About Us - Water and Fire

2.2K 266 9
                                    

2 April 2005

Kala hari semakin senja, Juanda memutuskan untuk mengakhiri tour rumah sakit dan membawa adiknya kembali ke kamar. Johan yang sedari kecil memang tidak bisa diam membutuhkan hiburan agar tidak bosan. Juanda dengan senang hati menuruti semua permintaan Johan. Sebenarnya Johan itu tidak manja, Juanda yang lebih suka memanjakannya.

"Haus tidak?" tanya Juanda yang entah keberapa. Abangnya selalu bisa seperhatian ini. Makan tidak, haus tidak, capek. Tiga hal ini yang sedari tadi ia pertanyakan.

"Sedikit Bang" jawab Johan singkat. Pernah kan kita merasa terpaksa untuk mengiyakan perhatian dari seseorang?. Ini yang dirasakan Johan sekarang. Johan tidak tega untuk menolak perhatian dari abangnya lagi.

"Ke kantin sebentar lalu kembali ke kamar"

"Iya bang"

Juanda langsung mengencangkan pegangan di kursi roda Johan. Si dua saudara yang masih berumur belasan itu menyusuri koridor rumah sakit dengan dua netra yang melihat kearah berbeda.

Kantin.

Juanda melahap nasi goreng dan juga sesekali meminum air dingin yang dipesannya. Awalnya mereka hanya akan membeli minum tapi entah dengan alasan yang Johan tidak mengerti, Juanda memutar kursi roda pada salah satu kedai dan memesan nasi goreng. Alhasil, begini. Johan hanya menatap Juanda makan dengan lahap.

Juanda mungkin begitu lapar karena terlalu memperdulikannya beberapa hari ini. Abangnya itu selalu ada setiap ia membuka mata selepas bermimpi. Sepulang sekolah, Juanda selalu menghampirinya dan membawakan makanan yang saat ini bisa Johan makan. Juanda juga selalu menyediakan air hangat dan handuk kecil untuk ia membersihkan diri.

Dari sudut ini, Johan bisa melihat abangnya benar-benar luar biasa. Setelah ini Johan sangat berharap ia bisa membahagiakannya. Johan ingin abangnya bisa selalu tersenyum. Johan ingin abangnya lebih memperhatikan dirinya sendiri.

Tanpa terasa dari Johan, kedua bola matanya sudah tergenang air. Saat air matanya menetes barulah Johan tau ia menangis. Johan mengusapnya kasar. Tidak membiarkan Juanda melihatnya.

"Kau mau?", Juanda menyuapkan nasi goreng kedepan mulut kecil Johan yang kini sudah memiliki rona.

Johan menggeleng lemas. Ia tidak yakin bisa makan makanan seperti itu saat kondisinya masih menjadi pasien.

"Kau belum makan siang. Apa perlu abang memesan yang lain?", Juanda menoleh kekanan dan kekiri untuk mencari sekiranya makanan yang aman.

"Bang Juan selesaikan dulu makannya baru memikirkan aku, Bang". Johan mengusap punggung tangan Juanda sembari memajukan piring nasi goreng agar lebih dekat dengan abangnya.

"Bang Juan selalu memikirkanku bahkan saat makan sekalipun. Jangan seperti itu, Bang" lanjut Johan dengan muka masam yang sengaja ia buat-buat.

"Apa ini? Kenapa adiknya abang jadi melow begini?", Juanda mengusap sisi kepala Johan dengan lembut. Senyuman seperti malaikat diberikan untuk adik satu-satunya Juanda yang masih mengenakan baju rumah sakit.

"Bang Juan tidak merindukan ayah dan bunda bersama lagi?"

Inilah yang selalu harus Juanda seimbangkan. Ia rindu. Juanda tidak menyangkalnya. Tapi kedua orang tuanya yang selalu bertengkar didepan mereka tidaklah baik untuk kedepannya. Juanda tau bahwa kedua orang tuanya pasti memiliki alasan kuat memutuskan bercerai.

