Episode 1

140 23 2
                                    

Malam yang indah, yang terus memancarkan cahaya bintang di langitnya mengikuti setiap langkah. Lampu demi lampu dilewati, baju jas kerja berwarna biru menyesakkan dada, rok yang ketat menyusahkan langkah. Nam Ji terus berlari menyusuri Hangang bridge yang berada di tengah kota Seol, Korea Selatan.

Hatinya terus bergumam harapan mengikuti bintang-bintang di langit, angin malam menerpa rambut panjangnya yang indah, air mata telah memenuhi pelupuknya, sesekali ia menoleh ke belakang memastikan tidak ada langkah kaki yang mengikuti, napasnya terengah-engah terdengar dengan desisan suara yang terisak.

Nam Ji mulai meringkuk, kakinya yang berlumur darah berhenti melangkah seolah-olah sudah lelah dengan semua harapan, matanya yang sembab tertuju pada sebuah pembatas yang berada di sisi kirinya, tangannya mencoba menggapai pembatas itu. Terdapat Sungai Han yang mengalir di bawahnya membelah kota Seol dari timur ke barat. Air itu tampak mengalir seirama dengan pikirannya.

Nam Ji mencoba menaiki pembatas itu, ia mengangkat kakinya satu persatu, dengan tangan yang bergetar Nam Ji mencoba menopang tubuhnya, menyeimbangkan dirinya yang gemulai lemas.

Suara hentakan sepatu dari kejauhan semakin lama semakin terdengar ke arahnya, akan tetapi itu sama sekali tidak mengusik pikiran Nam Ji.

Sepasang kedua tangan tiba-tiba saja melingkari pinggangnya dan berusaha menarik paksa tubuhnya yang lemas. Nam Ji terdorong kebelakang mengikuti tarikan tangan itu hingga terjatuh menimpa badan seseorang. Nam Ji berusaha berdiri dari tempat ia terjatuh, kemudian menoleh ke belakang untuk melihat siapa orang yang telah menariknya.

"Ki..Kim Soek Jin?" Suaranya yang parau menyebut nama pria yang memakai jas bermerek di badannya yang tinggi dan tegap. Sambil membersihkan bajunya dari debu aspal yang menempel, pria itu berdiri di hadapan Nam Ji.

"그래 나야 Geulae naya (Ya ini aku), sudah kukatakan padamu kau tidak akan bisa lari dariku bahkan jika kau mati sekalipun, karena aku tidak ingin membiarkanmu mati."

Mendengar perkataan yang keluar dari mulut pria itu sontak membuat Nam Ji merasa kesal, "왜 Wae? 너 무서워? Neo meseowo? (Kenapa?Apa kau takut?) Jika aku mati kau tidak punya apa-apa, reputasimu rusak, dan hidupmu akan hancur, karena itu kau tidak akan membiarkanku pergi bahkan mati." Nam Ji membalas perkataan Kim Seok Jin dengan tegas, tapi wajah pria itu masih terlihat santai matanya yang coklat menatap lekat mata Nam Ji yang sudah sembab memerah.

"어서 Eoseo (Ayolah), jangan marah seperti itu, kau taukan bahwa aku akan terus mengintaimu, jangan jatuhkan dirimu kedalam lembah kehancuran."

Nam Ji mulai mengepal kedua tangannya. Akan tetapi pria itu masih terus melanjutkan ucapannya.

"Gugurkan anak yang ada di dalam kandunganmu itu dan bilang pada publik bahwa kau tidak hamil dan katakan bahwa anak itu bukanlah anakku, akan ku beri apapun yang kau minta bahkan semua aset rumah yang kumiliki."

Nam Ji tidak bisa menjaga emosinya, dia menampar keras wajah pria itu, "Kau kira aku serendah itu, kau sudah menghancurkan diriku, martabat ku, dan sekarang kau mau aku menghapus dan menyembunyikan kesalahanmu begitu saja? Kekayaan bukan segalanya bagiku aku tidak tamak sepertimu dan aku bukanlah barang yang bisa kau beli lalu kau buang begitu saja."

Kim Seok Jin mulai jengkel, dirinya merasa sudah di rendahkan oleh wanita itu, tangannya memegang kuat kedua bahu Nam Ji dan menarik wanita itu mendekati badannya, Kim Seok Jin bisa merasakan hawa panas tubuh Nam Ji.

"자식 jasik!! (Dasar kauuu!!)"

Nam Ji hanya bisa menutup kedua matanya sambil mengerutkan dahi mendengar nyaringnya suara Kim Seok Jin yang memekakkan telinga. Nam Ji mendorong badan Kim Seok Jin hingga tangan pria itu terlepas dari bahunya.

Nam Ji membalikkan badannya, ia berusaha pergi meninggalkan tempat itu dengan mata yang fokus pada kedua kakinya yang berdarah, jalannya sedikit agak pincang, denyut di kakinya semakin terasa, darah itu meninggalkan jejak di aspal.

Belum lama kakinya melangkah, Nam Ji melihat beberapa bayangan yang mengelilingi dirinya, perlahan Nam Ji mengangkat kepalanya mengikuti panjang bayangan itu. Mata Nam Ji terbelalak melihat beberapa pengawal Kim Seok Jin telah mengepungnya, Nam Ji menoleh ke kanan dan ke kiri mencari celah untuk lari dari kepungan itu tapi tak ada satupun celah bisa dia lewati. Langkahnya perlahan mundur akan tetapi tubuhnya malah menabrak seseorang, sontak Nam Ji langsung menoleh ke arah belakang ternyata yang ia tabrak adalah Kim Seok Jin, pria itu mengangguk seolah memberi isyarat kepada pengawalnya. Nam Ji terdiam kebingungan, dengan cepat pengawal-pengawal itu memegang kedua tangan Nam Ji.

"뭐하는거야?! Mwohaneungeoya?! (Apa yang kau lakukan?!)" Teriak Nam Ji sambil meronta-ronta kan tubuhnya.

"Bawa dia ke dalam mobil!" Perintah Kim Seok Jin.

"입어보세요 ibeobuseyo (lepaskan aku!) Dengarkan aku Kim Seoek Jin aku bersumpah akan menghancurkanmu!!" Teriak Nam Ji sambil berusaha melepaskan diri dari pengawal-pengawal Kim Seok Jin.

Nam Ji dipaksa masuk ke dalam mobil berwarna hitam milik Kim Seok Jin, mulut dan tangannya diikat, Nam Ji hanya bisa melihat kaca spion dari dalam mobil, dari kaca spion itu Nam Ji bisa melihat langkah kaki Kim Seok Jin yang menuju ke arah mobil, Nam Ji membuang tatapannya dari kaca spion itu, lalu menundukkan wajahnya kebawah.

Kim Seok Jin masuk dari arah sebelah kanan mobil dan duduk bersebelahan dengan Nam Ji, Nam Ji hanya diam dan tak menoleh sedikitpun ke arah Kim Seok Jin, hatinya sangat terluka air mata terus membasahi pipinya yang merah, Nam Ji mengangakat kepalanya lalu menoleh ke luar mobil, matanya dihiasi oleh lampu-lampu kota yang menerangi setiap jalan, tapi tatapannya kosong pikirannya terus berkecambuk.

Dalam keheningan, Kim Seok Jin menatap ke arah Nam Ji yang sama sekali tidak menoleh ke arahnya.

"Menurutmu apa aku tidak terlalu baik, menolong seorang wanita yang mau bunuh diri, membawanya pulang dan membiarkannya beristirahat padahal wanita itu mau menghancurkan reputasiku bahkan dia sudah bersumpah untuk menghancurkanku?" Tanya Kim Seok Jin dengan senyum candaan kepada supirnya.

"Menurutku kau sangat baik Tuan Kim." Balas supir itu dengan senyuman lebar.

Nam Ji tidak memperdulikan apa yang mereka bicarakan, tatapannya tetap kosong melihat keheningan malam di luar kota.

Come BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang