About Us - Juanda, Basket, Johan, New Friend

1.4K 185 20
                                    

25 April 2012

Juanda tidak pernah pada Bunda atau pada Ayahnya sekeras tadi. Dia pasti menyakiti hati ibunya. Apa yang telah dia lakukan? Juanda harus tetap menghormati  ibunya apapun yang terjadi.

Setelah mengungkapkan kemarahan pada bundanya tadi, Juanda hanya berjalan tidak tentu arah. Dia pulang pada waktu hampir malam. Kini dia tengah berjalan melewati pintu gerbang. Dibukanya gerbang tersebut, sebuah bola langsung mengarah padanya. Bola orange yang Juanda tidak asing dengan seseorang yang tersenyum padanya.

Johan tersenyum lebar sampai deretan gigi atas bawahnya terlihat. Juanda tidak sengaja melirik mobil yang terparkir tidak jauh di sisi kanan mereka.

"Bunda datang jadi mainnya besok saja"

Johan tidak mau. Dia justru menyeret abangnya untuk pergi dari rumah. Juanda bahkan belum sempat untuk meletakan tas atau mengganti pakaian.

***

Mereka masih bermain basket sedari tadi. Juanda sudah menyukai basket sejak lama. Juanda juga selalu ikut pertandingan namun dia tidak berniat untuk ikut seleksi nasional. Baginya, basket hanya hobi saja. Kalau Johan, dia hanya ikut-ikutan saja.

Juanda mendrible bola dengan cepat. Dia tidak memberikan Johan kesempatan untuk merebutnya. Sesekali, Juanda bahkan mendorong Johan dan juga sangat berambisi untuk memasukan bola ke dalam ring.

Setelah bola orange itu masuk. Juanda juga tidak menyerahkan bola itu pada Johan. Juanda menguasainya. Dia mendrible lagi, berlari secepat mungkin memindahkan bola dari tangan satu ke tangan yang lainnya.  Menghindari Johan dengan cepat lalu kembali memasukan bola ke ring untuk puluhan kalinya.

Juanda sedang kesetanan. Dia tidak peduli tubuhnya yang sudah basah akan keringat.

Juanda memasukan bola lagi dan seketika dia terjatuh begitu saja disana. Membiarkan bola orange itu menggelinding menjauh atau Johan yang akan memainkannya.

Tapi adiknya itu justru ikut berbaring di sampingnya dengan nafas yang memburu sama seperti nafasnya.

"Abang... Terlalu.. Keras main basketnya. Abang baru mendapatkan semangat, eo?" tanya Johan.

"Abang hanya sedang gila saja, Johan"

Johan nyengir disusul tengan suara tertawa yang sumbang dan tersengar dipaksakan. "Aku yang akan konsul dokter kejiwaan. Apa Bang Juan juga ingin?"

"Sepertinya Bang Juan juga memerlukannya"

Mereka tertawa lagi disela-sela nafas yang masih mereka atur untuk senormal mungkin. Juanda menegakkan tubuhnya seketika dia memutar kepala untuk menoleh pada Johan yang masih berbaring dengan kedua mata tertutup. Bukan hanya itu saja, perhatian Juanda tertuju pada luka ditangan Johan. Ada belasan dan Juanda yakin ada tiga luka baru yang muncul.

"Luka baru, Johan?"

Barulah Johan tersikap. Dia memutar lengan tangannya di hadapan wajahnys sendiri.

"Tidak, Bang Juan sudah mengambil barang-barangku yang seperti itu. Aku tidak bisa melakukannya lagi"

Juanda memutar badannya untuk memghadap pada Johan, "Bang Juan juga ingin kau membuang niat, seperti saat kamu melihat Bang Juan membuang barang-barang yang menyakitimu"

Johan menegakkan tubuhnya. Dia memandang sebentar kedua manik milik Abangnya.

"Sungguh. Bang Juan masih berfikir aku melakukannya?"

Juanda mengangkat kedua bahu dan tetap mempertahankannya sambil berkata, "tidak ada yang bisa Bang Juan percaya. Lihat itu, Bang Juan tau itu luka baru. Sedalam ini..." Juanda kehabisan kata-kata saat mengenggam salah satu lengan Johan. Kedua bahu yang tadinya terangkat kini menurun seketika. "Seharusnya Bang Juan tidak memaksamu untuk menerima semuanya. Maafin Abang..."

"Jangan kesal pada diri Bang Juan. Bagiku, hanya Bang Juan yang tidak berfikir aku gila. Bang Juan juga satu-satunya orang yang aku butuhkan"

Juanda langsung memeluk adiknya erat. Mereka saling menguatkan disana.

Maaf atas kebohongan ini Bang. Tapi, selain kehadiran Bang Juan, aku benar-benar tidak bisa berhenti melakukanya.

***

Johan menatap dirinya sendiri didalam cermin. Dalam benaknya dia sedang membayangkan dan memikirkan betapa rusaknya dia sekarang. Johan mengambil cutter yang dia simpan dilemari kamar mandinya. Tempat paling aman dan sangat Johan usahakan agar tidak diketahui oleh siapapun.

Johan membawa cutter itu bersama tubuhnya untuk duduk dibalkon kamarnya seperti biasa. Tapi sebelum sampai sana, kedua manik Johan melirik pada foto Bunda serta Ayahnya yang ada di meja.

Hari ini, Johan bertemu dengan calon ayah tirinya. Seseorang yang teramat dia benci dan Johan anggap sebagai perusak hubungan kedua orang tuanya.

"Demi Tuhan, Bunda tidak bermaksud menyakiti Johan!"

"Lalu Apa? Bunda berniat menikah dengannya. Bunda juga akan melupakan aku 'kan? Kenapa Bunda jahat sekali? Kenapa Ayah juga diam saja, sih?!!"

"Ayah tidak akan tinggal diam. Tapi Ayah tidak bisa memaksakan kehendak Bunda lagi. Bunda juga butuh seseorang untuk menjaganya"

"APA SANGAT SULIT BAGI BUNDA DAN AYAH UNTUK KEMBALI BERSAMA!!"

"Johan. Hentikan!" peringatan ini datang dari kedua orang tuanya disaat yang bersamaan.

Johan tidak mengindahkan dia justru melangkah cepat menuju Tuan Yoga dan meremat kerah kemejanya kuat.

"Apa yang kau inginkan, Tuan! Apa yang kau lakukan sampai Bunda bisa terpengaruh olehmu!!"

"Johan!!"

Tuan Pranahesa mencoba untuk mencegah hal buruk lainnya yang akan terjadi. Tuan Pranahesa membalik tubuh Johan dengan cepat.

PLAK!!

Seketika sebuah tamparan mendarat pada wajahnya.

"Ayah katakan padamu untuk menghentikannya. Bukankah lebih baik bila Bunda memiliki orang yang akan menjaganya?"

"Ooohh... Kau ingin membuatku terlihat seperti aku sudah berselingkuh darimu? Sepicik itu ternyata kau?!"

"Demi Tuhan dan anak-anak, aku hanya ingin kau mendapatkan apa yang kau mau. Siapa yang menginginkan ini dari awal, KAU!"

Kedua orang tuanya justru saling beradu pedang dan saling menyakiti dengan ketajamannya.

Johan menatap Tuan Yoga sebentar dengan penuh kebencian sebentar. Johan mengambil bola basket yang terletak didekat pintu lalu pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang masih berdebat.

Johan akan membuka gerbang dan dia menyadari kehadiran Juanda disana. Senyum tipisnya terbit, Johan mengusap wajahnya sebentar agar terlihat ceria didepan Juanda.

Johan melangkah mendekat pada meja yang terdapat foto tersebut lalu meraih pegangan laci untuk menariknya.

Teman kedua Johan..

Sepuluh botol obat tidur yang Johan beli kemarin.

"Hari ini, aku masih ingin bersama-nya"[]

About Us || Season 1 & 2 Fin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang