Karena di villa hanya tersedia 2 kamar utama dan satu kamar Biasa oleh karena itu karena keluarga paling muda adalah Daffa dan Debia alhasil mereka yang harus menempati kamar yang ukurannya minimalis. Karena dua kamar utama telah di tempati oleh kakaknya dan orang tuanya.
Kamar yang di tempati mereka memang lebih kecil dari kamar yang biasanya mereka tempati tetapi itu sama sekali bukan masalah bagi mereka.
Disana kasurnyapun memiliki ukuran kecil tapi cukup untuk berdua. Pukul sepuluh mereka baru memasuki kamar. Debia mengganti bajunya dengan baju ganti yang mereka bawa. Bia mengganti bajunya dengan kaos polos dan kolor pendek begitupun Daffa.
“kamu kenapa tadi cium aku di depan mama sama papa. Aku kan malu” ujar Bia naik ke atas kasur menghampiri Daffa.
“kenapa malu. Mereka juga ngerti kali yang. Aku juga sering mergokin mereka ciuman. Dan aku seneng karena tau hubungan orang tua aku selalu harmonis” jawab Daffa.
“jadi ciuman ampuh buat ngebuat hubungan selalu harmonis?” tanya Bia sembari bersender di pundak Daffa.
“iyalah. Dan yang paling penting itu komunikasi. Bang Rifan bilang komunikasi yang paling deket itu ketika suami istri sedang berhubungan” ujar Daffa yang sudah melingkarkan tangannya di pinggang Bia.
“kamu belajar masalah ranjang ke bang Rifan?” tanya Bia. Daffa mengangguk sambil mulai mengelus perut istrinya itu. “Bang Rifan sih yang ngasih tau. Aku cuma manggut-manggut doang. Kadang nanya sesekali”
“menurut kamu aku harus belajar masalah itu juga gak?” tanya Bia.
“terserah kamu. Tapi menurut aku belajar lebih baik. Biar sama-sama peka kalo lagi pengen” bisik Daffa yang membuat Bia memerah.
“Sayang kamu keberatan gak kalo aku minta jatah sekarang?” tanya Daffa sembari mengelus paha istrinya.
“ha? T-tapi ini kan bukan di rumah Daf” ujar Bia bimbang.
“kalo kamu ga nyaman disini gapapa ko. Besok-besok juga bisa” ucap Daffa yang berusaha memahami istrinya.
“m-maaf ya Daf, bukannya aku gak mau layanin kamu tapi disini kan ada banyak orang takutnya kedengeran sampe luar, aku malu” tutur Bia. Ya mengingat kamar mereka yang minimalis takutnya rintihan Debia terdengar sampai luar dan itu tidak sopan menurutnya. “aku lebih nyaman dirumah” sambungnya.
Ya, Daffa mengerti. Jika dia di posisi istrinyapun dia pasti menolak, sebenarnya dia juga sedikit tidak nyaman jika ada orang selain mereka di ruangan ini. beberapa persen kenikmatan akan tertahankan untuk menjaga ketenangan ruangan ini. tidak seperti di rumah yang bisa berteriak kapan saja.
“iya sayang gapapa aku ngerti” ujar Daffa lalu mengecup dahi istrinya.
“kamu belum ngantuk?” Daffa menggeleng.
“aku buatin susu ya” tawar Bia
“boleh deh”
Debiapun bangkit dan beranjak menuju dapur.
Daffa menghampiri Bia yang tengah sibuk menyeduh susu. Dia memperhatikan tubuh istrinya itu dari belakang.
Sanggup gak ya gue di tinggal dia kuliah di luar kota?- tanyanya pada diri sendiri.
“loh, kok gak nunggu di kamar” ujar Bia saat melihat Daffa yang sudah menghampirinya. Debia menyodorkan segelas susu pada suaminya.
“kamu ga bikin?” tanya Daffa. Debia menggeleng. “kenapa?"
“udah kenyang aja” Daffa meminum susunya lalu menyodorkan pada bibir istrinya. “minum dikit biar tumbuh tinggi” ujarnya.
“kamu ngeledek aku ya?” tuduh Bia. Pasalnya tinggi mereka lumayan jauh. Daffa yang memiliki tinggi 175 bersanding dengan Bia yang tingginya hanya 163.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Dini?
Teen Fiction18++ Nikah Dini? Bagaimana kedua manusia yang di jodohkan oleh para orang tuanya bisa menjalankan pernikahan di usianya yang masih muda? Bisakah Debia Meisie Maheswari memerankan tugasnya sebagai seorang istri sekaligus seorang pelajar? Dan bisaka...