Baik Itu Kejahatan

32.4K 1.9K 101
                                    

Jam dinding menunjukkan pukul 11.30 malam. Seorang gadis memasuki kantor polisi itu, menghampiri seorang polisi yang pertama kali ia temui.

"Sa-sa-ya di perkosa,"

Polisi itu menatap prihatin pada seorang gadis muda yang datang ke kantor polisi dengan penampilan yang berantakan, rambut acak-acakan, baju yang sobek disana sini, tanpa alas kaki dan berjalan terseok-seok.

"Kemari, nak," pinta polisi itu iba.

Meskipun sudah hampir tengah malam, tapi polisi itu tetap meladeni kemunculan Sarah yang datang dalam kondisi yang sangat miris.

Polisi yang berjenis kelamin laki-laki itu hendak memegang tangan Sarah, tapi Sarah langsung melangkah mundur dengan wajah ketakutan.

"Tenang nank, katakan siapa yang sudah memperkosa kamu, bapak akan menanganinya, " jelas polisi itu maklum.

"Ja-janu, Danu, R-Ra-ma, Kiss-san," ujar Sarah terbata-bata.

***

Wanita paruh baya yang masih berpenampilan cantik dengan pakaian serba mewah itu menatap Sarah dengan sinis.

Kini kondisi Sarah sudah tidak semenyedihkan tadi malam. Polisi wanita yang bertugas sudah merawat Sarah dengan penuh perhatian.

Laporan Sarah juga sudah dibuat, karena itu orangtua Janu datang bersama pengacara mereka.

"Putra saya tidak mungkin melakukan hal serendah itu pak, lagi pula lihat gadis ini? Sama sekali tidak cantik, melihatnya saja saya sudah muak, apa lagi putra saya, jangankan untuk memperkosa, untuk merayu gadis seperti ini saja putra saya pasti tidak sudi," ujar ibu Janu begitu merendahkan.

Irma, polisi wanita yang bertugas, tersenyum manis mendengar perkataan sinis dari ibu Janu. "Saya rasa, jika nafsu sudah berbicara, jangankan wanita cantik, wanita gila pun pasti bisa menjadi korban pelecehan."

Ibu Janu kini memandang si polisi wanita dengan sinis. "Lagi pula saya pasti yakin kalau gadis ini lah yang kelakuan tidak benar, kenapa, karena tidak ada gadis baik-baik yang datang ke rumah laki-laki secara suka rela, tapi dengar, dia datang sendiri ke rumah tanpa paksaan, itu menunjukkan kalau dia gadis murahan!" tuding ibu Janu sambil menunjuk ke arah Sarah dengan sinis.

Sarah menundukkan wajahnya dengan ketakutan.

"Jangan takut Sarah, kamu benar." ujar Irma menguatkan.

Sarah menatap polisi wanita itu dengan penuh haru, merasa beruntung ada yang membelanya dalam keadaan terpuruk seperti itu.

"Sudah lah! Segera tutup kasus ini, putra saya tidak mungkin memperkosa, titik!" ujar ibu Janu tidak ingin dibantah.

"Baik, bu, sampai ketemu dipengadilan," ujar polisi Irma dengan santai.

Ibu Janu melotot tajam ke arah Irma. Ibu Janu menatap pengacaranya.

"Bereskan semuanya, jangan sampai nama baik saya tercemar," ujar ibu Janu.
Setelah mengatakan hal itu, Ibu Janu langsung melangkah pergi.

Irma menggenggam jemari Sarah dengan lembut. "Saya berjanji akan memenjarakan mereka atas kesalahan yang mereka perbuat," ujar Irma meyakinkan.

"Terima kasih bu," ujar Irma begitu terharu.

"Tapi saya ingin kamu tetap kuat, jangan pernah kalah dengan rasa ketakutan, karena rasa itu bisa menimbulkan rasa trauma yang mendalam, saya yakin kamu gadis yang kuat, kamu harus memperjuangkan keadilan dengan penuh percaya diri," ujar Irma terus menyemangati Sarah.

Sarah meneteskan air mata sedih. "Iya, bu."

"Bagus, ingat, jika kita kalah saat ini, kita akan menang suatu saat, jangan pernah menyerah, lakukan segala cara untuk menegakkan keadilan, jika cara halus tidak bisa kita tempuh, lakukan cara licik," ujar Irma lagi.

***

Sarah menatap nanar pada makam baru itu. Nama Irma Rosita tertera dibatu nisan makam itu.

Sarah tidak menyangka jika polisi yang begitu membelanya itu meninggal akibat kecelakaan mobil.

Padahal hari ini seharusnya sidang pertama kasus pemerkosaan terhadap dirinya digelar. Sayangnya, kemarin polisi Irma mengalami kecelakaan, dan nyawanya tidak tertolong lagi.

Kini tidak ada lagi orang yang berada di pihaknya, semua orang mencemoohnya.

Beberapa siswi sekolahnya yang hadir dipemakaman itu, menatap Sarah dengan sinis.

"Lihat gadis pembawa sial itu, sudah menuduh Janu memperkosa dia, sekarang polisi yang membelanya malah meninggal, aku rasa dia itu gadis murahan,"

"Benar, berani-beraninya dia menuduh Janu seperti itu, padahal melihatnya saja Janu pasti sudah tidak sudi,"

"Bagaikan pungguk yang merindukan bulan,"

"Ada ya gadis seperti itu, sudah murahan, hidup lagi,"

Sarah berusaha menulikan telinga mendengar semua hinaan itu. Semua nasehat dari polisi Irma masih terekam jelas di otaknya.

Ibu Janu menghamipiri Sarah, berbisik. "Akhiri saja hidupmu, atau saya yang akan menghabisi hidup seluruh keluarga kamu."

Jantung Sarah seolah berhenti berdetak mendengar ancaman itu. Jika saja Ibu Janu tidak melibatkan keluarganya, Sarah pasti masih tetap kuat, kini Sarah lemah, rapuh, jatuh, dan siap hancur bagaikan butiran debu.

***

Sarah menatap silet di tangannya, kemudian menatap pergelangan tangannya. Sarah menyerah, menyerah untuk hidup lebih lama lagi.

"Maafkan aku nenek,"

Setelah itu Sarah menggoreskan silet itu ke pergelangan tangannya, bertepatan dengan itu, pintu kamar Sarah terbuka.

Nenek Sarah,yang merawat Sarah dari kecil karena kedua orangtua Sarah sudah meninggal, tersentak kaget melihat kejadian itu.

"Sarah!" teriak nenek Sarah histeris.

***

Sulis, nenek Sarah, menatap cucunya yang tengah berada di kamar rehabilitasi dengan tatapan sedih.

"Berapa kali?" tanya Sulis lemah.

"Setiap hari dia berusaha mengakhiri hidupnya, jika dia terus seperti ini, tidak ada harapan untuk bertahan hidup lama," ujar psikiater yang merawat Sarah.

Sulis makin sedih.

"Kalau begitu saya akan menghentikan pengobatannya hari ini," ujar Sulis menyerah.

Psikiater itu mengangguk.

Sulis masuk ke kamar Sarah, menghampiri Sarah yang tengah duduk di samping jendela dengan tatapan hampa.

Sulis duduk berjongkok didepan cucunya, menggenggam kedua jemari cucunya dengan lembut.

"Nenek akan membawa kamu ke tempat yang jauh, tempat yang tidak akan ada seorang pun yang bisa menyakiti kamu, nenek akan memberikan kamu semua apa pun yang kamu mau, kamu boleh melakukan apa saja, asal berjanji satu hal pada nenek, tetap hidup sayang, hidup dengan baik, dan suatu saat, jika kamu sudah mampu, balas semua perbuatan mereka, nenek akan mendukung kamu 100 persen," ujar Sulis meyakinkan.

Sarah menatap neneknya dengan linangan air mata yang berjatuhan.

"Nenek,"

Sulis langsung memeluk cucunya dengan erat. "Mereka tidak pantas untuk mendapatkan tangisan ini, jangan merusak diri kamu sendiri karena mereka, kamu pantas hidup bahagia, mereka yang jahat, bukan kamu."

Sarah menangis terisak dipelukan neneknya.

End of Flashback.

Udah ya, jangan minta triple up lagi 😂😂😂😂😂😂

Thanks ya buat yg udah kasi tau typo nya 😘😘😘

Cinta 5 MiliyarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang