BAB 1

3.7K 483 27
                                    

Ditunggu 100 vote, untuk update bab selanjutnya. Ayo bersenang-senang. 

Terima kasih :)

□■□■□■□■□

Dan saat botol smirnoff diangkat tinggi-tinggi oleh Hinata yang berteriak bahkan melonjak-lonjak tanpa alas kaki di meja bartender, berarti pesta di kelab malam itu sudah dimulai. Para pengunjung bersorak-sorai. Mereka tahu bintang malam ini adalah si pendek yang selalu tampil seksi—mengenakan karya rumah mode Dolce & Gabbana, kain tenunan dengan ujung renda, berwarna putih polos, dan berkerut, bahkan tali-tali di pundaknya diikat dengan bentuk pita yang manis. Pundak seksinya memang tidak dapat dialihkan oleh kaum laki-laki di sana.

"Siapa sih namanya?"

"Perempuan itu?"

"Iya."

"Hinata Hyuuga."

Di pinggiran, meja yang awalnya ribut oleh sebuah permainan kartu, diberhentikan oleh sikap Hinata dan letupan kembang api di pinggiran panggung. "Apakah dia bisa dibawa ke mana-mana?" laki-laki berambut merah tercengang sesaat, lalu menggelengkan kepala. "Kenapa? Dia sepertinya menarik. Aku pikir tidak punya pacar."

"Jangan. Bahaya kalau menyentuhnya."

"Oh, jadi sudah punya pacar?"

"Bukan. Dia sangat pemarah." Laki-laki berambut merah melanjutkan. "Akhir-akhir ini dia suka marah—marahnya bahkan sedikit tidak wajar." Gaara Sabaku, beranjak dari duduknya, merangkul laki-laki yang duduk di ruang yang sama dengannya. "Mending kita mencari gadis yang lebih seksi darinya. Aku tidak yakin hidupmu akan baik-baik saja kalau kau menyentuh perempuan itu."

Pembicaraan itu berhenti sampai di sana. Dan tidak ada satu pun dari mereka kembali terusik oleh suara berisik Hinata yang melengking bahkan menguasai pesta di kelab tersebut.

Sebaliknya, ketika segerombol laki-laki yang barusan terhipnotis oleh kecantikan atau tingkah Hinata yang benar-benar bersemangat di tengah pesta. Laki-laki bersetelan dari rumah mode Giorgio Armani, mengerakkan bongkahan es yang ada di dalam gelas wiski sambil memandangi lantai dansa di mana Hinata berada. Ia sempat menarik napas. Kemudian kembali membuangnya dengan perasaan sangat berat.

Mantan istrinya yang benar-benar gila itu ada di bawah sana. Kebetulan yang sangat tidak membuat Naruto sendiri merasa nyaman—kalau boleh jujur, seperti ada seseorang yang sedang mencekik lehernya kuat. Ia sungguh menyesal ketika seorang teman baik mengajaknya berpesta di kelab malam ini. Padahal, banyak kelab malam yang jauh lebih eksklusif di Tokyo, mengapa harus di daerah Shinjuku?

Naruto Uzumaki mengingat-ingat persisnya berapa tahun perpisahan mereka. "5 tahun?" ia bergumam, mengingat-ingat sebentar, dan ketika Naruto tenggelam dalam menghitung kapan terakhir dia dan Hinata bertemu, ia justru dikagetkan oleh sepasang tangan yang melingkar di perutnya. Hampir menjatuhkan gelas wiski yang dirinya genggam. "Apa yang kaulakukan?"

"Oh, apakah aku mengagetkanmu?" Naru menoleh, pada seorang wanita ramping yang entah sejak kapan sudah masuk ke ruangan ini. Dan begitu dia mencari temannya yang ikut berpesta dalam satu ruangan tidak ada. Naru tahu, temannya itu yang pasti memesan seorang wanita, sementara dia tidak lagi tertarik untuk tidur dengan perempuan mana pun, saat menyatakan diri;

"Aku aseksual, jadi aku tidak tertarik untuk tidur atau mungkin tidak akan semudah itu dapat bergairah dengan sembarang wanita."

Di depannya, wanita asing itu membuang tawa—terbahak-bahak setelahnya. "Kenapa kita tidak mencoba dulu?" Naruto menarik ujung bibirnya. "Kukira kau harus melucuti satu demi satu apa yang aku kenakan, dan kau bisa melihat tubuhku dengan bebas. Kita lihat apa yang akan terjadi denganmu."

Naru meletakkan gelas wiski ke meja yang dipenuhi oleh botol minuman. Lalu ia menarik jasnya. "Kau salah kalau berpikir semua laki-laki dapat kau taklukkan dengan tubuh indahmu. Kau barusan berpikir bahwa laki-laki itu makhluk kotor yang hanya bisa melakukan persetubuhan, dan tidak ada yang lebih penting dari itu."

"Kenyataannya memang seperti itu."

Naru menggelengkan kepala dengan pandangan miris setelah dia mengenakan jasnya. "Jika memang aku menginginkan persetubuhan, aku tidak akan melakukannya denganmu." Naru memberitahu, kemudian jarinya menempel pada dinding kaca, wanita itu melirik sekilas, dan tahu siapa yang Naru inginkan ketika bukan dia yang dipilih. "Kau bisa melihatnya?"

"Oh, ayolah," wanita itu mendesah, menjatuhkan diri ke sofa. "Dasar pelacur sialan!" Naru mengabaikan, dia keluar dari ruang pribadi di kelab malam itu dengan perasaan lega, bahwa dia tidak sedang menghadapi wanita agresif gila yang mungkin menghancurkan mood-nya malam ini.

□■□■□■□■□

B E R S A M B U N G

SECONDLY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang