4. Pertemuan

19K 670 16
                                    

Waktu sudah menunjukan pukul 10 pagi, Salsa sudah pulang dua jam lalu. Hari ini mama belum juga memunculkan batang hidungnya, papapun sama.

Saat aku mengecek luar ternyata mobilpun sudah tidak ada. Entah kemana mereka. Aku hanya bisa menonton tv sendiri dirumah.

Tak lama terdengar suara mobil memasuki halaman. Akhirnya mereka pulang juga.

"mama dari mana?" tanyaku. Mama mengangkat semua jinjingannya sambil menunjukan deretan giginya.
"pasar" ucap mama.

"banyak banget, buat stok berapa hari tuh?"

"udah jangan kepo. Ayo bantuin mama masak" tanpa banyak bicara akupun beranjak kedapur untuk membantu mama membuat berbagai macam masakan.

"Bi, kamu bagian bikin cup cake ya" ucap mama sembari mengeluarkan bahan masakan dari dalam kantong plastik. Disana aku melihat ada daging sapi, cumi, ikan dan berbagai macam sayuran.

"mama ga salah mau masak itu semua? Ga akan abis kali ma"

"keluarga calon kamu mau kesini nanti"

"Hah?" aku melongo mendengar ucapan mama. Aku kira masalah ini akan reda secara perlahan ternyata mama bergerak cepat.

"kamu yang enak ya buat cup cake nya. Buat keluarga baru kamu" ucap mama sambil tersenyum.

"tapi ma..." mama menatapku teduh sembahi mengelus rambutku lalu berkata.

"mama ngerti sayang..." hanya itu yang keluar dari mulut mama. Leherku tercekat, mataku sudah berkaca-kaca.

Aku menghindari kontak mata dengan mama dan berusaha menyibukkan diri dengan bahan-bahan cup cake ini.

Mama tau aku menolak, tetapi dia tetap melakukannya.

Hari menjelang sore. Aku tengah duduk di sofa depan rumah sembari merasakan hembusan angin yang menenangkan.

Malam ini aku akan bertemu dengan calon suamiku. Dan aku tidak tau dengan perasaanku saat ini. Antara sedih, terpaksa, dan lega karena bisa melihat papa dan mama bahagia.

Disaat semua orang memimpikan pernikahan yang indah, aku hanya bisa diam merutuki skenario hidupku.

Aku belum siap mengganti statusku menjadi seorang istri. Aku masih terlalu kecil untuk ke jenjang itu.

aku bahkan belum bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Bagaimana jika calon suamikupun sama-sama belum dewasa.

Kita tidak akan menyelesaikan tugas ini dengan lancar.

"jangan ngelamun gitu dong" aku tersadar saat mendengar suara papa yang berada di depan pintu.

Dia berjalan lalu duduk sampingku. "kenapa? Ga mau ya?" aku hanya menunduk tidak menjawab.

"nak, maafin papa ya. papa yakin ko ini yang terbaik buat kamu. Papa ga siap kalo ninggalin kamu sendirian tanpa pengawasan. Papa mau kamu ada yang jaga, dan ada yang bisa ngegantiin posisi papa disini, jadi papa ngelakuin perjodohan ini. Dan yang paling penting bisa di jauhi dari zina" ucap papa.

Aku mengerti kekhawatiran papa padaku. Dengan cara ini aku tau bahwa papa teramat menyayangiku. Putri dia satu-satunya.

Aku harus merubah cara berfikirku. Aku harus meyakinkan diriku bahwa aku melakukan ini agar papa tidak menghawatirkanku saat kita berjauhan nanti dan juga agar papa bisa menjalankan pekerjaannya dengan tenang. Oke Debia you can do this.

"papa berapa lama di Libanon nanti?" tanyaku sembari menyandarkan kepala di bahu papa.

"enam bulan" jawab papa sambil mengusap rambutku oleh tangan yang melingkar di belakang leherku ini. Aku cemberut mendengar jawaban papa.

"lama banget. Debi pasti kangen berat"

"jaman sekarang enam bulan gaakan kerasa bi. Kenapa coba?"

"kenapa?" tanyaku.

"karena kita terlalu sibuk di dunia. Kita terlalu menikmati apa yang disuguhkan bumi ini sampai lupa segalanya" aku mendongkak menatap papa.

"bener juga pa. Minggu ke minggu tuh berasa cepet gitu. Baru juga sekolah eh udah libur lagi"

"lebih cepet mana, baru juga sekolah ternyata udah libur lagi atau baru juga libur udah sekolah lagi"

aku terkekeh mendengar ucapan papa. Semua orang juga tau mana yang paling cepet.

"hahaaa, papa nih ada-ada aja ya. semua orang juga tau mana yang paling cepet, sekolah tujuh hari sedang kan libur Cuma satu hari. Ga adil kan" ucapku sembari membentuk bibirku ke bawah.

"lah terus maunya kaya gimana? Sekolah satu hari terus liburnya tujuh hari? Kalo gitu caranya otakmu ini mungkin baru bisa perkalian" ujar papa sambil menoyor-noyok kepalaku.

Aku terkekeh dibuatnya. Papa selalu bisa merubah moodku dalam sekejap. Dengan cara papa pastinya.

"ya ga gitu juga papaaa" papa ikut tertawa bersamaku sambil merangkulku di pelukannya.

Sedih rasanya dalam beberapa bulan kedepan nanti aku tidak bisa berada diposisi seperti ini dengan papa. Aku pasti akan sangat merindukan hiro-ku ini.

"debi sayang papaa" ucapku sambil mempererat pelukan tanganku.

"iya tauu" ujarnya sambil mengecup puncak kepalaku.

"papa sayang balik ga ?"

"kamu juga tau" aku tersenyum senang sambil perapatkan kepalaku pada dada bidang papa.

Malam pun datang. Aku tengah menyisir rambutku di depan cermin, tidak ada yang istimewa dari penampilanku.

Aku hanya mengenakan baju sopan dengan make up natural bahkan hampir tidak terlihat.

Aku tidak ada niatan untuk mempercantik diriku. Apa adanya saja. Seperti aku yang biasanya. Toh makan malamnyapun tidak formal.

Aku turun dari tangga saat mendengar kegaduhan di bawah.

Aku rasa mereka sudah datang, aku bisa melihat papa dan mama tengah melepas rindu dengan kerabatnya itu.

Yang aku tau mereka adalah teman SMA papa. Mereka juga kenal mama saat papa dan mama pacaran dulu. Hanya itu yang aku tau. Selebihnya tidak.

"ini Sherly? Udah gede lagi sih, udah punya buntut lagi"

"iya dong om, ga berubah kan"

"ukuran tubuhnya aja kali ya agak gemukan"

"yah om gitu si, aku drop nihh"

"hahahaa.. becanda"

Aku bisa melihat seorang perempuan yang tengah menggendong bayi dan juga suaminya.

Tapi aku belum bisa melihat jelas wajah pria pilihan papa itu. dia memunggung, dan yang bisa aku tangkap hanyalah tubuh tingginya.

Dia hanya mengenakan jelana jens dengan kemeja berwarna biru tua dan juga sneakers. Aku turun kebawah menghampiri mereka. Dan langsunglah semua tatapan menuju ke arahku.

"ini anak lo bar? Cantik bener... pinter banget lo bikin anak" papa tertawa bangga sembari merangkulku.

Aku hanya tersenyum pada mereka. Dan mataku melebar saat melihat siapa jodohku nanti.

"Lho? Anaknya ibu kantin kan?"

"HAH?"

To be a continue😊
Jangan lupa tinggalkan jejak👋

Nikah Dini?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang