Ditunggu 110 vote, untuk update bab selanjutnya. Ayo bersenang-senang.
Terima kasih :)
□■□■□■□■□
Mr. Naruto keluar dari kantornya sambil memandangi arloji mahalnya. Langkahnya tampak buru-buru, sementara di mejanya, Ms. Hiroko memperhatikan tanpa penasaran seperti biasa yang dilakukan oleh wanita itu. Ketika sekitar dua jam yang lalu, tiba-tiba Mr. Uzumaki menghubunginya dari sambungan telepon—telepon nirkabel mereka saling menyambung satu sama lainnya. "Tolong reservasi restoran terbaik yang ada di Roppongi, karena aku akan makan siang bersama seseorang." Apa mungkin istrinya? Bosnya memiliki tingkat privasi yang sangat ketat. Pria itu tercatat single, belum punya pasangan, tapi dia tahu itu pasti kedok. Pernikahan bisnis mungkin yang terjadi. Atau sesuatu yang mengerikan terjadi pada Mr. Uzumaki dan istrinya. Maka dari itu Mr. Uzumaki tinggal sendiri di penthouses mewah tanpa seorang pendamping, dan tentu saja istrinya tidak ada di sana bersama laki-laki itu.
Ms. Hiroko kembali duduk di kursinya, perasaannya tidak tenang, dia bekerja, menghubungi seseorang, dengan pikiran berkecamuk menyakitkan. Namun, apakah dia harus mengikuti Mr. Uzumaki? Kalau ketahuan, apa yang bisa dia jadikan alasan? Padahal Hiroko tidak boleh meninggalkan kantor, karena ada banyak klien yang mungkin menghubunginya. Mr. Uzumaki menyuruhnya untuk berbicara pada mereka, karena terlambat beberapa jam disebabkan urusan privasinya itu.
Sampai di restoran yang sudah direservasi oleh sekretarisnya tadi, dan sebelum keluar dari Land Rover kesayangannya, Naru membenahi tatanan rambutnya di depan spion. Ia sangat tampan, penuh percaya diri memuji dirinya sendiri, ia tidak boleh mengecewakan perempuan itu. Dia harus tampil sekeren mungkin. Dan begitu tersadar, Naru buru-buru menarik napas dalam-dalam. Barulah setelah itu dia keluar dari mobilnya.
Masuk ke lobi, dia sudah disambut oleh sekuriti bertubuh kekar. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya ada janji dengan seseorang di lantai 5."
"Oh, apakah Anda pelanggan VVIP?"
"Benar."
"Kalau boleh tahu, nomor meja yang Anda pesan."
"1100, atas nama Naruto Uzumaki."
"Baik. Silakan ikut saya sebentar." Sekuriti itu membelok ke kanan, Naru mengikutinya sampai seorang wanita cantik nan ramping mendekati Naru dan sekuriti itu tengah tersenyum ramah. "Mr. Uzumaki Naruto."
"Oh, Mr. Uzumaki, silakan." Pelayan wanita bersetelan jas rapi itu menunjukkan jalan, ke sebuah lift berukir rumit, dengan pintu lift berwarna emas.
"Apakah aku bisa minta tolong?" Naru bertanya, dan dengan gerakan anggun, pelayan wanita itu memandangi Naru. "Aku lupa tidak membawa bunga. Bisakah aku memesannya?"
"Jenis apa yang Anda inginkan? Apakah ini untuk kekasih Anda?"
"Kekasih?" Naru bertanya balik—kepalanya diserang pertanyaan tiba-tiba. "Ah, iya. Itu. Seperti itulah."
Pelayan itu tersenyum menggoda. "Jenis apa yang ingin Anda berikan?"
"Aku tidak tahu banyak. Tapi bisakah sekitar 20 tangkai bunga mawar?" bertepatan dengan itu, lift berhenti di lantai 5. Dan ternyata di lantai itu dipenuhi oleh lorong meliuk-liuk. Tempat di mana dipenuhi oleh ruang privat yang memberikan kenyamanan bagi para pelanggan restoran itu, yang menginginkan sesuatu yang disebut privasi. "Pesankan itu saja."
"Baik, Mr. Uzumaki." Pelayan wanita itu menghubungi seseorang dari earphone kecil tanpa kabel yang dikenakannya di telinga kanannya, berbicara kepada orang di seberang sana untuk segera membawakan 20 tangkai mawar merah secepatnya.
Pelayan wanita itu kembali ke depan Naru. "Mawar Anda akan segera tiba." Ia mengumumkannya. Lalu keduanya kembali melanjutkan jalan. Berhenti di depan dua daun pintu berwarna putih. Sepanjang lorong dipenuhi oleh permadani, yang meredam langkahnya.
Ketika pelayan itu mendorong salah satu daun pintu, Naru dapat melihat Hinata sudah ada di dalam sana, memandangi buku menu. Membolak-balikkan dan terlihat menggerutu—mungkin karena harganya yang tidak bersahabat bagi wanita itu sendiri. Dengan gaun yang didominasi kain renda, pula kerah bulat di lehernya, perempuan itu jauh lebih terlihat manis. Rambut panjang yang tetap dibiarkan, dengan ujung menggelombang. Hinata punya gaya yang imut, tentu saja tidak seperti Ms. Hiroko, sekretarisnya, yang selalu tampil dewasa nan erotis. Mantan istrinya justru memiliki gaya kasual yang memikat.
Hinata mengangkat wajahnya. "Wah, kau cepat sekali datang, seperti biasa."
"Apakah aku terlambat?"
"Tidak kok. Kau 'kan tepat waktu, jadi aku mengawali, aku tidak mau sampai membuatmu menunggu."
Ketika Naru mengambil duduk, pelayan wanita di sebelahnya tiba-tiba memanggilnya, "Mr. Uzumaki," sambil menyerahkan buket bunga mawar. "Silakan."
"Terima kasih." Naru memandangi mantan istrinya sembari tersenyum. "Untukmu."
"Hei, ini terlalu romantis."
"Aku berusaha menghargai dirimu yang mau datang ke sini."
"Tempatku tinggal dekat sini kok, jadi tidak susah menemukan tempat ini."
"Ya sudah," Naru bersikap santai setelah itu, sekaligus mencari alasan lain. "Ini hadiah karena kau menerima undanganku tanpa pikir panjang. Kau tahu, perempuan di dunia ini hampir enggan bertemu dengan mantan suami mereka karena alasan yang tak dapat dimengerti."
Hinata mengernyit. "Itu bagi mereka yang menikah..." Hinata melirik pelayan di samping mantan suaminya. "Sudahlah, dibahas nanti saja. Aku lapar. Kau ingin memesan apa?"
"Aku bisa makan apa saja, termasuk masakan racunmu itu."
"Dasar, kau ini suka meledek."
Naru terkekeh. "Menu macam apa yang ingin kau pesan?"
"Baiklah, aku bisa pesan yang paling mahal, lalu, traktir aku anggur, boleh?"
"Dengan alkohol yang rendah, ini masih siang."
Bibir Hinata mengerucut, sementara Naru sendiri menyadari jika mantan istrinya mengalami kecanduan alkohol. Maka tujuan pertemuan mereka ini, untuk membahas rehabilitasi.
Naru menganggap bahwa ia harus meyakinkan Hinata untuk tidak mendekati alkohol dalam waktu panjang. Perempuan itu harus sembuh. Betapa bahayanya mengingat catatan kriminal pun tidak luput didapatkan olehnya. Memukul seseorang dengan botol, dan kasusnya pun tak hanya itu saja. Tidak sedikit dari mereka justru menuntutnya habis-habisan. Hal tersebut pasti akan melukai perasaan ibunya, yang menyayangi Hinata seperti putrinya sendiri. Naru tidak bisa membiarkan mantan istrinya menderita.
□■□■□■□■□
B E R S A M B U N G
KAMU SEDANG MEMBACA
SECONDLY ✔
Fanfiction[Short Series] Naruto dan Hinata menikah karena alasan yang tak dapat dimengerti oleh mereka sendiri, dan dua tahun kemudian, mereka memutuskan untuk bercerai. Lima tahun setelahnya, tepatnya saat mereka memiliki kehidupannya masing-masing, keduany...