"Maafin Bang Juan sama ayah yang telat nengokin kamu sama bunda. Kamu sampai harus kabur dari rumah dan berakhir sakit begini". Juanda menengahi semua konflik yang terjadi dalam keluarga. Tapi Johan tidak bisa menerimanya. Ia merasa kesal dengan sifat pasrah dan penurut Juanda yang menurutnya menyebalkan.

"Bang Juan tau bukan jawaban itu yang aku inginkan"

Selera makan Juanda menghilang seketika. Juanda adalah anak yang sudah dewasa meski diusianya yang masih belasan tahun. Sebisa mungkin dia menahan emosi. Dia harus memahami adiknya belum bisa menerima perpisahan kedua orang tuanya.

"Apa kita tidak bisa membuat ayah sama bunda kembali seperti dulu?"

Pertanyaan Johan yang makin tidak mendasar membuat Juanda frustasi. Ia memilih diam dan tidak akan menjawab. Juanda berdiri dari tempat duduknya dan memutar kursi roda Johan. "Ini sudah waktunya Johan istirahat, jangan memikirkan hal berat, em!"

Johan dipaksa untuk mengakhiri semua kalimat yang padahal sangat ingin ia keluarkan. Maka inilah alasan dia lebih suka memendam segala kekesalannya sendiri.

***

"Aku sudah ajukan permohonan pengalihan hak asuh". Kalimat dari Tuan Pranahena menjadi hal yang menyambut kedatangan Juanda dan Johan setelah mereka membuka pintu ruang rawat Johan.

Kedua putra mereka memandang ayah bundanya dengan tatapan terkejut serta kesal.

"Ayah ngga minta persetujuan Johan dulu!"

Johan sudah sangat merasa kesal sejak tadi dan kini bertambah kesal karena orang tuanya yang masih sangat egois dengan isu kepala mereka sendiri.

"Johan, ayah sama bunda lagi bicara penting, kita pergi dulu, yuk"

Juanda memundurkan kursi roda Johan. Tapi adiknya menahan rodanya dengan kepalan tangan yang mengerat. Juanda tau kini adiknya mulai habis kesabaran.

"Aku ngga mau ikut ayah!"

Ketiga orang yang masih bersama Johan menoleh cepat kearahnya.

"Aku ngga akan ikut ayah. Ini yang ayah dan bunda mau dari dulu, kan? Hidup terpisah supaya aku sama Bang Juan ngga denger ayah sama bunda bertengkar!"

Juanda menyibakkan rambutnya lalu merendahkan tubuhnya pada Johan, "Johan, jangan kaya gitu sama ayah, Dek". Juanda mengusap kedua bahu Johan agar anak itu tidak terpancing emosi.

Juanda itu air dan Johan adalah api. Juanda bisa saja bahaya sebagai air jika ia menjadi tsunami dan Johan bisa saja berbahaya jika ia menjadi kobaran.

Sekarang, Johan sedang dilanda kemarahan maka Juanda harus menjadi air yang tenang.

"Ayah dan bunda yang memutuskan untuk memisahkan aku sama Bang Juan. Ayah dan bunda yang memginginkan ini. Lalu Bang Juan juga meminta aku untuk tetap menjaga bunda, kan?"

Usapan lembut pada kedua bahu Johan menghilang. Juanda tidak menyangka bahwa janji yang terucap ketika mereka masih belia dengan alih-alih menenangkan Johan yang menangisi nasib orang tuanya kini justru terpatri dalam ingatan dan hati Johan. Juanda sedikit merasa bersalah.

"Aku akan tetap bersama bunda. Bang Juan akan tetap bersama ayah. Aku akan menjadi anak yang menuruti apa yang kedua orang tuaku inginkan!"

Keputusan final Johan yang membuat semua orang merasa kecewa. Kedua orang tuanya merasa kini Johan tengah menyuarakan kemarahan yang selama ini dipendam. Lalu Juanda...ia tidak bisa memadamkan api yang ada dalam hati adiknya meski ia berusaha layaknya air yang begitu tenang.

About Us || Season 1 & 2 Fin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang