duduk di kursi depanku.

"lo murid baru ya?" tanyanya. Akupun hanya tersenyum dan mengangguk.

"kenalin gue Reynan dan ini temen gue Noval" ucap pria kriting itu. Hmm disini ngomongnya pake lo gue ya-batinku.

"a-aku Debia" ucapku canggung.

"lo asal korea?" tanya pria bernama Noval itu. Aku menggeleng.

"Jepang kali ya?" tanya Reynan. Aku menggeleng lagi.

"Thailand?" lagi-lagi aku menggeleng.

"ko mukanya licin banget sih, agak sipit lagi" aku terkekeh malu, mataku memang agak sipit. tapi tidak sesipit orang Jepang ataupun Korea. Bisa dibilang sangat pas untuk porsi wajahku.

"aku asal Bandung. Mamaku turunan Mandarin. Papaku Jakarta"

"Ohh cina" ujar mereka berbarengan.

"lah ko bisa tinggal di Bandung?" kali ini Salsa yang bertanya.

"dari dulu nenekku memang tinggal di Bandung. Papa sama mama juga ketemunya di Bandung" merekapun ber-Oh ria.

"Daf. Sini lo, gamau kenalan apa sama cewe cakep" teriak Reynan. "bentar" jawab laki-laki di sebrang sana. Dia pun segera datang menghampiri kami.

"lo yang tadi mergokin kita di musolah ya?" tanya laki-laki itu. Akupun mengangguk gugup. Dia tau ternyata, padahal yang liat aku Cuma Reynan doang.

"jangan bilang ke pak Hardi ya" dia menatapku serius. Akupun mengangguk lagi.

"Woy!!!" teriak seorang wanita dari kejauhan.

Aku tidak melihatnya di kelas tadi. Sepertinya dia beda kelas. Dia berjalan menghampiri kami.

Rambutnya yang di gulung keatas, jam tangan hitam besar yang melingkar dipergelangan dengan jaket levis yang dikenakannya sudah menandakan bahwa dia itu cewe tomboy.

"baru dateng lo?" tanya Reynan. Cewe itupun mengangguk sambil menyengir. Ralat deh, Aku rasa dia juga sekelas denganku tetapi datang terlambat.

"eh? Murid baru ya?" tanyanya. Akupun mengangguk sambil mengulurkan tanganku.

"Debia" dia membalas dengan ramah "Jovina"

"turunan jepang?" tanyanya lagi. Aku menggeleng.

"aku pindahan dari Bandung" ucapku sambil tersenyum. Diapun tampak senang saat mendengar jawabanku.

"Bandung? Wil mojang Willl. Cantik gini orang Bandung teh" teriak Jovina sambil mengoyang-goyang bahu Reynan, membuat aku menahan tawa.

"gausah teriak gua tahu!"

Setelah perbincangan tadi para pria itu lalu pergi meninggalkan kami. Jika dipikir-pikir mereka asik juga.

Bukan hanya mereka tetapi Salsa dan Jovinapun sama asiknya, dan ternyata mereka satu bangku, aku jadi merasa bersalah karena sudah menduduki bangku Jovina.

Tetapi dengan enteng diaberkata tidak apa-apa, dia yang akan pindah kebangku belakang bersama ketiga pria tadi.

Aku sudah memaksa agar aku saja yang pindah tetapi dia mengotot dan selalu berkata 'kau tidak akan kuat berdekatan dengan tiga biangkerok tadi' dan akhirnya akupun menyerah.

To be a continue..
Vote dan coment kalian berpengaruh besar buat aku😊

Nikah Dini?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang