About Us - Everybody Hurts feat Kenan

1.6K 207 9
                                    

16 Mei 2012

Juanda hanya bisa terduduk di lantai rumah sakit sambil menyembunyikan wajahnya. Juanda ingin menganggap Johan yang dia peluk dengan berdarah-darah dan mulutnya mengeluarkan muntahan itu hanyalah imajinasinya saja. Juanda berkata dalam hati bahwa Johan hanya sedang tertidur saja.

Ternyata Johan masih bisa hancur...

Juanda mengira tidak akan ada lagi kesedihan setelah ini. Tapi sekarang yang dia rasakan justru lebih dari pada itu. Fikiran dan perasaan Juanda terhenti. Semua yang ada dalam tubuhnya tidak bisa berjalan dengan baik. Tapi Juanda masih bisa merasakan deru nafasnya yang berjalan seperti biasa walau pun Juanda tidak bisa menemukan dimana sebenarnya fikirannya berpijak.

Kedua orang tuanya sedang berbagi tugas. Ayahnya sedang bertemu dengan dokter sementara ibunya tengah mencarikan Juanda sesuap nasi karena sudah seharian Juanda tidak ingin makan atau minu sedikit pun. Keinginan untuk makan semakin hilang saat lima menit yang lalu Johan tiba-tiba kejang dan harus dipasang ventilator agar pernafasannya paten.

Seburuk inikah?

Juanda tidak menangis. Mungkin belum. Juanda lelah sekali. Hari ini lebih lama dari hari-hari yang lalu. Lukanya saat ini lebih perih dari pada lukannya yang kemarin.

Juanda bahkan kehilangan keberanian untuk kembali masuk menemui Johan. Dia terlalu takut untuk melihat Johan yang kembali kesakitan. Maka dari itu sejak Johan selesai ditangani Juanda hanya duduk dilantai, tepatnya disamping pintu kamar rawat Johan dengan air mata yang satu-satu menetes tanpa henti.

Rusak sudah wajah manis seorang Juanda. Seharusnya Juanda lebih memperhatikan adiknya. Kalau saja kemarin Juanda tidak mengabaikan Johan pasti Juanda akan mampu meredam luka hati adiknya sehingga Johan tidak akan melukai dirinya lagi.

Tapi Juanda juga butuh istirahat dari semua hiruk pikuk dunia. Dia butuh pelampiasan sama seperti Johan. Bedanya, Juanda masih bisa mempertahankan warasnya.

"Juan.."

Ini bukan suara Bundanya pun suara Ayahnya. Juanda meneggakkan kepalanya yang ia sembunyikan dibalik lipatan tangan.

Kenan

Juanda bahkan tidak sanggup untuk melihat wajah sahabatnya sendiri disaat seperti ini. Kenan berada didepannya, entah sejak kapan. Dia mengenakan seragam sekolah. Juanda jadi ingat kalau hari ini adalah hari pengumuman kelulusan. Juanda harus mengambil nilai raport dan...

"Ini untukmu"

Buku laporan hasil belajar miliknya sudah tersodor dari tangan Kenan. Ada dua buku, satu miliknya, satu lagi milik Johan. Memgingatnya membuat Juanda tidak mampu mengucapkan sebuah sapaan untuk Kenan yang datang untuk menghiburnya.

Juanda mengerti, Kenan datang dengan seragam itu berarti dia belum pulang ke rumahnya.

Juanda kembali menyembunyikan wajah dalam lipatan tangannya. Dia ingin meminta Kenan pergi tapi sepertinya dia membutuhkan Kenan untuk bersamanya. Benar-benar Juanda tidak bisa mengerti kemauannya sendiri pada situasi yang seperti ini.

Sementara Kenan, dia hanya menatap sendu pada Juanda. Kenan sempat melihat sorot mata Juanda, benar-benar kosong seakan tidak ada lagi harapan atau setidaknya semangat Juanda yang selalu bersinar seperti biasa.

"Aku baru saja bertemu dan bermain basket dengan Johan kemarin. Sekarang aku harus mendengar kabar kalau dia ada di rumah sakit"

Kenan berusaha. Juanda butuh untuk mengungkapkan perasaannya. Juanda butuh untuk bercerita seberapa dalam luka itu.

"Aku dan Ayah meninggalkannya dengan Bunda saat Johan berusia lima tahun dulu-"

Juanda menjeda karena untuk berucap seperti itu saja, dia sudah gemetar ketakutan.

"Mungkin, tidak seharusnya aku meninggalkan adikku dulu. Kemudian kebodohan kembali aku lakukan. Ketika dia ada di dekatku, aku tidak bisa menyadari bahwa dia masih menggores tangannya sendiri. Kau tau, nadinya hampir putus dan darahnya banyak  sekali, Kenan-"

Juanda masih belum mengubah posisinya. Dia masih menyembunyikan wajah ketakutannya di hadapan Kenan.

"Seharusnnya aku mendengarkanmu kemarin. Seharusnya aku menyadari Johan masih sering melakukannya!"

Pecah lagi tanggis itu. Tumpah lagi air mata yang sebenarnya kembali membasahi jejak air mata yang sudah mulai mengering.

"Juan..."

"Kau tau apa lagi? Dia juga overdosis, Kenan"

Kenan terkejut. Ketara jelas dari kedua mata elangnya yang mulai membola dan kepala yang terlihat menggeleng pelan.

"Sekarang, apa aku masih bisa lebih hancur dari pada sekarang? Aaa~ Tuhan akan mengambil Johan karena aku tidak becus menjaganya?"

"Juan, h-hey.."

Juanda mulai tidak tenang. Perlahan kedua netranya semakin mengosong dengan seluruh tubuh yang makin gemetaran.

"Tidak. Tidak! Johan tidak akan kemana-mana. Aku masih bisa menjaganya. Kenan, Kenan, aku masih bisa menjaganya. Johan harus disini bersamaku. Kau benar, dia satu-satunya alasanku untuk tetap berdiri sampai saat ini. Mungkin, dia melakukannya karena dulu dia masih tinggal bersama Bunda atau aku yang mengacuhkannya. Tapi sekarang aku sudah mengerti, aku janji tidak akan membiarkannya jatuh lagi. Johan tidah boleh, dia tidak boleh pergi, Johan... Adek.."

Juanda memukul-mukul kepalanya sendiri. Sempat dia juga meremat detak jantungnya yang teramat sakit.

"Juan, cukup!" teriak Kenan yang mulai membawa fokus kembali pada Juanda.

"Aku yakin Johan tidak akan meninggalkanmu. Johan pun tau kakaknya tidak akan pernah hancur. Aku pun begitu. Kau Juanda yang selalu bersinar dan tidak akan pernah terpuruk. Johan sekarang sedang berjuang untukmu. Aku tau ini teramat sulit tapi aku yakin Johan akan kembali padamu. Johan pasti butuh kakaknya"

Juanda memalingkan muka. Dia tidak percaya pada semua kata-kata yang baru saja Kenan ucapkan. Kepalanya sudah penuh dengan semua kemungkinan buruk.

"Ingat saat kau memperkenalkan Johan padaku pertama kali. Kau begitu bangga mengatakan bahwa Johan sangat kuat Kenan, adikku itu sangat kuat. Lihat! Sekarang Johan bahkan masih berjuang"

Kenan meraih pergelangan tangan Juanda kemudian ia melengkungkan senyuman. Kenan tidak berucap sampai Juanda menoleh padanya.

"Aku dan Johan sama-sama tau kalau kau tidak akan bisa hancur. Kau masih bisa bersinar seperti kemarin. Dengan semangatmu itu, Johan tidak akan pergi. Jika kau yakin alasanmu untuk terus bertahan adalah Johan maka aku yakin Johan pun seperti itu. Dia hanya memiliki dirimu untuk bersandar"

Kenan mulai berkaca. Ia menghela nafasnya selama mungkin.

"Aku tidak pernah memiliki adik kandung sepertimu. Makanya, aku selalu memintamu untuk mengenalkan aku pada Johan. Aku tau kau sedang tidak bisa mengendalikan semua perasaanmu tapi tolong percaya pada adikmu sendiri. Johan tidak akan meninggalkan kakaknya. Aku yakin!"

Kedua netra Juanda terpejam perlahan dan air mata yang masih mengalir satu-satu. Nafasnya masih sesak meskipun sudah mendengar kalimat panjang dari sahabatnya.

"Salah, jika kau mengira aku akan terus bersinar. Aku akan hancur saat Johan memutuskan untuk pergi selamanya, Kenan" []

About Us || Season 1 & 2 Fin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang