BAB 16

2.4K 405 10
                                    

Ditunggu 150 vote, untuk update bab selanjutnya. Ayo bersenang-senang.

Terima kasih :)

□■□■□■□■□

Gadis-gadis di sana sudah memperhatikannya cukup lama, dan teman kencannya tidak cepat muncul, ini terhitung satu jam lamanya. Biasanya, teman kencannya itu bakal muncul tepat waktu, tidak pernah terlambat, meski terlambat, pasti ada alasan yang logis untuk dikatakan olehnya. Tapi sekarang apa? Apakah mobilnya mogok di tengah jalan? Apakah bus yang ditumpanginya bannya kempes? Ataukah macet?

Tidak butuh waktu lama berkutat pada pemikirannya, Gaara mendengar langkah seseorang dengan sepatu hak tingginya mendaki anak tangga kedai kopi di lantai dua. Pertama-tama Gaara dapat mengenali rambut hitam lurus wanita itu, lalu kini mencermati gaun hitam yang sedang dikenakannya di bawah lutut dengan kedua kaki yang terbungkus oleh stiletto hitam. Gaara mendesah bahagia. Ia mati bosan di sini, dan jika lima belas menit perempuan itu tidak muncul, ia akan menghubunginya sambil marah-marah, dengan melangkah pergi dari kedai.

"Dengar, semua orang mengenali aku, yang benar saja kau membuat janji di tempat seperti ini. Kita seorang selebritas!" Gaara mengambil kecupan sebentar di pipi perempuan di depannya—Hinata Hyuuga. "Bagaimana kabarmu? Kuharap kau sedang berbohong soal status pernikahan yang kau ceritakan lewat telepon itu."

"Aku sedang tidak berbohong," dengan gerakan anggun menyibak rok agar tidak terjadi lipatan kusut pada rok belakangnya, Hinata mengambil duduk kemudian di depan Gaara. "Kuharap kau mau mendengarkan aku."

"Tentu saja aku akan mendengarkannya. Coba ceritakan dari awal."

"Awalnya mungkin sangat panjang, singkat cerita kami bertemu karena seorang teman. Dan secara tidak sengaja aku mengenal ibunya—orangtua satu-satunya suamiku. Kupikir kepribadian kita cocok, dia mengajakku untuk menikah setelah itu, dengan sistem kontrak, tapi dia berhak meminta hubungan intim."

"Itu terdengar seperti kau sedang menjual diri."

Hinata mengangguk, menyilangkan kaki sambil berkata, "Iya, aku awalnya berpikir seperti itu." Ia mencari posisi nyaman untuk bersandar. "Tapi kurasa perasaan kami berubah."

"Kau menyukainya? Kuharap kau membuat buku dongeng untuk anak muda, kurasa ini bakal laku." Ejek Gaara.

Hinata terdiam sebentar sebelum menjawab, "Aku merasa begitu nyaman di dekatnya, apakah itu artinya aku mencintainya? Menyukainya?" Gaara membisu, mengamati perempuan di depannya secara teliti, dan yang ditemukan oleh Gaara sendiri, Hinata tidak pernah bersikap demikian. Perempuan itu sedikit tenang siang ini, daripada menunjukkan diri bahwa dia begitu sangat gembira yang berlebihan. "Kami tidak tahu pasti bagaimana perasaan kami, tapi yang kami rasakan, kami berdua sama-sama nyaman, dan mencoba hubungan itu untuk kedua kalinya. Yang pertama, kami dipisahkan karena perjanjian, juga banyak yang harus kami hadapi, persoalan itu tidak terlalu rumit seharusnya, tapi waktu itu kami sama-sama berduka, kami butuh waktu menyendiri, tapi ternyata tidak membuat kami baik-baik saja."

"Kau benar-benar mencintainya, dan sepertinya takut kehilangan?"

Di lantai dua, angin menerpa tubuh Hinata. Rasanya sejuk di tengah cuaca kadang mendung ataupun panas. Dedaunan di pot gantung bergoyang-goyang, Hinata mendongak, memandanginya dengan tersenyum. "Kalau memang begitu jadinya, aku rasa cintaku tidak akan bertepuk sebelah tangan."

Ketika kembali menghadap Gaara, Hinata melihat laki-laki itu hanya merespons dengan pandangan yang seolah meneliti, dan tak dapat dimengerti oleh Hinata, apa yang sedang Gaara pikirkan. "Kau tidak suka kalau aku sudah menikah?"

SECONDLY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang