About Us Season 2 - Therapy (1)

1K 117 14
                                    

Meskipun Johan sudah bisa menjalani kehidupan yang normal setelah semua kegilaan yang terjadi dalam hidupnya, tetapi dia masih memerlukan bantuan Yoga sebagai dokter spesialis kejiwaan untuk pengobatannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meskipun Johan sudah bisa menjalani kehidupan yang normal setelah semua kegilaan yang terjadi dalam hidupnya, tetapi dia masih memerlukan bantuan Yoga sebagai dokter spesialis kejiwaan untuk pengobatannya.

Johan sesungguhnya juga mengerti tentang ilmu tersebut karena dia mengambil kuliah dengan jurusan psikologi namun dia masih belum mampu untuk menolong dirinya sendiri.

Kehidupan mereka masih tetap sama. Ayah bersama Juanda hidup di Ilsan sementara Johan dan Bunda hidup di Seoul. Mereka mulai belajar untuk berdamai dengan kenyataan dan juga mulai mencoba untuk menerima.

Pagi ini seperti pagi-pagi yang lainnya, Johan bangun dari tempat tidurnya lalu mandi dan bergegas untuk kuliah. Ditengah kesibukan itu ponselnya berdering karena panggilan dari Abangnya.

"Ada apa, Bang?. Iya, nanti sore. Apa Bang Juan tidak sibuk?. Apa Ayah juga akan ikut?. Baiklah. Iya, hati-hati Bang Juan" lalu panggilan itu tertutup.

Johan mengambil tasnya yang terletak pada sofa didekat pintu kamarnya. Untuk mengambilnya, Johan harus melewati lemari yang cukup besar dengan cermin ada didepannya sebagai hiasan.

Halo, Johan.

Suara itu terdengar tepat disaat Johan berhadapan dengan bayangannya sendiri. Johan menoleh padanya dan memperhatikan bayangannya sejenak. Setelah itu dia berlalu meninggalkan sugesti buruknya.

"Bunda.." Johan menjeda sarapannya untuk memanggil Bundanya.

"Ada apa, Nak?"

"Nanti Bang Juan mau menginap disini. Katanya mau mengantarkanku terapi juga" jawab Johan.

"Baiklah, Bunda akan masak makanan yang banyak malam ini" kata Bunda yang sudah mulai merasa senang mendengar kedatangan sulungnya.

"Apa Bunda tidak ada fikiran untuk rujuk dengan Ayah?" sunyi setelahnya. Johan lanjut untuk mengunyah makanannya tetapi Bunda masih terdiam. Sampai makanan Johan sudah habis ia baru menyadari Bunda masih terkejut dengan pertanyaan spontannya. "Bunda tidak perlu memikirkannya. Itu tadi aku hanya asal saja, Bun. Maaf"

Bunda menghela nafas berat. Dia tetap merasakan khawatir dalam hatinya. Setelah sekian lama Johan diam dan terlihat menikmati hidupnya, sekarang Johan mulai menunjukan tidak terima.

Tapi Bunda masih mencoba untuk tetap positif. Mungkin saja Johan memang sedang asal saja dan tidak bermaksud untuk membjat Bunda takut.

***

Bunda mulai kehilangan konsentrasi saat bekerja karena kejadian tadi pagi. Dia kemudian membatalkan semua janji dengan kolega bisnisnya lalu menghubungi Pranahesa.

"Kau hanya akan mengatar Juanda sore ini?. Aku tidak tau tapi pagi ini Johan melontarkan pertanyaan padaku tentang pemikiranku untuk rujuk. Baiklah, terima kasih udah membantu"

Bunda menyangga kepalanya yang mulai berat. Fikirannya melayang pada segala kemungkinan buruk yang akan terjadi pada bungsunya. Demi apapun, hal-hal yang terjadi pada mereka kemarin sudah sangat cukup baginya. Bunda tidak ingin hal yang sama terulang kembali.

Jauh disana, Pranahesa juga ikut gelisah. Dia membatalkan semua janji dan pertemuan dengan kolega bisnisnya. Sepenting apapun itu, Pranahesa mengabaikan semuanya.

Dia bergegas untuk pulang dan menyiapkan barang-barang untuk dia bawa pulang sambil menghubungi Yoga.

"Johan. Aku rasa dia mulai berfikir sedikit aneh pagi ini. Dia menanyakan pada Bundanya tentang keinginan untuk kembali kemudian dia menarik ucapannya bahkan dia juga meminta maaf. Ya, Juanda akan menemaninya nanti sore. Okay"

Pranahesa sudah mempersiapkan segalanya, dia berharap ini hanya ketakutan semata. Johan memang hanya sedang iseng saja.

Sementara itu di kampusnya, Juanda tidak merasakan firasat apapun. Ayah Bunda mereka juga tidak memberinya kabar tentang apa yang terjadi pada Johan pagi ini. Dia tetap menjalani harinya dengan penuh semangat dan berusaha untuk menyelesaikan tugas kuliahnya.

Juanda merasa dia harus menjadi yang terbaik karena dia adalah calon penerus untuk perusahaan ayah mereka. Kemungkinan juga dia akan ikut memegang peranan penting dalam perusahaan Bundanya.

Beban Juanda berat namun dia tetaplah sulung yang mampu membuaf keluarganya tetap seimbang ditengah permainan jungkat-jungkit dengan keadaan.

Juanda adalah porosnya lalu Johan adalah bebannya. Ayahnya adalah penyangga untuk melindungi mereka. Bunda adalah papan yang selalu menhubungkan mereka. Seperti inilah gambaran keluarga mereka.

***

Senja, sore, atau waktu sebelum malam. Juanda dan Ayahnya telah sampai di rumah Johan dan Bunda. Mereka tertawa saling memeluk dan juga saling menanyakan kabar. Interaksi yang akrab antara Bunda dan Ayah juga tidak luput dari pandangan Johan.

Meyenangkan bisa melihat mereka bersama, kan? Buat mereka kembali bersama Johan. Kau tidak mau kesempatan pergi begitu saja, kan?

Sekarang, fikiran Johan mulai menanyakan bagaimana caranya.

Jauhkan Yoga dari kehidupan kalian.

"Bang, bolehkah aku melewatkan pertemuanku dengan Om Yoga. Aku hanya ingin pergi sama Bang Juan"

Baik. Suasana makan malam ini mulai membuat mereka gelisah.

"Johan, hari ini kita bisa pergi setelah menemui Om Yoga. Itu kan tidak lama"

Johan tidak berani menyangkal apapun lagi. Dia diam dan melanjutkan makanannya dengan wajah datar penuh pemikiran.

Usaha yang bagus. Akan aku tunjukan usaha yang lain nanti. Jangan jadi pengecut, Johan!

"Johan, kamu baik-baik saja, kan?" tanya Juanda yang mulai khawatir. Meski begitu dia tetap mencoba tenang karena dia juga memiliki sindrom panic attack yang harus ia kendalikan.

John hanya menggeleng dan tersenyum manis pada mereka semua. []







Souyaaa

Iya, aku sekangen ini sama Juanda Johan :")

About Us || Season 1 & 2 Fin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang