BAB 13

2.5K 401 13
                                    

Ditunggu 140 vote, untuk update bab selanjutnya. Ayo bersenang-senang.

Terima kasih :)

□■□■□■□■□

Bel itu berbunyi ketika Hinata sedang berada di dapur untuk menyiapkan makan malam. Kalau itu suaminya, pasti laki-laki itu akan langsung masuk, tidak pakai acara mengetuk-ngetuk pintu segala seolah-olah ini bukan rumahnya. Tapi mungkin itu memang seseorang sedang bertamu. Teman suaminya banyak. Naru tidak pernah melewatkan acara reuni akbar. SMP dan SMA. Sementara untuk sekolah dasar, dia berada dalam masa homeschooling, mendatangkan guru privat hanya untuk belajar ini-itu. Bisa dipastikan tidak punya teman yang bisa dia ajak reuni. Omong-omong, Hinata langsung bergerak ke depan interkom sambil melepas sarung tangan plastik penuh olahan bumbu-bumbu dapur, dan setelah itu menemukan ada yang aneh—dua pria berseragam biru ada di depan rumah mereka—ia menekan tombol dan mulai berbicara. "Dengan siapa?"

"Nyonya, ada paket untuk Anda."

"Tunggu sebentar." Di depan sana, paket itu sangat besar, Hinata bisa melihatnya dari layar kecil interkom, dan dapat dikenali kemudian bahwa itu meja rias berpelitur putih yang sangat cocok dengan tembok berwarna krem kamar mereka. "Maaf, kukira aku tidak sedang memesan meja rias." Lanjut Hinata, ketika dia membuka pintu, dan bisa melihat langsung barang di depannya itu.

"Kami tidak salah alamat," sambil mengecek, pria itu kembali melanjutkan, "Keluarga Uzumaki?" Hinata mengangguk, ia melirik heran meja rias itu, apakah suaminya membeli untuknya? Bukankah dia tidak meminta untuk dibelikan? Padahal di kamar mereka ada cermin, dan itu masih bisa digunakan. "Saya kira pria berambut pirang itu suami Anda?" kata pria itu. "Beliau mengatakan bahwa ingin memberikan bingkisan untuk istrinya berupa meja rias, karena meja rias yang lama sudah dibuang."

Meja rias yang lama? Apakah itu meja rias yang ada di rumah? Kurasa itu juga masih bagus.

"Boleh aku menghubungi suamiku dulu?" kedua pria itu merengut, tapi mereka tidak bisa menolak keinginan pelanggan tentu saja. "Sebentar, ini tidak akan lama, aku tidak bermaksud berdebat dengannya gara-gara ini, aku cuma ingin memberitahu kalau barangnya sudah sampai apakah langsung dimasukkan ke kamar atau tidak. Sebentar, ya."

Hinata masuk ke dalam, meninggalkan dua pria tadi serta membiarkan pintunya terbuka separuh. Ia langsung menyambar ponselnya yang ada di meja dapur. "Mengapa kau tidak mendiskusikan denganku terlebih dahulu saat kau berniat membeli meja rias?" tanpa berbasa-basi ketika sambungan teleponnya tersambung ke ponsel suaminya, ia tidak bisa menahan untuk tidak mendamprat suaminya.

"Oh, itu, maaf ya, aku benar-benar bersalah soal itu." Naru baru saja keluar dari ruang rapat karena tidak enak harus menerima telepon pribadi itu di dalam sana. "Kuharap kau tidak memperbesar masalah ini."

"Tidak, aku tidak bermaksud ingin mengatakan hal-hal jahat padamu, tapi meja rias itu sangat besar."

"Aku berpikir kau akan suka, dan tadi aku tidak berniat membeli meja rias, hanya saja aku lewat di Ginza, aku menemukan sesuatu yang mungkin akan kau sukai. Kau bisa duduk nyaman di kursi itu, lalu menghadap cermin, bisa memoles dengan tenang tanpa lelah berdiri."

"Konyol sekali."

"Ayolah, kau membutuhkannya, setidaknya kau harus memiliki benda wajib itu."

"Naru, itu bukan benda wajib."

"Menurutku itu benda wajib setiap wanita di kamar mereka."

Hinata memutar bola matanya. "Aku sedang memanggang sesuatu di dalam oven, aku akan menutup teleponnya, lelah dengan percakapan ini."

SECONDLY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang