About Us - Something Unwanted

1.5K 189 8
                                    

14 Mei 2012

Sebentar lagi hari kelulusan Juanda dan Johan dari sekolah. Tapi, kebahagiaan justru semakin jauh dari mereka. Pernikahan Bunda dan Tuan Yoga sudah ditetapkan dan Ayah mereka tidak bisa lagi mempertahankan rumah tangga.

Sejak awal Tuan Pranahesa memang bukan suami yang baik dan sekarang dia menjadi ayah yang teramat tidak berguna untuk kedua putranya.

Prestasi Juanda yang menurun, Johan yang selalu ketus dan diam ketika bertemu dengannya. Tuan Pranahesa benar-benar merasa dia adalah pecundang.

Tapi, setelah semua itu. Tuan Pranahesa tidak mau menyesali keputusannya bercerai. Baginya, itu tetap keputusan terbaik. Jika Juanda dan Johan selalu mendengarkan mereka bertengkar setiap hari maka itu juga akan makin membuat kedua putranya menderita.

Tuan Pranahesa yang kini pulang larut memasuki rumahnya. Rumah yang cukup nyaman tapi tidak pernah cukup untuk membuat kedua putranya tersenyum.

Tuan Pranahesa menggelengkan kepalanya sejenak. Dia ingin menolak kenyataan. Dia ingin memutar waktu untuk sekali lagi mempertahankan rumah tangganya.

Orang tua yang egois.

Benar, itu dia dan mantan istrinya. Tapi siapa yang menginginkan semua ini? Semua orang pasti memimpikan untuk menikah hanya sekali lalu bahagia bersama selamanya sampai maut memisahkan.

Tapi cintanya hanya sampai pada pernikahan. Tuan Pranahesa ingat sejak Juanda lahir semuanya menjadi berbeda.

Lalu, keputusan bercerai mereka ambil bersama.

Saat Tuan Pranahesa melamun sambil berjalan memasuki rumah, ia mendengar suara violin yang begitu merdu di dalam kamar Johan.

Tuan Pranahesa terheran. Dia menoleh pada jam yang ada didinding. Jam tersebut menunjukan pukul 2 dini hari. Seharusnya Johan tertidur, bukan?

Secepat yang ia bisa, Tuan Pranahesa menuju kamar Johan lalu membuka pintunya. Johan yang begitu fokus dengan violin yang dia mainkan tidak sadar bahwa sang ayah kini tengah memperhatikannya.

Bukan, bukan Johan yang hobi memainkan violin tapi...

"Aku menemukannya di ruang kerja ayah tadi sore" kata Johan yang menyadari tatapan terkejut dari ayahnya. "Dari dulu, ayah selalu memainkan lagu-lagu indah untukku dan Bang Juan, dulu. Aku hanya ingin mendengarnya lagi"

Ayah macam apa, kau?!!

Tuan Pranahesa mendekat lalu mengambil violin yang ada dikedua tangan putra bungsunya. Niat untuk memainkannya urung karena kedua maniknya melihat tangan Johan yang penuh luka.

Cukup lama, Tuan Pranahesa menatap luka-luka itu. Dia ingat saat Johan menolak keras untuk pergi konsultasi dengan psikiater tapi melihat ini semua, sebagai seorang ayah, bukankah dia harus menemukan obat terbaik untuk putranya?

"Aku sedang mencoba untuk melawannya, Ayah"

Nyatanya, aku malah semakin sering melakukannya.

Tuan Pranahesa yang awalnya menunduk dalam kini beralih menatap Johan dengan penuh harapan.

"Aku tidak perlu psikiater. Aku..hanya butuh Ayah, Bunda dan Bang Juan"

Tuan Pranahesa tidak bisa lagi menahan air matanya. Jatuh sudah pertahanan yang sudah dia bangun kokoh selama ini. Tidak ada yang bisa membuat seorang ayah menderita selain dia melihat sendiri anak-anaknya terkurung dalam kesedihan. Sekarang, apa yang dilakukan Johan benar-benar menusuk hatinya.

Tatapan Johan, senyuman Johan padanya. Semua mengingatkan Tuan Pranahesa akan dirinya yang sudah tidak becus menjaga keluarganya. Ia seperti didorong pada ruang gelap yang selalu mengingatkan akan kesalahan serta keadaan dua buah hati yang sudah jauh dari kata baik.

About Us || Season 1 & 2 Fin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang