BAB 6

2.6K 415 37
                                        

Ditunggu 150 vote, untuk update bab selanjutnya. Ayo bersenang-senang.

Terima kasih :)

□■□■□■□■□

Sebelum ke kantor kepolisian, Naruto perlu menghubungi dua pengacaranya, dan itu tidak mudah. Salah satu dari mereka memutuskan untuk berangkat tidur. Ia merasa bersalah, tapi Naru membutuhkan mereka apa pun yang terjadi.

"Kami kuasa hukum Hinata Hyuuga," Itsuki berbicara—laki-laki berambut lurus yang selalu ditata rapi, kini rambutnya sedikit acak-acakan mungkin karena belum sempat merapikan, ia terbangun, terjaga setelahnya tak bisa tidur lagi ketika ponselnya berdering sebanyak lima kali, bunyinya sangat nyaring, ia beranjak dari tidurnya tanpa segelas kecil kopi pahit yang akan membuatnya tetap melek sepanjang perjalanan menuju ke kantor kepolisian. Matanya memicing kepada polisi, yang tampak tajam meneliti dirinya, Itsuki berharap ini tidak akan lama. "Kami perlu mendengar detail kasusnya terlebih dahulu." Itsuki dan Ko pergi ke ruangan yang dapat memberikan kenyamanan bagi mereka untuk negosiasi, hingga pencapaian untuk berdamai dari kedua belah pihak—itu yang paling dibutuhkan.

Sedangkan dengan Naruto sendiri, dia menghampiri sel tahanan kecil yang lantainya dialasi oleh tatami, melihat Hinata dengan kedua pergelangan tangan yang diborgol, perempuan itu sedang duduk sambil menundukkan kepala karena mengantuk. Tidak perlu diragukan lagi, Hinata mengenakan setelan minim yang terlihat kekurangan kain. Dengan celana pendek yang memamerkan paha putih nan mulusnya. Atasan hitam yang ketat tanpa lengan.

Sebelum memanggilnya, Naru menarik napas dalam-dalam. "Hei," Hinata mendongak, wajahnya muram. "Kau baik-baik saja? Seseorang akan menyelesaikannya dengan cepat."

Naru menengok ke samping, seorang polisi laki-laki menemaninya untuk melihat Hinata. "Bisakah kau mengeluarkannya? Aku ingin berbicara dengannya." Tanpa bersuara, hanya menyetujui dengan anggukan kepala, polisi itu mendekati sel, dan membuka pintu sel. Keluarlah kemudian Hinata dari sana dengan langkah yang amat gontai. "Kurasa ini bukan masalah pertamamu, jadi tidak usah lemas begitu."

Perempuan itu mengikuti mantan suaminya dengan menundukkan kepala, di tengah perjalanan, dia berkata, "Ini memang bukan kasus pertama, tapi yang membuatku begitu sulit mengangkat kepala, aku terpaksa harus memanggilmu."

"Maka dari itu, aku ingin tahu mengapa kau memanggilku."

"Teman yang biasa membantuku sedang tidak bisa dihubungi," mereka berdua duduk di dalam sebuah ruangan khusus untuk mereka berbicara, tentu saja di depan pintu sana ada polisi yang berjaga, mengantisipasi seseorang membawa tahanan mereka kabur. Sementara saling berhadap-hadapan duduk pada kursi besi yang terasa dingin, di sela-sela itu, Naruto mencermati apakah Hinata terluka atau tidaknya. Si perempuan pendek yang amat badung. "Aku terpaksa melakukannya karena cuma kau yang ada di dalam kepalaku saat ini, aku terlalu mabuk pada saat itu."

"Itu mungkin karena pertemuan tadi siang." Hinata mengangkat wajahnya, kemudian menunduk kembali. "Coba pikirkan ideku. Sebab ini yang terjadi kalau kau tidak segera ditangani. Apakah kau tidak tahu betapa bahayanya alkohol bagi kesehatanmu? Tapi yang lebih penting bagaimana alkohol bisa menguasaimu dan kau bakal kehilangan dirimu," Hinata mencermati Naruto, laki-laki itu ada benarnya, tapi kehidupannya yang sekarang dijalani oleh Hinata terbilang mampu membuat perempuan itu menjadi dirinya sendiri, atau melampiaskan semua rasa kesal dan kesulitannya menjalani kehidupannya yang kesepian.

