About Us - Juanda's Side

1.5K 208 16
                                    

25 April 2012

Juanda tidak bisa fokus pada apapun disekolah. Dia hanya duduk termenung sambil melihat ponselnya. Pesan dari sang bunda masih terbuka pada layar ponsel tersebut. Juanda berkali-kali menggerakan bola mata untuk membacanya perlahan.

Bunda akan datang bersama Tuan Yoga.

Juanda memang meminta bunda untuk datang menemui Johan yang sepertinya sudah sangat merindukannya. Tapi jawaban yang sang bunda berikan membuat Juanda kecewa.

Bundanya tau betul bagaimana Johan menolak kehadiran calon ayah tirinya, sekarang bunda mereka justru ingin membawa calon suami baru untuk datang ke rumah mantan suaminya. Kegilaan keluarga Juanda mungkin tidak akan berakhir sampai disini.

Patut, Johan merasa tertekan dan berakhir dengan melukai dirinya sendiri sebagai pelampiasan. Mungkin, Juanda juga akan melakukan hal yang sama jika sisi kewarasannya sudah hilang suatu hari nanti.

Juanda mengetik ponselnya untuk membalas pesan dari ibunya,

Bunda, jangan datang bersama Tuan Yoga. Kasihan Adek.

Juanda mengarahkan ibu jari pada tombol kirim dengan ragu. Juanda berubah fikiran dia menghapus deretan huruf tersebut dan menggantinya,

Hati-hati, Bunda. Aku dan Johan merindukan Bunda.

Juanda menekan tombol kirim.

Kekesalan memuncak dihatinya. Kenapa begitu sulit sekali untuk mengucapkan kata 'jangan' pada ibunya. Juanda merasa bodoh kali ini. Dirinya tidak seperti Johan yang bisa mengatakan penolakan sekecil apapun pada orang tuanya.

Juanda kembali memutar kepalanya. Juanda dulu yang memaksa Johan untuk menerima perpisahan kedua orang tua mereka, Juanda dulu yang meminta Johan untuk berjanji menjaga Bunda dan tetap bersamanya. Sekarang, Juanda juga yang ikut membujuk adiknya itu untuk tinggal bersamanya dan Ayah. "Maafin Abang..."

Juanda merasa bersalah. Ada pemikiran bahwa Johan yang depresi karena dia yang terus memaksa untuk menerima. Ada persepsi Juanda yang membuat Johan memilih untuk melukai diri sendiri.

Tapi dibalik semua itu, sesungguhnya Juanda juga terluka. Kerinduan untuk bersama keluarga yang utuh begitu mendalam sampai dia tidak tau bagaimana cara untuk melampiaskannya. Tidak ada yang bisa Juanda andalkan ketika dia sedang merindukan kasih sayang kedua orang tua setengah mati.

Namun kenyataan dia adalah anak sulung yang membuatnya kuat. Jika dia rapuh, maka siapa yang akan dijadikan sandaran Johan kala dia sedang seperti ini?

***

Juanda hanya menggunakan satu sisi bahu untuk menggantungkan tas punggungnya. Dia berjalan perlahan tanpa ada semangat. Lelah karena seharian menimba ilmu juga sedang dia rasakan kini.

Juanda menunggu kedatangan ayahnya yang biasanya akan menjemput. Tapu yang datang justru orang lain. Sepasang kekasih yang sesungguhnya ingin Juanda pisahkan.

Bundanya dan Tuan Yoga..

"Bunda ingin segera melihatmu dan Adek. Ayo, setelah ini kita jemput Adek juga dan kita jalan-jalan. Bunda sudah ijin sama Ayah"

Juanda menggulirkan wajah dan kedua bola matanya. Dia sangat enggan dan terlalu malas untuk satu mobil dengan calon ayah tirinya.

"Juanda ada latihan basket, Bunda"

Melihat Juanda yang berjalan cepat meninggalkannya, Bunda langsung keluar dari mobil dan memanggilnya.

"Juan.."

Demi apapun. Juanda sangat merindukan suara pelan dan halus penuh kasih sayang seperti itu. Tapi bukan disaat seperti ini.

"Bunda tidak bermaksud apapun" sambung Bunda dengan nada bicara yang tidak berubah. "Bunda hanya ingin Juanda dan Johan bisa mengenal Tuan Yoga dengan baik" alasannya.

Juanda perlahan berbalik badan dan justru membalas tatapan teduh sang bunda dengan tatapan sendu.

"Kenapa Bunda? Ayah bahkan masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri karena perceraian ini. Adek juga sedang sangat membutuhkan Bunda. Kenapa Bunda kekeuh untuk menikah lagi? Bunda sudah tidak mencintai kami lagi?"

Ingatkan mereka bahwa hari sudah mendung, hujan akan segera turun.

"Juanda. Ikut sama Bunda, Nak. Bunda akan menjelaskan semuanya"

"Bunda.."

Bunda tidak tega melihat Juanda yang terisak. Begitu juga Juanda yang belum kuat untuk mengatur nafasnya yang sesak.

"Aku masih sangat belia saat itu, Bunda. Tapi aku sudah bisa mengerti setiap pertengkaran Bunda dan Ayah selalu berasal dari uang dan juga pembuktian. Bunda dan Ayah sama-sama saling menyalahkan karena tidak becus menjaga anak!!"

Juanda perlahan mengambil langkah mundur, seiring dengan air mata yang mengalir. Juanda tanpa sadar meremat permukaan dadanya sendiri. "Kala itu aku berfikir kalau Bunda dan Ayah hanya sedang saling melupakan. Kemudian dengan ajaib kalian akan membahagiakan kami lagi"

Wanita cantik yang sudah melahirkan Juanda dan Johan kini hanya bisa merenung. Dia menunduk dihadapan putranya yang selalu terlihat kuat. Si sulung Juanda yang tidak pernah protes dan selalu menjadi anak yang penurut.

"Bunda dan Ayah... Kalian berhasil membuat anak-anak kalian merasakan kerinduan sampai rasanya kami ingin mati saja!!"

Lalu Juanda berbalik, memutuskan untuk pergi setelah mengucapkan kalimat penuh ketegasannya itu. Juanda untuk pertama kalinya menggunakan 'kalian' saat menggambarkan Ayah dan Bundanya. Juanda tau itu sangat kasar tapi rasanya Juanda tidak bisa lagi menjadi anak penurut lebih lama. []

About Us || Season 1 & 2 Fin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang