"Daffaaa" gue berhenti saat denger orang manggil nama gue.
"iya bu?" tanya gue pada bu Saras, guru matematika gue.
"anterin ibu pulang boleh? Aplikasi grab ibu eror" guepun ngangguk mengiyakan. Masa iya gue nolak permintaan guru.
Dengan lihai gue jalanin motor gue ke rumah bu Saras, gue udah tau rumahnya dibelah mana, soalnya ini yang ke empat kalinya gue nganterin bu Saras.
"Daffa, gimana soal belajar tambahan sama ibu?" gue baru inget kalo waktu itu bu Saras pernah nawarin gue ngajarin matematika.
"sama Reynan sama Noval juga ya bu. Mereka sama-sama ga bisa matematika kaya saya" ucap gue. Gue gamau belajar sendirian sama bu Saras.
"kamu dulu aja ya, ibu mau fokus ke kamu, biar kamu bisa" ini guru maunya apa si.
"emangnya murid ibu saya aja ya bu?" skak. Gue nunggu lama jawaban dari bu Saras.
"e-emm, emangnya kamu gamau ya bisa Matematika?" dia malah nanya balik.
"y-ya mau bu"
"yaudah ibu tunggu nanti malem ya"
"eh"
Setelah nganterin bu Saras kali ini gue udah nyampe di depan pintu rumah, gue membuka pintu lalu masuk ke dalam.
"assalamualaikum"
"waalaikumsalam" gue celingukan mencari Debia. ada suaranya ko ga ada orangnya ya.
Saat gue nyampe dapur gue liat Debia sedang menggoreng sesuatu, dan masih mengenakan baju seragam.
Guepun duduk di meja makan sambil nungguin Bia beres masak, gue gabisa boong kalo gue udah laper berat.
Gue liat debia ngeletakin beberapa potong ayam goreng, dengan sepisin sambal. Gue merhatiin pergerakannya yang sedang mengambil piring.
"segini cukup?" eh- dia ngalasin gue?
"e-emm tambah dikit lagi deh" diapun kembali membalikan badan ke arah mejikom untuk menambah kadar nasi dalam piring gue.
"maaf ya ayamnya Cuma digoreng biasa aja" ucapnya. Sambil memberikan sepiring nasi tadi.
"gapapa" jawab gue. Saat makan kitapun diselimuti keheningan. Tidak ada topik pembicaraan yang harus di bicarakan.
Debia POV
Kecanggungan menyelimuti kami. Rasanya akupun ingin segera menghabiskan makananku ini. Aku melihat kearah Daffa yang terlihat kepedasan oleh sambal buatanku. Perasaan tadi cabenya dikit deh.
"mau Bia ambilin minum?" tanyaku, dia menggeleng.
"gue aja gapapa" jawabnya. Akupun mengangguk sambil melanjutkan makanku.
Hari menjelang malam, kali ini aku baru menyelesaikan ibadah solat magrib, setelah itu aku beranjak keruang tamu untuk menonton TV.
Saat aku sedang asik menonton aku melihat Daffa yang sedang memakai sepatunya. Mau kemana ya-batinku.
"keluar dulu ya" ucapnya sambil berlalu keluar dari pintu meninggalkan aku yang masih bertanya-tanya kemana dia akan pergi.
Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, tetapi Daffa belum juga pulang, aku masih menunggunya di ruang tamu.
Aku ingin menghubunginya tetapi tidak memiliki kontaknya. Masa iya udah suami istri tapi belum punya kontak masing-masing.
Aku merutuki diriku sendiri. Pasalnya aku terhalang gengsi untuk meminta nomer ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Dini?
Teen Fiction18++ Nikah Dini? Bagaimana kedua manusia yang di jodohkan oleh para orang tuanya bisa menjalankan pernikahan di usianya yang masih muda? Bisakah Debia Meisie Maheswari memerankan tugasnya sebagai seorang istri sekaligus seorang pelajar? Dan bisaka...