"Aku tidak melarangmu untuk minum, aku hanya mencoba membuatmu untuk tidak kecanduan. Betapa bahayanya terkuasai oleh alkohol, kau akan terlibat ke dalam masalah yang tidak harusnya dirimu lakukan. Pergilah rehabilitasi, jadilah orang yang lebih baik seperti Hinata yang kukenal."

"Memang kau mengenalku seperti apa?" wanita pendek itu bertanya dengan mengerang. "Jangan gara-gara kita pernah menikah kau dapat menilai diriku sesuka hatimu. Asal kau tahu, inilah diriku yang sebenarnya, aku sudah menjadi diriku sendiri."

Naru meneliti dalam-dalam mantan istrinya dengan pandangan miris. "Kau selalu menjadi dirimu sendiri, tapi tidak untuk saat-saat ini, dan yang aku ingat, kau tidak pernah menyerang seseorang hanya karena kau sangat marah." Hinata terdiam, kepalanya pening tiba-tiba. "Malam ini kau pulang bersamaku, besok pagi kita akan pergi ke rumah sakit. Kau tidak boleh menolak. Anggap kau membayar atas semua kekacauan yang aku selesaikan malam ini. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Kau paham?" Hinata membisu.

Rupanya malam ini atau beberapa hari ke depan, dia tidak memiliki celah untuk menolak. Hinata hanya punya satu pilihan—ikut bersama Naruto malam ini, tinggal bersama laki-laki itu, lalu keesokan paginya Naru akan mengantarnya ke rumah sakit untuk mengikuti jadwal rehabilitasi. "Prosesnya akan lama, tapi kau akan sembuh, aku menjamin kau tidak akan kecanduan alkohol lagi, dan membuat kekacauan konyol seperti malam ini."

Seseorang mengganggu mereka, melangkah masuk tanpa permisi—ke dalam ruangan di mana baru saja Naruto selesai membicarakan bayaran yang pantas untuk malam ini.

Polisi itu mengambil kunci dari saku dalam jaket bomber cokelat yang dikenakannya, lalu membuka borgol yang melingkar di kedua pergelangan tangan Hinata. "Kau sudah boleh pulang, aku harap tidak ada kekacauan setelah ini. Karena pihak korban mau berdamai, kau bebas sekarang."

Sebelum pergi dari ruangan itu, sang polisi melirik Naru sebentar, sampai akhirnya benar-benar lenyap tanpa meninggalkan sepatah kata lagi. Hanya perasaan tanda tanya yang membekas, mengapa polisi tersebut sangat terlihat membenci dirinya. Ah, mungkin Itsuki dan Ko melakukan sesuatu—sebuah alternatif.

"Bagaimana?" Naru bertanya pada para pengacaranya, begitu mereka muncul di sana.

"Semuanya sudah beres, kami akan mendatangi rumah sakit untuk membayar seluruh pengobatan laki-laki itu. Lagi pula, lukanya pun tidak serius. Laki-laki tersebut berkata, bahwa dia yang membuat kekacauan, maka dari itu Ms. Hinata naik pitam. Ia telah mengakui kesalahannya daripada melimpahkan seluruh kesalahannya pada... kekasih... maksudnya... Ms. Hyuuga Hinata." Itsuki mengernyit sesaat, tampak bingung.

Naruto melirik Hinata yang berdiri, keluar dari ruangan itu terlebih dahulu.

Dan dengan perasaan yakin bahwa Hinata tidak ada di mana pun di sekitar dirinya dan para pengacara, Naruto memutuskan untuk terbuka. "Dia adalah istriku, tolong rahasiakan pada siapa pun."

"Eh?" Ko kaget di tempatnya.

□■□■□■□■□

B E R S A M B U N G

SECONDLY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang