begin.

5.9K 554 58
                                    

Chapter 3.

"Engh.." Renjun menatap pantulan dirinya malu. Wajahnya memerah hingga tangannya mengepal menahan malu.

Ditatapnya sekali lagi.

T-shirt putih,celana pendek putih dan...

Kuping kelinci?.

"Jeno-ya."



.
.
.

Jeno pov.

Aku membuka pintu kamar Renjun perlahan,mengintip apa yang sedang dilakukannya didalam sana.

"Jeno-ya." Ya,dia memanggilku seperti itu karena aku menyuruhnya.

Agar tidak terlalu canggung.

Aku menarik lengannya keluar dari kamar. Membawanya keruang tengah dan mendudukkannya diatas pahaku.

Pov end.

.
.
.
.
.

Renjun pov.

Jari panjang itu menyentuh rambutku,mengelus dan kemudian mengendusnya.

Apa ini pekerjaan seekor kelinci?.

Aku tak tahu tapi ini sungguh membuatku malu.

Ia tak mengatakan apapun. Hanya melakukan apa yang ia inginkan.

Menenggelamkan wajahnya diperutku seolah olah ia sedang benar benar bermain dengan seekor kelinci.

"Umhh..."

Sial,aku tak sengaja,sungguh. Dia benar benar menyentuhku, melakukannya tanpa rasa keberatan sedikitpun.

"Ah kiyowo.."

Cup.





"J-jeno..-ya." Aku terdiam, ia barusaja mengecup pipiku.

Aku tahu itu hal yang biasa dilakukan pada seekor kelinci.

Tapi,

"Tidak boleh?." Ia menatapku datar, aku menggeleng cepat.

"Aku..boleh." aku menunduk malu,kenapa Jeno harus melakukan ini.

Menatapku intens seperti ini,kau tau?

Aku bisa merasakan nafas hangatnya menerpa wajahku.

Jeno hanya mengendikkan bahunya,sekarang menahan kedua lenganku dan mengendus sambil menggosokkan hidungnya di dadaku.

Apa ini salah?.



.
.
.

Jeno pov

Aku memperhatikan gerak gerik Renjun sedari tadi, ia makan sangat pelan sampai aku berniat ingin mengambil mangkuk nasi itu dan menyuapkan padanya.

Ia tak sekalipun mengangkat kepalanya,makan dengan tenang seperti melupakan ada aku yang sedang memperhatikannya.

"Jeno-ya."

Aku menaikkan alisku merespon panggilannya.

"Ada apa?." Aku penasaran.

"Sebenarnya....




Kenapa kau mempekerjakan aku sebagai kelinci?."

Aku terdiam sesaat,itu masa lalu yang buruk untuk diingat, kusentuh pipi tirus Renjun gemas.

Mengeluarkan sedikit napasku dan mulai bercerita.

Ia hanya mengangguk.

"Aku dulu memelihara seekor kelinci,jantan. Awalnya kujaga ia sepanjang waktu,kemudia aku mulai sibuk dengan pekerjaan,jarang memperhatikannya dan bahkan sampai lupa memberinya makan.
Sampai pada hari itu kelinciku mati."

.
.












Renjun pov

Perubahan wajah Jeno benar benar terlihat sangat jelas.

Ada raut penyesalan disana.

"Aku trauma mempunyai peliharaan,aku takut tak bisa memperhatikannya."suaranya lirih seperti seseorang yang putus asa.

"Aku mempekerjakanmu, karena aku tahu kau bisa menjaga dirimu sendiri. Kau juga cocok jadi seekor kelinci,lagipula aku tau bekerja dicafe itu bukanlah pilihanmu,aku hanya mencoba membantumu." Aku mengangguk, merasa bersalah sudah mempertanyakan hal semcam itu.

"Lalu?,apa hal mendesak yang membuatmu harus bekerja ditempat kotor seperti itu?."



Deg.

Aku menatap sepasang manik tajam Jeno, wajahnya terlihat sangat serius sampai sampai aku terbata-bata untuk menjawab pertanyaannya.

"I-itu..mm dulu aku tinggal dichina bersama orang tuaku, lalu aku dikirim kesini dengan iming iming kuliah diuniversitas impianku."

Tanganku meremas kain celanaku menahan air mataku untuk turun.

"Lalu?." Jeno terlihat semakin penasaran ia mendekatkan wajahnya pertanda ia tertarik dengan pembicaraan ini.

"Aku mau, lalu aku bertemu seseorang dibandara,kami berkenalan dan akhirnya berkencan. Orang tuaku tak menyukainya,mereka pindah dan tak pernah memberitahukan alamat barunya."








.
.
.


"Halo Renjun, papa sudah meninggal. Kau tak perlu melihatnya,ia tak ingin bertemu dengan anak menyimpang sepertimu.

Dan perlu kau tahu, aku akan mengirimkan 10persen warisan milikmu, hanya itu bagianmu.

Dan ingatlah, hapus huang dari namamu karena kau bukan lagi bagian dari ini."

Tangan kecil itu bergetar hebat, menutup mulutnya dengan kuat dan terjatuh diatas lantai dengan keras.

Tangisnya pecah saat itu juga,tangannya memukul berkali kali kepalanya sendiri menyesali kebodohannya.

Diraihnya cemas sebuah amplop besar yang dikirimkan bersama surat itu, hanya berisi uang yang lumayan banyak.

Ia melemparnya asal, memanggil berkali kali sebuah nama dengan teriakan takutnya.

"Jangan pergi, kumohon..."

Seseorang itu memeluk tubuh ringkih Renjun memberinya kehangatan untuk sekedar menenangkan pikirannya.

"Berjanjilah kau tidak akan pergi." Ujar Renjun menggenggam lengan seseorang itu menatap lurus kedalam maniknya.

"I promise you,Ren."

Between Us (NoRen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang